Bisnis.com, PADANG - Produksi jagung di Provinsi Sumatra Barat telah mencapai 801.275 ton dalam bentuk kering panen hingga Oktober 2024 dan jumlah ini mengalami peningkatan dibandingkan tahun sebelumnya.
Sekretaris Dinas Tanaman Pangan Hortikultura dan Perkebunan (DTPHP) Provinsi Sumbar Ferdinal mengatakan produksi jagung di Sumbar diperkirakan bisa mencapai 850.000 ton di tahun ini, dengan varietas jagung yang banyak di Sumbar yakni P32 dan NK22.
"Kami melihat produksinya akan melebihi dari perkiraan, karena masih ada bulan November dan Desember di tahun ini. Semoga bisa lebih dari 850.000 ton di tahun 2024," katanya, Senin (4/11/2024).
Dia menyebutkan jagung yang dipanen di Sumbar kebanyakan dipergunakan untuk pakan ternak, sementara untuk dikonsumsi tidaklah terlalu banyak.
"Kalau bicara kebutuhan, sebenarnya cukup banyak kebutuhan jagung di Sumbar, jagung pakan ternaknya. Jumlahnya diperkirakan 1 juta ton per tahun, sementara produksi kita hanya mampu di 800.000 ton rata-rata per tahun," ujarnya.
Untuk memenuhi kekurangan itu, pemerintah daerah melakukan pembelian jagung ke luar daerah, serta juga ada yang diimpor, mengikuti kebijakan pemerintah pusat.
Baca Juga
Data BPS mencatat hingga September 2024 ini Indonesia mengimpor jagung sebanyak 158,60 ribu ton, dan jumlah impor jagung tersebut naik 190,21% dibanding September 2023 yang seberat 54,65 ribu ton.
Kemudian untuk total impor jagung Indonesia sepanjang tahun itu, mayoritas berasal dari Argentina seberat 351,14 ribu ton, Brazil seberat 256,83 ribu ton, Amerika Serikat 3,29 ribu ton, Pakistan 13,07 ribu ton, dan Thailand 315,46 ton.
Kemudian Ferdinal merinci untuk kabupaten dan kota di Sumbar yang memiliki lahan jagung itu tersebar di Kabupaten Pesisir Selatan dengan luas panen mencapai 16.881 hektare, Kabupaten Agam 15.845 hektare, Kabupaten Pasaman 18.549 hektare, Kabupaten Pasaman Barat 36.179 hektare, Kabupaten Solok Selatan 12.353 hektare.
Sedangkan untuk daerah lainnya itu termasuk wilayah perkotaan luas panen jagung di bawah 8.000 hektare. Luas panen yang paling kecil itu berada di Mentawai yakni 18,30 hektare, dan Kota Padang Panjang tidak ada petani yang berkebun jagung.
"Jadi di Sumbar ini yang tidak ada lahan jagung cuma di Padang Panjang. Tapi di daerah itu merupakan kawasan pertanian hortikultura yakni sayur-sayuran," ucapnya.
Melihat kondisi impor jagung itu, ada harapan besar datang dari petani jagung di Sumbar, Dodi seorang petani jagung di Kabupaten Pesisir Selatan, mengatakan semenjak adanya kebijakan Indonesia melakukan impor jagung, hasil panen jagung tidak lagi mendapatkan harga yang mampu memenuhi kesejahteraan petani.
"Harga jagung di kampung saya Rp4.000 per kilogramnya. Harga itu, mengalami penurunan yang cukup besar semenjak Indonesia melakukan impor. Karena dulu harga jagung mencapai Rp6.500 per kilogramnya," kata Dodi.
Dia menyebutkan kondisi penurunan harga sudah mulai dirasakan sejak awal tahun 2024 ini, meski secara nilai angkanya masih sedikit. Namun seiring waktu berlalu dan hingga di bulan Oktober 2024 kemarin, nilai penurunan harga mencapai Rp2.500 per kilogramnya.
Petani khawatir, bila kebijakan pemerintah kedepan tidak memperhatikan kondisi pertanian jagung itu, perlahan-lahan bisa membuat petani meninggalkan pertanian jagung, karena tidak lagi menjadi pertanian yang menjanjikan.
"Saya berharap betul, impor jagung dihentikan saja. Akan lebih baik membantu petani meningkatkan produksi, mungkin ada kebijakan atau program, sehingga kebutuhan di dalam negeri terpenuhi bisa terpenuhi, tanpa harus melakukan impor," harapnya.
Selain itu, Adrizal petani jagung di Padang menyampaikan nasib petani kedepan sangat berharap ada kabar baik dari era kepemimpinan Prabowo-Gibran. Karena mendengar pidato Presiden Prabowo, bakal menjadikan Indonesia lumbung pangan dunia.
"Saya memahami, presiden ingin menguatkan produksi di dalam negeri. Artinya tidak tergantung dengan impor lagi. Semoga hal itu berlaku bagi kami petani jagung ini, sehingga harga panen pun bisa mencapai angka yang mensejahterakan petani," harapnya.