Bisnis.com, PALEMBANG—Petani sawit di Provinsi Sumatra Selatan (Sumsel) saat ini berada dalam kondisi yang sulit. Harga tandan buah segar (TBS) cenderung menurun, sementara biaya produksi yang ditanggung semakin meningkat.
Wakil Ketua Asosiasi Petani Sawit (Apkasindo) Sumsel M Yunus mengatakan bahwa para petani juga dihadapkan pada kondisi cuaca yang tidak menentu, seperti hujan berkepanjangan atau kemarau berkepanjangan.
Menurutnya, saat musim hujan terlalu ekstrem, beberapa kebun sawit di daerah rendah terendam banjir dan berpotensi menyebabkan penurunan jumlah produksi.
"Dan banyak buah sawit yang tidak bisa dipanen, jika pun bisa, biaya pemanenannya jauh lebih besar," ujarnya kepada Bisnis pada Jumat (23/5/2025).
Di sisi lain, para petani sawit tetap harus menanggung biaya operasional seperti perawatan kebun dan pembelian pupuk, meskipun hasil panen menurun.
Apalagi, kata dia, para petani ini harus berjuang sendiri tanpa dukungan dari pemerintah, baik dalam bentuk bantuan sarana produksi (saprodi) maupun subsidi pupuk.
Baca Juga
“Pupuk yang biasa digunakan untuk sawit itu harganya sekarang sudah di kisaran Rp7.000 sampai Rp10.000 per kilogram. Dan harga pupuk yang biasa didapat petani itu lebih mahal dibanding perusahaan yang mungkin memiliki relasi dengan distributor dan sebagainya,” tuturnya.
Yunus menuturkan beban yang ditanggung para petani sawit juga semakin bertambah dengan adanya penetapan kebijakan kenaikan pungutan ekspor (PE) minyak sawit menjadi 10%.
Menurutnya dampak peningkatan tarif PE tersebut telah dirasakan dalam penetapan harga periode terakhir di Sumsel.
“Dari penetapan bersama Dinas Perkebunan itu sudah turun, tentu harga di petani swadaya juga jauh di bawah itu,” ujarnya.
Dia juga menegaskan bahwa dengan adanya tambahan pungutan ekspor biaya keluar, pihak yang paling dirugikan adalah di bagian hulu atau petani dan perusahaan.
“Tapi tentu yang paling merasakan (dampaknya) itu petani, karena kalau perusahaan itu masih mengikuti proses sampai hilir seperti CPO dan sebagai,” katanya.
Oleh karena itu dia berharap agar pemerintah mempertimbangkan kembali keputusan kenaikan tarif PE yang memberikan pukulan berat bagi para petani sawit, termasuk di Sumsel.
“Kita berharap pemerintah tidak selalu atau tidak mudah mengambil jalan pintas untuk mengatasi defisit anggaran atau menaikkan pendapatan dengan pungutan ekspor. Karena industri kelapa sawit ini terutama di hulu melibatkan begitu besar petani,” tegasnya.
Berdasarkan data yang diterima Bisnis, harga TBS yang ditetapkan di Sumsel pada periode I bulan Mei 2025 sebesar Rp3.526 per kilogram.
Sedangkan pada periode II bulan yang sama, harga TBS di wilayah tersebut merosot ke Rp3.374 per kilogram.