Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Jelajah Daulat Pangan 2025: Tantangan dan Inovasi Sumbar Meningkatkan Produktivitas Padi

Luas lahan baku sawah di Sumbar pada empat tahun terakhir terjadi penyusutan seluas 10.000 hektare, dari 194.000 hektare pada 2024 menjadi 184.000 hektare.
Seorang petani mencabut tanaman padi yang mati akibat sawah mengering di Desa Aur Duri Surantih, Kabupaten Pesisir Selatan, Sumatra Barat, Senin (4/11/2024). Bisnis/Muhammad Noli Hendra
Seorang petani mencabut tanaman padi yang mati akibat sawah mengering di Desa Aur Duri Surantih, Kabupaten Pesisir Selatan, Sumatra Barat, Senin (4/11/2024). Bisnis/Muhammad Noli Hendra

Bisnis.com, PADANG - Hamparan sawah yang ada di Provinsi Sumatra Barat dari tahun ke tahun memiliki ancaman alih fungsi lahan yang cukup mengkhawatirkan terhadap kondisi kedaulatan pangan di daerah penghasil beras premium di Indonesia ini.

Berdasarkan data Dinas Perkebunan Tanaman Pangan dan Hortikultura Provinsi Sumbar, melihat dari Peraturan Menteri ATR/BPN No. 2/2024, untuk luas lahan baku sawah yang ada di Sumbar pada empat tahun terakhir yakni dari tahun 2020-2024 terjadi penyusutan lahan baku sawah seluas 10.000 hektare, dari 194.000 hektare di tahun 2020 menjadi 184.000 hektare hingga tahun 2024, dengan produksi padi rata-rata per tahun 1,34 juta ton.

Sekretaris Dinas Perkebunan Tanaman Pangan dan Hortikultura Provinsi Sumbar Ferdinal Asmin mengatakan penyusutan lahan itu terjadi adanya alih fungsi lahan, mulai dari lahan di kawasan perkotaan hingga di kawasan pedesaan.

“Penyusutan lahan sawah di perkotaan itu karena adanya alih fungsi lahan sawah menjadi kawasan pemukiman atau perumahan baru, dan di kawasan pedesaan itu penyusutan terjadi akibat alih fungsi lahan dari padi ke jenis tanaman pangan lainnya,” kata Ferdinal, Selasa (10/6/2025).

Dari data dan pantauan di lapangan Pemprov Sumbar, alih fungsi lahan yang terjadi di kawasan perkotaan itu, karena berkembangnya pembangunan pemukiman, dan hal ini terjadi di satu sisi dapat dikatakan sebagai bentuk kemajuan dan pertumbuhan ekonomi. Namun kondisi yang demikian, sebenarnya tidak baik dibiarkan, karena dapat mengancam terhadap pangan di wilayah perkotaan itu.

Ferdinal menjelaskan untuk menghambat terjadi perluasan pemanfaatan sawah jadi kawasan pemukiman itu, sebenarnya telah ada regulasinya melalui Peraturan Daerah (Perda) Provinsi Sumatra Barat Nomor 4 Tahun 2020 Penyelenggaraan Perlindungan Lahan Pertanian Pangan Berkelanjutan. Tapi yang terjadi di lapangan, Perda dimaksud ternyata belum berperan sesuai harapan, karena belum seluruh pemerintah kabupaten dan kota di Sumbar menindaklanjuti Perda tersebut.

“Dari 19 kabupaten dan kota di Sumbar, 10 daerah sudah menindaklanjutinya, sementara 9 daerah lagi sampai saat ini statusnya masih menunggu. Kami berharap seluruh daerah Sumbar mempedomani Perda No/4/2020 itu, sehingga tidak ada lagi sawah yang alih fungsi lahan,” tegasnya.

Menurutnya tindak lanjut dari Perda yang dimaksud yakni perlu adanya rencana tata ruang wilayah (RTRW) di masing-masing kabupaten dan kota, dan melalui RTRW tersebut akan muncul tentang lahan sawah yang dilindungi (LSD). Karena dengan adanya LSD, akan memberikan jaminan hamparan tidak akan ada celah dialihfungsikan menjadi kawasan pemukiman penduduk dan alih fungsi tanaman pangan lainnya.

Keberadaan LSD ini juga telah ditetapkan oleh Menteri ATR/BPN untuk dijaga kelestariannya dan tidak dialihfungsikan ke penggunaan lain. Dimana untuk penetapan LSD bertujuan untuk menjaga ketersediaan lahan pertanian, khususnya lahan sawah, guna memastikan ketahanan pangan nasional dalam jangka panjang.

Karena memang konsep LSD ini muncul sebagai respons terhadap ancaman alih fungsi lahan pertanian yang semakin meningkat akibat kebutuhan untuk pembangunan infrastruktur, permukiman, industri, serta sektor lainnya. Apabila tidak dikendalikan, alih fungsi lahan sawah dapat mengancam produksi pangan nasional dan berpotensi menimbulkan ketergantungan terhadap impor bahan pangan.

“Di Sumbar, untuk LSD ini tengah disiapkan. Kalau LSD ini keluar, maka 184 ribu hektare lahan baku sawah akan dilindungi, dan begitupun untuk pengawasan dan soal izin penggunaan lahan sawah selain dari untuk menanam padi  juga akan diperketat,” jelasnya.

Selain menanti adanya LSD, Ferdinal menyebutkan saat ini memang Pemprov Sumbar berupaya untuk meningkatkan produktivitas padi, agar bisa berperan dalam mewujudkan program nasional yakni tentang Indonesia swasembada pangan. 

Sumbar dengan produksi padi sebesar 1,34 juta ton per tahun, yang bila dikonversi menjadi beras menjadi 800.000 ton lebih, dan bila dihitung dari kebutuhan beras di Sumbar rata-rata per tahun itu sekitar 600.000 hingga 700.000 ton, dan artinya Sumbar surplus beras.

“Meski beras Sumbar surplus, bukan berarti kami menutup mata terkait adanya alih fungsi lahan itu. Malah kami ingin produksi padi ini terus ditingkatkan dari tahun ke tahun, karena selain memperkuat kebutuhan beras di Sumbar, dampak dari meningkatnya produksi padi, dapat memberikan dampak ekonomi dan kesejahteraan kepada petani, karena hasil produksi bisa dijual ke luar daerah, baik wilayah Pulau Sumatra maupun hingga ke berbagai daerah di Indonesia lainnya,” ungkap dia.

Dikatakannya saat ini indeks pertanaman (IP) padi di Sumbar, 2 kali hingga 3 kali per tahun dengan produksi 4,6 ton per hektarnya. Kondisi ini bukanlah jumlah maksimal, dan bahkan bisa dinaikan menjadi 6-9 ton per hektarnya. Caranya itu yakni adanya inovasi yang dikenal dengan Sawah Pokok Murah.

Inovasi Peningkatan Produksi Padi

Ferdinal menjelaskan bahwa Pemprov Sumbar telah melakukan uji coba menerapkan program Sawah Pokok Murah pada 54 petak sawah yang tersebar di sejumlah daerah. Hasilnya, rata-rata produksi padi mendapatkan angka yang maksimal yakni 6-9 ton per hektare nya.

Inovasi ini digagas oleh mantan Kepala Dinas Pertanian Sumbar Ir. Jhoni (2006-2015 ) yang saat ini menjalani masa pensiun dengan mendirikan sebuah komunitas Dangau Inspirasi yang kemudian menjadi Yayasan Dangau Inspirasi Riset dan Pengembangan Pedesaan (DIRPP) yang berada di Kota Padang.

“Sawah Pokok Murah ini belum bisa saya sampaikan secara detail, karena dalam waktu dekat konsep ini akan dibahas bersama Gubernur Sumbar, dengan harapan Sawah Pokok Murah menjadi solusi untuk petani meningkatkan produktivitas serta dapat menekan biaya bertani,” ucapnya.

Menurutnya Sawah Pokok Murah kedepan akan menjadi salah satu program Pemprov Sumbar dalam meningkatkan produktivitas padi, karena ada sekitar 54% petani di Sumbar (770 rumah tangga tani) ini merupakan petani gurem, dan 80% nya adalah tanaman pangan.

“Persoalan yang dihadapi petani gurem soal biaya, sudah lah lahan kecil, kebutuhan biaya tani malah tinggi, mulai dari proses pra tanam hingga pasca panen, karena ada biaya upah buruh tani juga yang akan dikeluarkan. Nah, Sawah Pokok Murah ini solusinya,” ujar dia.

Dukungan Anggaran Sektor Pertanian

Selain adanya langkah inovasi untuk meningkatkan produktivitas padi, Pemprov Sumbar juga memberikan perhatian yang serius terhadap sektor pertanian ini, terlebih sektor pertanian menjadi sumber pertumbuhan ekonomi terbesar di Sumbar.

Ferdinal menyebutkan dukungan alokasi anggaran dari APBD Sumbar ini, untuk tahun 2025 senilai Rp150 miliar hingga Rp170 miliar per tahunnya, dan sebagian besarnya digunakan untuk keperluan petani. Dari anggaran itu, ditetapkan alokasi berupa bantuan benih padi berbagai varietas lokal, pupuk, dan alsintan, serta perbaikan infrastruktur penunjang pertanian.

Melihat dari tahun 2024 bantuan benih padi itu sebanyak 300 ribu benih dengan berjenis varietas lokal seperti bujang marantau, anak daro, cisokan, dan lainnya. 

Kemudian ada alsintan, dari data tahun 2022-2024 sekitar 4.000-an unit, mulai dari mesin pemotong, mesin bajak, dan lainnya yang bisa digunakan sebelum dan sesudah panen. Dimana untuk distribusi bantuan itu, per tahunnya sebanyak 2.000 kelompok tan, dan dilakukan secara bertahap dari tahun ke tahun.

“Sumbar punya 21 ribu kelompok tani, kalau dikali 20, maka ada 400 ribu rumah tangga petani, sementara ada 770 rumah tangga petani. Jadi masih ada 50% lagi petani tidak tergabung di dalam kelompok tani, hal ini terjadi karena terbatasnya SDM atau latar pendidikan tani untuk menjalankan sebuah kelompok tani,” sebutnya.

Bantuan ini disebarkan ke sejumlah kabupaten dan kota, dan yang menjadi sentra padi di Sumbar ini terdapat di Kabupaten Pesisir Selatan, Solok, Tanah Datar, dan Agam, karena di daerah itu produksi padi di atas 100.000 ton per tahunnya.


Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel

Editor : Ajijah
Bisnis Indonesia Premium.

Dapatkan informasi komprehensif di Bisnis.com yang diolah secara mendalam untuk menavigasi bisnis Anda. Silakan login untuk menikmati artikel Bisnis Indonesia Premium.

Artikel Terkait

Berita Lainnya

Berita Terbaru

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

# Hot Topic

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Rekomendasi Kami

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Foto

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Scan QR Code Bisnis Indonesia e-paper