Lahirnya Usaha Asam Kandis
Seiring hutan mulai terjaga, pepohonan kembali menghijau, termasuk tumbuhan asam kandis (Garcinia xanthochymus) yang selama ini dibiarkan tumbuh liar. Buah berwarna kuning-oranye dengan rasa asam segar itu sebenarnya sudah lama dipetik warga, terutama ibu-ibu rumah tangga. Namun, hasilnya hanya dijual dalam kondisi basah di pasar tradisional dengan harga murah.
Perubahan datang pada Juli 2022, ketika Rinto bersama pihak peduli lingkungan dan Astra melakukan pembinaan. Dari sana lahirlah Kelompok Usaha Perhutanan Sosial (KUPS) Kandis Bundo Gamaran, beranggotakan ibu-ibu rumah tangga dari Korong Gamaran, sebuah kampung kecil di Desa Salibutan.
“Sekarang kami sudah punya merek, kemasan, dan pasar. Jadi tidak lagi menjual asam kandis basah, tapi produk yang lebih bernilai,” jelas Efi Susanti, salah seorang pengurus KUPS.
Awalnya mereka hanya mengemas ulang asam kandis kering. Namun, semangat berinovasi membawa kelompok ini mencoba membuat produk turunan. Dari percobaan sederhana di dapur rumah, lahirlah permen asam kandis meski belum maksimal. Percobaan berikutnya lebih menjanjikan yakni sirop asam kandis.
“Rasanya asam-manis segar, apalagi diminum pakai es. Tidak kalah dengan sirop terkenal,” ujar Efi sembari tersenyum.
Kini, KUPS tengah mengurus izin BPOM. Harapannya, produk mereka bisa menembus pasar modern bahkan ritel besar. “Di Sumbar belum ada sirop khas daerah. Kami ingin produk ini jadi yang pertama,” tambahnya.
Bahkan dalam waktu dekat, dari sirop yang dihasilkan itu, para ibu-ibu Gamaran akan membuka toko yang menjual secara khusus minuman sehat dari bahan asam kandis. Toko tersebut akan berdiri di jalur lintas Sumatra, tepatnya di Pasar Lubuk Alung.
"Mohon doanya ya, semoga usaha kami ini bisa terus berkembang. Jadi kami para ibu-ibu ini bisa raup cuan dari olahan asam kandis ini," ungkapnya.
Bagi para ibu di Gamaran, usaha ini lebih dari sekadar bisnis. Dia menjadi sumber kebanggaan sekaligus tambahan pendapatan keluarga. “Dulu kami hanya bisa mengumpulkan buah lalu menjual murah. Sekarang bisa lihat hasilnya sendiri, ada merek, ada kemasan, dan ada pembeli yang datang,” ungkapnya.
KUPS Kandis Bungo Gamaran ini mampu memproduksi asam kandis berkualitas tinggi sebanyak 8.000 ton lebih yang dikutip dari hutan sosial yang luasnya mencapai 2.800 hektar.
Pekerjaan ini juga memberi ruang bagi perempuan desa untuk berdaya. Mereka tidak hanya mengolah buah, tetapi juga belajar manajemen usaha, pemasaran, hingga menjaga kualitas produk. “Ada semangat baru, kami merasa ikut menjaga hutan sekaligus meningkatkan ekonomi keluarga,” kata Efi.
Bagi Ritno, keberhasilan KUPS adalah bukti nyata bahwa konsep green economy bisa berjalan di desa. “Tidak perlu merusak hutan untuk dapat manfaat. Justru dengan menjaganya, kita mendapat nilai ekonomi yang lebih berkelanjutan,” tegasnya.