Bisnis.com, PADANG—Bank Indonesia memperkirakan ekonomi Sumatra Barat masih potensial tumbuh pada kisaran 5,1% hingga 5,5% tahun ini.
Kepala Perwakilan Bank Indonesia Sumbar Wahyu Purnama A mengatakan BI memperkirakan laju pertumbuhan ekonomi daerah itu bisa menyentuh angka 5,5% tahun ini.
“Perkiraan BI masih bisa tumbuh di kisaran 5,1% hingga 5,5%, lebih tinggi dari pertumbuhan 2018 yang hanya 5,14%,” katanya, Kamis (11/4/2019).
Menurutnya, masih tingginya potensi pertumbuhan ekonomi Sumbar didorong meningkatnya anggaran pemerintah pusat dan daerah terkait belanja modal, yang akan menggerakkan komponen investasi dan belanja pemerintah.
Begitu juga dengan pelaksanaan pemilihan umum (Pemilu) 2019 yang akan meningkatkan belanja lembaga non profit yang melayani rumah tangga (LNPRT) yang kemudian diikuti meningkatnya konsumsi rumah tangga.
Selain itu, masifnya belanja pembangunan infrastruktur yang meningkat hingga 133% dibandingkan tahun lalu akan berkontribusi mengerek laju pertumbuhan.
Termasuk meningkatnya upah minimum provinsi (UMP) dan naiknya gaji aparatur sipil negara (ASN) yang berkontribusi meningkatkan konsumsi.
Wahyu mengungkapkan sektor unggulan yang menjadi penopang pertumbuhan ekonomi Sumbar tahun ini masih didominasi sektor pertanian yang pangsanya mencapai 23%, diikuti sektor perdagangan 15%, transportasi 13%, kontruksi 10%, dan industri pengolahan 9%.
Adapun, laju pertumbuhan ekonomi Sumbar sepanjang tahun lalu hanya berada pada level 5,14% atau terendah sejak 2009, dan cenderung mengalami perlambatan.
Bank Indonesia menyatakan melambatnya pertumbuhan itu disebabkan turunnya pertumbuhan investasi dan anjloknya kinerja ekspor. Penurunan dua komponen itu juga diikuti melemahnya komsumsi rumah tangga.
“Perlu ada upaya ekstra untuk meningkatkan investasi dan memperbaiki kinerja ekspor, sehingga pertumbuhan ekonomi kembali meningkat,” kata Wahyu.
Dia memaparkan sepanjang tahun lalu, kinerja ekspor tumbuh negatif atau minus 14,05% yang disebabkan anjloknya harga komoditas cruid palm oil/CPO atau sawit di pasar global. Apalagi, hampir 70% ekspor Sumbar didominasi komoditas sawit.
Begitu juga dengan pertumbuhan investasi yang mayoritas hanya berasal dari realisasi anggaran belanja pemerintah. Minimnya investasi swasta tercermin dari penyaluran kredit yang hanya tumbuh 1,5%, bahkan untuk kredit investasi justruj terkontraksi hingga 15,5%.
“Investasi swasta harus ditingkatkan lagi, untuk memaksimalkan potensi pertumbuhan ekonomi. Termasuk juga mengembangkan sektor lainnya, seperti pariwisata,” katanya.