Bisnis.com, PEKANBARU — Bupati Indragiri Hilir (Inhil) Herman menyatakan penolakan tegas terhadap rencana moratorium ekspor kelapa yang tengah diwacanakan oleh pemerintah pusat.
Dia menilai kebijakan pembatasan ekspor justru akan merugikan petani kelapa yang selama ini menjadi tulang punggung ekonomi daerah.
"Soal rencana moratorium ekspor ini, janganlah dilakukan. Buka saja ekspornya, jangan dibatasi," tegas Herman, Selasa (29/4/2025).
Riau tercatat menjadi salah satu daerah di Indonesia dengan luasan lahan kebun kelapa terbesar mencapai 430.000 hektare. Sekitar 80% kebun kelapa itu berada di Kabupaten Indragiri Hilir (Inhil).
Pemerintah Kabupaten Inhil, kata Herman, akan menyiapkan langkah lanjutan untuk menyuarakan aspirasi ini secara langsung ke pemerintah pusat. Pihaknya akan menyiapkan berkas untuk berkunjung dan menyampaikan langsung ke Kementerian Perdagangan soal penolakan moratorium tersebut.
Menurutnya ketika harga kelapa di pasar internasional sedang tinggi, seharusnya petani di Inhil juga bisa menikmati keuntungan. Menurutnya, logika perdagangan harus adil bagi produsen di tingkat bawah.
Baca Juga
"Kalau di luar negeri bisa beli kelapa dengan harga mahal, padahal ada biaya ekspor dan ekspedisi, mengapa industri dalam negeri tidak bisa?"
Bupati Herman menegaskan, yang dibutuhkan saat ini bukanlah pembatasan ekspor, melainkan pembenahan tata kelola perkebunan kelapa agar memberikan manfaat yang besar bagi masyarakat.
Kebun kelapa di daerah itu disebutnya adalah kebun rakyat, jadi saat harga tinggi ini harus betul-betul memberikan dampak positif bagi masyarakat setempat.
Kabupaten Indragiri Hilir merupakan salah satu sentra kelapa terbesar di Indonesia. Kebijakan moratorium ekspor dikhawatirkan akan menekan harga kelapa di tingkat petani dan memperburuk kesejahteraan masyarakat yang bergantung pada komoditas itu.
Kenaikan harga kelapa yang dinikmati petani saat ini dinilai sebagai dampak positif dari terbukanya peluang ekspor kelapa secara langsung.
Ekonom Riau Edyanus Herman Halim menyatakan bahwa pemerintah daerah perlu mempertahankan kebijakan ekspor ini demi menjaga kesejahteraan petani kelapa.
Menurut Edyanus, harga kelapa yang tinggi bukan hanya akibat penurunan produksi, tetapi juga karena pasar kini lebih terbuka untuk petani.
"Dulu, struktur pasar kelapa berbentuk oligopsoni, khususnya di Indragiri Hilir. Pasar hanya dikendalikan oleh beberapa perusahaan besar, bahkan mungkin hanya satu perusahaan. Akibatnya, harga di tingkat petani ditekan murah, dan nilai tambah dinikmati segelintir perusahaan," jelasnya.
Kini, dengan kesempatan ekspor yang lebih luas, petani bisa memilih eksportir dan mendapatkan harga yang lebih bersaing.
Dia mengakui petani sekarang bisa ekspor dan memilih eksportir sehingga harga jual menjadi relatif tinggi dan lebih adil. Perusahaan-perusahaan besar yang dulu menguasai pasar kini terganggu bahkan kelimpungan. Tapi, hal ini menurutnya justru menguntungkan petani.
Dia juga mencatat bahwa dampak dari perubahan ini telah mendorong transformasi sosial di Indragiri Hilir. Banyak tenaga kerja yang terdampak PHK dari perusahaan justru beralih profesi menjadi petani kelapa atau pedagang pengumpul.
"Ini perubahan positif. Kalau dulu yang menikmati keuntungan adalah para konglomerat, sekarang pergeseran terjadi ke petani. Ini sejalan dengan cita-cita kemerdekaan, yakni menyejahterakan rakyat banyak, bukan memperkaya sekelompok kecil orang," ucapnya.
Untuk itu, Edyanus meminta pemerintah daerah dan tingkat pusat untuk menjaga dan mempertahankan kebijakan yang memberi ruang luas bagi petani dalam ekspor kelapa.
"Multiplier effect-nya lebih besar dan luas jika rakyat kecil yang diuntungkan. Karena itu, kebijakan ini harus dipertahankan," tutupnya.