Bisnis.com, PADANG - Dinas Kehutanan Provinsi Sumatra Barat mencatat ada sekitar 301 hektare lahan yang terbakar di sejumlah kabupaten dan kota dalam rentang waktu Januari 2025 hingga 22 Juli 2025 dari total 72 kasus kebakaran hutan dan lahan (karhutla).
Kepala Dinas Kehutanan Sumbar Ferdinal Asmin mengatakan dari kondisi itu berdasarkan rapat sejumlah pihak beberapa hari yang lalu telah menetapkan Sumbar Tanggap Darurat Karhutla selama 14 hari. Dishut pun melihat kuat dugaan karhutla yang terjadi akhir-akhir itu akibat dibakar oleh petani untuk membuka lahan perkebunan.
"Saya dapat informasi pihak kepolisian telah mengamankan sejumlah petani yang kedapatan membakar hutan dan lahan itu. Tujuan ini dilakukan, karena tindakan membakar hutan telah melanggar hukum," katanya, Rabu (23/7/2025).
Menurutnya soal penegakan hukum akan dilakukan oleh pihak kepolisian, namun Dishut berharap adanya penegakan hukum tersebut dapat memberikan pemahaman dan efek jera kepada masyarakat atau petani bahwa membakar hutan merupakan tindakan yang tidak benar.
Terlebih kondisi cuaca di wilayah Sumbar menjalani musim kering, kondisi itu akan dapat memicu dengan mudah penyebaran karhutla. Meskipun tujuan petani membakar 1 hektare saja, tapi dampaknya bahkan lebih meluas, dan tidak hanya soal dampak sebaran kebakaran, namun dampak lingkungan lainnya juga telah merugikan masyarakat dan hal lainnya.
"Soal penegakan hukum ini, saya tidak bisa memberikan penjelasan lebih lanjut, karena kewenangan ada di pihak kepolisian. Tapi memang ada masyarakat telah diamankan, salah satunya kondisi karhutla di Kabupaten Lima Puluh Kota itu," ungkapnya.
Baca Juga
Dia menjelaskan kasus karhutla terparah saat ini berada di Kabupaten Lima Puluh Kota dan Kabupaten Solok. Khusus di Lima Puluh Kota tepatnya di Harau, proses penanganan pemadaman pun masih dilakukan hingga hari ini.
Menurutnya bicara penanganan karhutla itu, sepenuhnya ada di BPBD, apalagi telah ditetapkannya Tanggap Darurat Karhutla. Meski demikian, Dinas Kehutanan ikut dalam tim pemadaman tersebut, serta turut dibantu oleh personel BPBD dari Jambi.
Ferdinal menyampaikan saat ini memang lagi fokus untuk melakukan pemadaman dan penanganan karhutla. Tim yang tengah berjibaku di lapangan saat ini, segala upaya dilakukan, dan mengingat hujan tak kunjung turun, membuat api dengan mudah menyebar.
"Saya juga dapat informasi bahwa akan ada rencana melakukan modifikasi cuaca, informasi ada di BPBD. Semoga rencana ini berjalan dan penanganan karhutla pun bisa lebih cepat," harap dia.
Di satu sisi, doa menyampaikan berdasarkan koordinasi Dishut dengan BMKG, untuk cuaca kering ini masih terus berlanjut dan bahkan hingga awal Agustus 2025 nanti.
"Jadi kami pun tentu semakin masif mensosialisasikan kepada masyarakat bahwa jangan ada melakukan aktivitas apa pun yang dapat memicu karhutla," tegasnya.
Ferdinal menjelaskan bicara soal penegakan hukum kepada pelaku karhutla itu, bukan hanya kawasan karhutla yang berada di kawasan hutan lindung, hutan produksi, TNKS, dan kawasan hutan lainnya. Tapi kepada siapapun yang melakukan pembakaran hutan dan lahan secara sengaja, merupakan tindakan melanggar hukum.
"Karena dampaknya luas, lingkungan, dan kerugian lainnya. Aturan yang dilanggar berlapis jadinya. Makannya jangan lakukan tindakan pembakaran hutan," sebut Ferdinal.
Dikatakannya supaya kondisi karhutla tidak muncul kasus baru, Dishut juga telah banyak mendatangi pedesaan yang berdekatan dengan hutan di Sumbar, untuk melakukan sosialisasi kepada masyarakat atau petani, agar tidak melakukan pembakaran hutan dan lahan untuk alasan membuka kawasan perkebunan baru.
"Sosialisasi telah kami lakukan, dan apabila kedepan masih ada hutan dan lahan terbakar. Mau tidak mau, penegakan hukum harus dilakukan," ujarnya.
Peran Polisi Hutan
Kemudian Ferdinal juga menyampaikan meluasnya kasus karhutla itu, bukan berarti Polisi Hutan (Polhut) tidak bekerja di lapangan. Sebenarnya persoalan itu personel Polhut Sumbar berkisar 70 orang, sementara hutan di Sumbar luasnya mencapai 1,5 juta hektare.
"Hutan seluas 1,5 juta dan punya personel Polhut 70 orang, pengawasan tidak bisa merata di seluruh kawasan hutan, dan memungkinkan juga untuk satu kawasan hutan ada satu personel Polhut nya," jelas dia.
Oleh karena itu, untuk memaksimalkan peran Polhut ini, Dishut juga turut membangun komunikasi dengan masyarakat dan komunitas yang turut membantu hutan dari kerusakan dan termasuk soal karhutla tersebut.
"Kami melibatkan berbagai pihak masyarakat untuk ikut membantu menjaga hutan secara bersama-sama. Saya berharap betul, tidak ada lagi kasus karhutla ini, mari sama-sama menjaga hutan," tutup Ferdinal.