Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Ekonom Ungkap Nasib Komoditas Unggulan Sumsel Usai Penetapan Tarif Impor 19%

Kondisi ekonomi di Provinsi Sumatra Selatan (Sumsel) yang menganut sistem perekonomian terbuka dipandang rentan terhadap dampak negatif dari gejolak eksternal.
Buah sawit yang telah dibelah di perkebunan milik PT Sahabat Mewah dan Makmur, Belitung Timur, Rabu (28/8/2024). / Bisnis-Annasa Rizki Kamalina
Buah sawit yang telah dibelah di perkebunan milik PT Sahabat Mewah dan Makmur, Belitung Timur, Rabu (28/8/2024). / Bisnis-Annasa Rizki Kamalina

Bisnis.com, PALEMBANG — Kondisi ekonomi di Provinsi Sumatra Selatan (Sumsel) yang menganut sistem perekonomian terbuka dipandang rentan terhadap dampak negatif dari gejolak eksternal.

Termasuk juga potensi penurunan permintaan komoditas yang diekspor oleh Sumsel, sejalan dengan keputusan Donald Trump yang menetapkan tarif impor 19% untuk produk asal Indonesia. 

“Tentu saja kenaikan tarif ini akan memengaruhi daya saing produk kita. Harga yang lebih tinggi akan menurunkan permintaan, sehingga kinerja sektoral pun ikut tertekan,” ujar pengamat ekonomi Universitas Sriwijaya Sukanto kepada Bisnis, Kamis (17/7/2025).

Adapun sejumlah komoditas asal Sumsel yang selama ini dikirim ke USA meliputi karet dan barang dari karet, bahan bakar mineral, bubur kertas, serta lemak dan minyak hewan nabati. 

Sukanto menerangkan, secara umum dampak tarif terhadap neraca perdangangan Sumsel dapat dilihat dari kegiatan ekspor dan impor. 

Dalam kurun waktu 5 tahun terakhir, secara rata-rata kontribusi eskpor komoditas Sumsel terhadap PDRB sebesar 16%, sedangkan ekspor Sumsel ke USA berkisar 5,5%. 

“Artinya potensi dampaknya terhadap ekonomi Sumsel sekitar 0,9%,”  katanya. 

Namun begitu, dia menilai pengenaan tarif 19% itu berpotensi memberikan dampak luas pada sektor lain. 

Hal ini berpotensi terjadi jika nanti USA mengalami inflasi akibat dari peningkatan harga barang yang didorong oleh berkurangngnya produk-produk impor asal Tiongkok.

“Oleh karena itu, kita mesti waspada, meningkatnya impor dari Tiongkok karena ekspansi pasar mereka ke negara lain termasuk Indonesia, dimana harganya jauh lebih murah dari produk domestik. Dalam jangka menengah industri dalam negeri bisa colaps, dan berujung pada rasionalisasi pekerja-PHK,” terangnya. 

Sukanto mengungkapkan terdapat beberapa langkah yang bisa dilakukan untuk mengantisipasi dampak negatif dari kebijakan tersebut.

Mulai dengan melakukan perluasan negara tujuan ekspor selain USA, seperti misalnya ke negara-negara BRICS, Uni Eropa. 

Kemudian juga mempererat kerjasama antara negara Association of Southeast Asian Nations (ASEAN). 

“Bisa juga dengan melakukan deregulasi agar ekonomi biaya tinggi dapat ditekan sehingga memperkuat daya saing produk domestik,” pungkasnya.


Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel

Editor : Ajijah
Bisnis Indonesia Premium.

Dapatkan informasi komprehensif di Bisnis.com yang diolah secara mendalam untuk menavigasi bisnis Anda. Silakan login untuk menikmati artikel Bisnis Indonesia Premium.

Artikel Terkait

Berita Lainnya

Berita Terbaru

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

# Hot Topic

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Rekomendasi Kami

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Foto

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro