Bisnis.com, BUKITTINGGI - Pemerintah Provinsi Sumatra Barat mulai melakukan pendataan rumah-rumah yang berada di daerah rawan bencana sebagai upaya memaksimalkan penanganan bencana alam.
Kepala Dinas Perumahan Rakyat Kawasan Permukiman dan Pertanian (Disperkimtan) Sumbar Rifda Suriani mengatakan dalam pendataan rumah-rumah yang berada di wilayah rawan bencana itu akan menerapkan digitalisasi.
"Sebenarnya kami sudah melakukan pendataan rumah rawan bencana secara digital dan itu digitalisasi berbasis nagari/desa. Seperti apa hasilnya, akan kami sampaikan pada pekan depan," katanya, Jumat (22/11/2024).
Dia menjelaskan data digitalisasi tersebut lahir karena belum optimalnya pelayanan pascabencana di Sumbar selama ini. Kemudian dilakukan proyek perubahan yang dikenal dengan strategi peningkatan kerja layanan pascbencana melalui digitalisasi data rumah di kawasan rawan bencana berbasis nagari (desa) di Sumbar.
Menurutnya pilot projek kegiatan pendataan berbasis digital iti dilakukan di dua kelurahan di Kota Bukittinggi, yakni Kelurahan Belakang Balok dan Kelurahan Bukik Cangang Kayu Ramang.
"Kedua kelurahan ini dipilih karena berada di kawasan Ngarai Sianok yang terancam gempa dan longsor akibat Sesar Sianok," ujarnya.
Baca Juga
Dikatakannya pendataan secara digital ini tak hanya terkait data rumah rawan bencana berbasis nagari (desa), tapi juga data aspek keselamatan, baik jumlah penduduk serta kepala keluarga (KK), hingga titik koordinat rumah yang valid di kawasan bencana.
“Nanti ada dashboard tersendiri yang terhubung langsung dengan OPD terkait, sehingga pengisian data bisa melalui kajian dan kolaborasi," sebutnya.
Kemudian data digital tersebut dilakukan untuk memudahkan dan meningkatkan pelayanan kepada masyarakat pascabencana di wilayah Sumbar.
"Jika terjadi bencana, pihak yang memberikan bantuan atau pertolongan tentu akan lebih cepat dan gampang, karena secara digital data dasarnya sudah ada," tegasnya.
Dengan adanya digitalisasi data berbasis nagari ini, pihaknya berharap organisasi perangkat daerah (OPD) terkait bisa berperan maksimal.
Misalnya, Dinas Sosial bisa menentukan prediksi jumlah bantuan yang harus disalurkan sesuai data, baik logistik, sandang, pangan, dan lainnya, sehingga eksekusinya tidak lagi terlambat.
Dia melihat ada tantangan dari hal tersebut, dan contohnya bisa dilihat bagi rumah warga yang rusak akibat gempa di Pasaman dan Pasaman Barat.
"Hingga saat ini belum beres, akibat data yang selalu berubah-ubah. Dengan adanya data digital, semua rumah bisa ketahui, dan data tidak bisa dipalsukan," ungkapnya.
Untuk itu, dengan hadirnya data digital rumah rawan bencana itu, sangat diapresiasi pihak BPBD Sumbar, terlebih lagi berbasis nagari. Pasalnya, kata Kabid Rehabilitasi dan Rekonstruksi BPBD Sumbar, Ilham Wahab, keterlambatan untuk bantuan rumah yang terdampak bencana selama ini kebanyakan karena terkendala data yang tidak valid dan cenderung berubah.
Dengan adanya data sektor perumahan secara digital, jumlah rumah rusak berat, sedang, dan ringan akibat terjadinya bencana bakal mudah diketahui tanpa adanya manipulasi data. Menurutnya, kejelasan data ini juga bakal mempercepat proses bantuan yang akan diberikan.
"Pernah data rumah rusak yang diajukan sampai sepuluh ribu lebih, tapi setelah divalidasi hanya seribu rumah. Betapa jauhnya selisih data tersebut, tapi kalau sudah digital tidak jumlahnya tidak bisa diubah, dan proses untuk mengajukan ke BNPB bisa cepat,” ujarnya.
Pernyataan serupa juga disampaikan pemateri Pengkajian Kebutuhan Pascabencana (Jitu Pasna), Muliarson, bahwa data rumah sangat penting untuk mengetahui jumlah kerusakan dan kerugian akibat bencana. Apalagi dalam menyiapkan Rencana Rehabilitasi dan Rekonstruksi Pascabencana (R3P).
“Dokumen yang berbentuk data sangat penting dalam membentuk R3P. Jika data sudah digital sangat bagus, setidaknya sudah bisa dipakai sebagai data awal untuk menghitung kerusakan dan kerugian,” ucapnya.