Bisnis.com, PEKANBARU -- PT Pelindo (Persero) Regional 1 Dumai mencatat ekspor komoditas kelapa sawit mentah (CPO) dan turunannya mencapai 3,2 juta ton sepanjang 2024.
Meski kontribusinya signifikan, angka tersebut menurun dibanding tahun-tahun sebelumnya yang sempat menembus 4 juta ton pada 2023 dan lebih dari 5 juta ton pada 2022.
Executive General Manager PT Pelindo (Persero) Regional 1 Dumai Jonatan Ginting menjelaskan penurunan ini disebabkan oleh meningkatnya jumlah terminal yang beroperasi di Dumai. Saat ini terdapat sekitar 15 terminal di daerah itu, dan Pelindo hanya mengelola 30% dari total aktivitas pelabuhan di kota tersebut.
“Sebagian besar terminal lainnya adalah terminal khusus yang menangani barang milik sendiri. Namun, belakangan ada yang naik status menjadi terminal umum sehingga bisa melayani barang pihak lain. Sebelumnya, mereka itu adalah pelanggan Pelindo,” jelasnya, Jumat (15/8/2025).
Menurutnya, Dumai sebagai hinterland memiliki dominasi komoditas sawit dan turunannya. Hingga kini ekspor CPO masih menjadi komoditas utama yang ditangani Pelindo Dumai, diikuti produk samping seperti bungkil, cangkang, dan pupuk sawit. Kemudian ada juga kontribusi dari terminal curah kering dan terminal curah cair di Dumai.
“Produk-produk turunan CPO seperti miko dan POA juga banyak diminati pada tahun lalu. Untuk peti kemas, kami melayani pasar domestik dan internasional. Pasar domestik biasanya membawa general cargo seperti dari Duri, sedangkan internasional tujuan utamanya Port Klang, Malaysia, untuk kemudian didistribusikan ke negara lain,” katanya.
Baca Juga
Sepanjang 2024, menurutnya Pelindo Dumai menangani bongkar muat sekitar 12.000 TEUs peti kemas atau setara 200 peti per bulan. Jonatan menambahkan, tren industri kini bergeser ke kawasan Lubuk Gaung setelah dibukanya terminal umum di wilayah tersebut.
Menghadapi kondisi ini, Pelindo Dumai berharap regulasi berlaku setara bagi semua pelaku usaha. “Kalau sudah mendapat status terminal umum, maka aturannya harus diberlakukan sama. Jangan masih menggunakan ketentuan terminal khusus tapi membuka layanan umum,” ujarnya.
Jonatan juga menekankan pentingnya kualitas layanan dan efisiensi biaya. “Bisnis pelabuhan adalah bisnis layanan. Kalau biaya tinggi, pelanggan tentu akan memilih yang lebih kompetitif,” pungkasnya.