Bisnis.com, PADANG - Kantor Wilayah Direktorat Jenderal Perbendaharaan (DJPb) Provinsi Sumatra Barat mengungkapkan bahwa ketimpangan ekonomi di Sumbar masih lebih baik dari capaian nasional dengan rasio gini dan tingkat kemiskinan yang lebih rendah.
Kepala Kanwil DJPb Provinsi Sumbar yang juga menjabat sebagai Kepala Perwakilan Kemenkeu I Sumbar Mohammad Dody Fachrudin mengatakan sebelumnya Menkeu Sri Mulyani Indrawati telah menyampaikan bahwa jumlah transfer ke daerah (TKD) dari bendahara negara terus meningkat setiap tahunnya, tetapi ketimpangan tak kunjung berakhir. Namun khusus di Sumbar, kondisi ketimpangan ekonomi justru lebih baik.
“Kalau bicara TKD, memang Sumbar masih sangat bergantung dengan TKD yakni 79,05% pendapatan APBD gabungan se-Sumbar 2024 berasal dari TKD,” katanya, Jumat (11/7/2025).
Dia merinci untuk TKD pendapatan APBD gabung semua pemerintah daerah di Sumbar pada tahun 2024 itu mencapai Rp20,2 triliun, dan pendapatan APBD gabungan semua pemda di tahun 2024 sebesar Rp25,5 triliun.
Dody menyatakan kalau diperhatikan dari data terakhir BPS, ketimpangan ekonomi di Sumbar masih lebih baik dari capaian nasional, dengan Rasio Gini dan Tingkat Kemiskinan yang lebih rendah. Dimana Provinsi Sumbar itu gini rasionya terbaik ke-3 secara nasional, setelah Bangka Belitung (0,235) dan Kaltara (0,259).
“Kami melihat ketimpangan tertinggi terdapat di DKI Jakarta dengan gini ratio 0,431,” jelasnya.
Baca Juga
Melihat pada kondisi tingkat kemiskinan di Sumbar pada periode September 2024 turun dari 9,61% menjadi 5,42% dibandingkan periode Maret 2024. Kemudian untuk gini ratio yang juga masih pada periode September 2024 naik 1,41% dan menjadi 0,287 dibandingkan periode Maret 2024.
Sebelumnya dalam pemberintaaan Bisnis.com, Menkeu Sri Mulyani Indrawati menyatakan bahwa jumlah TKD dari bendahara negara terus meningkat setiap tahunnya, tetapi ketimpangan tak kunjung berakhir.
Menurutnya dalam 24 tahun terakhir atau sejak 2001 saat memasuki era desentralisasi fiskal, dana TKD naik signifikan dari Rp81,7 triliun menjadi Rp864,1 triliun pada 2025.
“Itu kenaikannya luar biasa. Jadi kalau tadi disampaikan masih ada ketimpangan, Ini padahal dengan transfer yang cukup besar ke daerah,” ujarnya.
Sri Mulyani menjelaskan bahwa transfer yang pemerintah lakukan pada dasarnya diharapkan dapat menyelesaikan permasalahan ketidakseimbangan antara pusat dan daerah (vertical imbalances) maupun antardaerah (horizontal imbalances).
Melihat outlook 2025, pemerintah diprediksi akan mengucurkan TKD, sekaligus Dana Desa di dalamnya, senilai Rp864,1 triliun atau 93,9% dari pagu awal senilai Rp919,9 triliun.
“[TKD] tahun 2025 ini sekarang mencapai Rp864 triliun, karena DAK Fisik untuk infrastruktur sekarang dilakukan direct dari pusat, untuk kemudian menjamin bahwa pelaksanaannya bisa dijalankan secara konsisten,” lanjutnya.
Hingga 30 Juni 2025 atau semester I, realisasi penyaluran TKD mencapai Rp400,6 triliun atau 43,5% dari pagu. Realisasi tersebut lebih tinggi dibandingkan semester I/2024 yang kala itu senilai Rp400,1 triliun.
Utamanya dipengaruhi oleh peningkatan penerimaan negara yang dibagihasilkan melalui Dana Bagi Hasil (DBH), peningkatan alokasi Dana Alokasi Umum (DAU), dan kinerja pemerintah daerah dalam memenuhi persyaratan penyaluran anggaran.
Pada tahun ini, dilakukan penyaluran TKD berbasis kinerja seperti DAU specific grant (SG) yang mendukung pemerataan layanan termasuk untuk PPPK.
Melalui DAU SG, Sri Mulyani memberikan syarat salur sehingga tidak diberikan cek kosong, namun harus memiliki atau mencapai syarat tertentu untuk dapat menerima TKD.
Selain itu, terdapat perubahan pola penyaluran DBH dari kuartalan menjadi bulanan, mendorong perbaikan kualitas belanja APBD melalui efisiensi—selayaknya pemerintah pusat yang juga efisiensi. Kemudian pada tahun ini pula, pemerintah menyalurkan Tunjangan Profesi Guru (TPG) secara langsung dari pusat, bukan lagi dari daerah.
Hal ini imbas penyaluran TPD di daerah yang kerap tidak tepat waktu. Terakhir, TKD pada tahun ini juga akan mendukung pembentukan Koperasi Desa Merah Putih. Adapun, secara perinci, realisasi TKD paling tinggi berasal dari Dana Keistimewaan D.I. Yogyakarta yang telah mencapai 66,7% hingga akhir semester I/2025.
Kemudian diikuti Dana Desa yang mencapai 53,9% dari pagu, serta DAU yang telah mencapai 50,4%. Sementara realisasi yang minim berasal dari Dana Otonomi Khusus yang baru mencapai 19,4% atau senilai Rp3,4 triliun dari total alokasi Rp17,5 triliun.