Bisnis.com, MEDAN — Asosiasi Eksportir Kopi Indonesia (AEKI) menilai perlu penyusunan strategi yang komprehensif agar kopi Indonesia mampu bersaing secara global. Apalagi, tarif Trump 19% membuat produk Indonesia ke posisi tawar lebih tinggi dibandingkan mitra dagang AS lainnya, sehingga membuka peluang peningkatan ekspor kopi.
Hal ini disampaikan Ketua Umum AEKI Irfan Anwar saat bertemu dengan Menteri Perdagangan RI Budi Santoso di Jakarta, Rabu (16/7/2025).
Anwar mengatakan bahwa pasar kopi global, terutama Amerika Serikat sangat kompetitif. Tarif impor produk dari Indonesia sebesar 19%, yang lebih rendah dibandingkan Vietnam (20%) bahkan Brasil (50%), akan menjadi momentum strategis bagi ekspor kopi Indonesia.
Sebagaimana diketahui, Indonesia menduduki posisi keempat sebagai penghasil kopi terbesar dunia setelah Brasil, Vietnam, dan Kolombia. Struktur tarif yang kompetitif ini akan membuka peluang bagi Indonesia untuk lebih jauh mengakses pasar global.
“Perbedaan tarif ini memberikan keuntungan strategis bagi eksportir Indonesia karena dapat menawarkan harga yang lebih kompetitif kepada buyer Amerika tanpa harus mengorbankan kualitas,” kata Anwar dalam keterangan tertulis, Kamis (17/7/2025).
Adapun, industri kopi telah menjadi salah satu penopang utama ekspor non-migas dengan konstribusi signifikan pertumbuhan ekonomi daerah maupun nasional. Dengan tarif impor yang lebih kompetitif, Anwar menyebut Indonesia memiliki kesempatan emas untuk mengencangkan ekspansi dan penetrasi pasar kopi ke AS, termasuk ke segmen specialty coffee yang memiliki pertumbuhan tinggi dan nilai jual lebih besar.
Baca Juga
Selain memanfaatkan momentum tarif dagang resiprokal AS dengan baik, Anwar mengatakan Indonesia juga perlu menguatkan hilirisasi produk kopi. Ekspor kopi tak lagi hanya sebatas green bean atau biji kopi hijau, tapi juga dikembangkan ke produk-produk turunan lain yang bernilai tambah seperti roasted bean, ground coffee, drip bag, dan kopi siap saji dalam kemasan.
Anwar menekankan hilirisasi menjadi langkah penting untuk meningkatkan nilai ekspor dan menciptakan multiplier effect di dalam negeri.
“Melalui hilirisasi, bukan hanya nilai jual produk yang meningkat, tapi juga membuka lapangan pekerjaan, mendukung sektor industri kreatif, dan memperkuat posisi merek kopi Indonesia di kancah global,” terangnya.
Lebih jauh, pemasaran kopi membutuhkan pemahaman akan pasar beserta seluruh dinamikanya.
Anwar menyampaikan bahwa pemerintah melalui Kementerian Perdagangan telah mengizinkan kantor ITPC (Indonesia Trade Promotion Center) yang tersebar di berbagai negara agar menerima sumber daya manusia (SDM) dari perusahaan eksportir untuk magang, pelatihan, maupun penjajakan pasar.
Inisiatif tersebut bertujuan untuk memberikan pengalaman langsung bagi pelaku usaha maupun staf ekspor dari perusahaan dalam memahami preferensi konsumen, jaringan distribusi, persaingan harga, hingga peluang kerja sama dagang di negara tujuan.
Dengan begitu, kata dia, perusahaan tidak hanya mengandalkan pihak ketiga dalam pemasaran internasional, tetapi juga dapat membangun jaringan sendiri dan memperkuat branding produknya.
“Program ini menjadi bukti nyata bahwa pemerintah serius dalam mendukung eskportir, tidak hanya dalam bentuk kebijakan, tetapi juga dalam penguatan kapasitas SDM dan akses pasar secara praktis,” jelas Anwar.
Perpaduan antara struktur tarif yang kompetitif di pasar utama, dukungan hilirisasi produk hingga kesempatan magang dan riset pasar melalui ITPC, disebut Anwar menjadi modal kuat Indonesia untuk meningkatkan daya saing ekspor kopi secara global.
“Ke depan, kolaborasi erat antara pemerintah, pelaku usaha, asosiasi industri, dan perwakilan dagang luar negeri akan menjadi kunci dalam membentuk ekosistem ekspor yang berkelanjutan,” tandasnya.
(240)