Bisnis.com, PALEMBANG – Ratusan pekerja/buruh di Provinsi Sumatra Selatan (Sumsel) menggeruduk Kantor Gubernur buntut penolakan hasil penetapan upah minimum sektoral provinsi (UMSP) 2025 yang disebut tidak sesuai rekomendasi Dewan Pengupahan.
Berdasarkan pantauan Bisnis, massa pendemo membawa sejumlah atribut serta melakukan orasi hingga menggelar doa dan yasin bersama di depan pintu gerbang Kantor Gubernur.
Ketua Serikat Pekerja Seluruh Indonesia (SPSI) Kota Palembang Sopan Sopiyan menyampaikan bahwa dalam aksi tersebut para buruh menyampaikan tujuh tuntutan kepada Pemerintah Provinsi Sumsel.
Ketujuh tuntutan diantaranya menolak upah murah, menuntut pemberhentian Penjabat Gubernur Sumsel, menuntut revisi penetapan UMSP Sumsel 2025 berdasarkan rekomendasi Dewan Pengupahan serta dengan kebutuhan hidup layak buruh, menuntut penetapan Upah Minimum Kabupaten/Kota (UMK) dan Upah Minimum Sektoral Kabupaten/Kota (UMSK) tahun 2025 berdasarkan kebutuhan hidup layak buruh.
Kemudian menuntut pihak BPS Sumsel untuk memberikan data yang valid mengenai bukti adanya kajian tentang upah sektoral di Provinsi Sumsel, serta memberikan sanksi pemecatan bagi oknum pegawai BPS Sumsel apabila terbukti memberikan data tidak benar (melakukan kebohongan publik) terhadap kajian upah minimum sektoral di Sumsel untuk tahun 2025.
Menuntut Pegawai Pengawas Ketenagakerjaan dan Penyidik Pegawai Negeri Sipil (PPNS) Disnakertrans Provinsi Sumsel untuk menjalankan tupoksi berdasarkan aturan hukum yang berlaku, serta secara maksimal memberikan sanksi yang tegas kepada oknum-oknum pengusaha yang tidak menjalankan ketentuan Upah Minimum yang telah ditetapkan.
Baca Juga
Terakhir menuntut sanksi pencopotan jabatan dan/atau pemecatan kepada PPNS Disnakertrans Provinsi Sumsel yang tidak menjalankan tupoksi berdasarkan aturan hukum yang berlaku.
Ditemui di tempat terpisah, Penjabat Gubernur Sumsel Elen Setiadi mengatakan pihaknya akan mendengarkan terlebih dahulu seperti apa keinginan dari unsur pekerja/buruh.
“Akan kita pelajari dulu, toh semua sudah ada kerangka regulasinya,” ungkapnya, Rabu (18/12/2024).
Dia juga menegaskan akan mempelajari terlebih dahulu jika memang usulan tersebut perlu dipertimbangkan, serta mengajak dari sisi pengusaha untuk memberikan masukan.
“Karena kalau pengusaha tidak mau [setuju] siapa yang harus bayar, nanti repot juga. Jadi dua duanya harus seimbang,” tegasnya.