Bisnis.com, PADANG - Badan Penanggulangan Bencana Daerah (BPBD) Provinsi Sumatra Barat telah menetapkan tanggap darurat kebakaran hutan dan lahan (karhutla) menyikapi meningkatnya kasus tersebut di sejumlah daerah.
Jubir BPBD Sumbar Ilham Wahab mengatakan dari rapat yang dilakukan belum lama ini bersama sejumlah pemerintah kabupaten dan kota, terdapat dua kabupaten yang memiliki kondisi karhutla yang cukup parah yakni Kabupaten Lima Puluh Kota dan Kabupaten Solok. Kondisi itu membuat BPBD menyatakan Sumbar tanggap darurat karhutla selama 14 ke depan.
“Sebaran titik karhutla di daerah ini beragam. Jadi di satu kabupaten itu ada beberapa kecamatan yang tercatat terjadi karhutla. Kami di BPBD pun turut menyikapi kondisi ini secara serius dan berkoordinasi secara intens dengan BPBD di kabupaten dan kota,” katanya, Selasa (22/7/2025).
Dia menjelaskan selama tanggap darurat berlangsung, penanganan kawasan terdampak karhutla akan dilakukan secara berkelanjutan bersama sejumlah pihak yang ikut terlibat. Dengan cara itu, diharapkan pemadaman dan penanganan karhutla bisa dikerjakan secara optimal.
“Kami mengimbau kepada masyarakat dan meminta kerjasama pada masyarakat, untuk tidak dengan sengaja membuka lahan perkebunan dengan cara membakar hutan. Kondisi cuaca lagi kering, maka dampak kebakaran akan sangat meluas,” tegasnya.
Selain itu, Wakil Bupati Solok Candra mencatat lebih dari 100 titik kebakaran yang terjadi sejak Mei hingga Juli 2025 ini. Beberapa di antaranya, seperti kebakaran di Bukit Junjung Sirih dan Hiliran Gumanti, bahkan nyaris mengancam pemukiman warga dan fasilitas umum.
Baca Juga
Dia juga menyampaikan bahwa pihaknya telah berkoordinasi dengan bupati untuk segera menetapkan status darurat karhutla, guna mempercepat mobilisasi sumber daya. Ia mengimbau seluruh Camat dan Wali Nagari/Kepala Desa untuk aktif mengedukasi masyarakat agar tidak membuka lahan dengan cara membakar.
“Kami minta seluruh elemen masyarakat untuk turut andil. Ini bukan kerja satu atau dua institusi saja. Bahaya Karhutla ini nyata dan kita harus mencegah sebelum terlambat,” katanya dalam keterangan resmi.
Kemudian, Kepala Dinas Kehutanan Provinsi Sumatera Barat, Ferdinal Asmin mengungkapkan bahwa berdasarkan prediksi BMKG, musim kemarau tahun ini diperkirakan berlangsung hingga September 2025, dan hal tersebut akan membuat potensi karhutla akan semakin meluas, bila tidak dilakukan langkah antisipasi sedini mungkin.
“Setiap hari kami menerima laporan titik api di Kabupaten Solok itu. Operasional kami pun terbatas akibat efisiensi anggaran. Maka, penetapan status tanggap darurat menjadi penting, agar koordinasi dan bantuan lintas sektor bisa optimal,” sebutnya.
Menurutnya, pada umumnya penyebab kebakaran masih berasal dari aktivitas pembukaan lahan dengan cara membakar, di mana tindakan tersebut jelas melanggar hukum. Oleh karena itu, dia menyatakan tidak segan-segan menindak tegas bila mendapati dan mengetahui adanya masyarakat dengan sengaja melakukan pembakaran hutan dan lahan.
“Dampak dari karhutla ini sangat buruk, selain hutan atau perbukitan terlihat gundul, asap karhutla itu juga bisa mengganggu kualitas udara. Jadi tindakan sengaja membakar hutan dan lahan perlu ditindak tegas,” ungkapnya.
Terpisah, Anggota Komisi IV DPR RI dari Fraksi Partai NasDem, Cindy Monica dalam keterangan resmi menyatakan keprihatinan mendalam atas peristiwa karhutla di Kabupaten Lima Puluh Kota.
Dia merasa semakin mengkhawatirkan melihat kondisi di Lima Puluh Kota itu, dan dia mendesak pemerintah pusat segera mengirimkan bantuan helikopter pemadam guna mengatasi kebakaran di area yang sulit dijangkau oleh petugas darat.
“Kebakaran ini bukan hanya mengancam hutan dan lahan pertanian, tapi juga mulai mendekati kawasan padat penduduk dan jalur jalan raya. Ini situasi yang tidak bisa dianggap remeh,” tegasnya.
Cindy menilai pemadaman melalui udara adalah langkah yang paling realistis dan cepat, mengingat medan yang berat dan sulit ditembus oleh kendaraan darat, dan dia meminta pemerintah untuk segera mengoordinasikan dukungan lintas kementerian, termasuk Kementerian Kehutanan, serta Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB), agar respons cepat dan terpadu dapat segera dilakukan di daerah bencana.
“Ini bukan hanya soal lingkungan, tapi juga soal keselamatan warga dan ketahanan pangan kita. Jangan sampai karhutla ini berdampak panjang terhadap produksi pertanian dan kehidupan masyarakat di sana,” tutupnya.
