Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Jelajah Daulat Pangan 2025: Dulu Tanam Buah Kini Petani di Pekanbaru Beralih ke Jagung

Kelompok Tani (Poktan) Amara Jaya kini beralih menanam jagung pipil sebagai bagian dari dukungan terhadap program ketahanan pangan nasional.
Fahrul Azis, Koordinator Poktan Amara Jaya menunjukkan tanaman jagung hasil budidaya petani di Pekanbaru, Riau, Rabu (11/6/2025). Bisnis/Arif Gunawan
Fahrul Azis, Koordinator Poktan Amara Jaya menunjukkan tanaman jagung hasil budidaya petani di Pekanbaru, Riau, Rabu (11/6/2025). Bisnis/Arif Gunawan

Bisnis.com, PEKANBARU — Setelah lebih dari dua dekade fokus pada budi daya buah-buahan seperti melon, semangka, dan cabai, sekelompok petani di Pekanbaru mulai melakukan transformasi besar dalam pola tanam mereka. 

Kelompok Tani (Poktan) Amara Jaya kini beralih menanam jagung pipil sebagai bagian dari dukungan terhadap program ketahanan pangan nasional.

"Kami sebelumnya menanam jagung manis dan buah-buahan. Tapi setelah berkoordinasi dengan pemerintah, kami diarahkan untuk menanam jagung pipil. Melalui CSR dari PT Budi Tani, kami dapat anggaran untuk membeli bibit dan saat ini kami mengelola sekitar 18 hektare lahan dimana 11 hektare di antaranya sudah kami tanami sejak tiga bulan lalu," ujar Fahrul Azis, Koordinator Poktan Amara Jaya kepada tim Jelajah Daulat Pangan 2025, Rabu (11/6/2025).

Menurutnya program ini merupakan sinergi antara petani dengan Dinas Pertanian Kota Pekanbaru, Dinas Ketahanan Pangan Kota Pekanbaru, Bulog Riau Kepri, dan pihak kepolisian. 

Polri menurutnya ikut mengawal proses pelaksanaan program CSR dari perusahaan agar tepat sasaran dan berjalan lancar di lapangan.

Azis menyebutkan anggota Poktan yang berjumlah 23 orang sebelumnya adalah petani mandiri yang terbiasa menanam buah dan sayur. Dengan pola tanam baru ini, para petani berharap hasil panen bisa lebih menjanjikan secara ekonomi.

"Kalau sesuai prediksi, bisa dapat 10–12 ton jagung per hektare. Bulog juga sudah siap menampung hasil panen kami jika kualitasnya sesuai standar mereka, dan mereka mengapresiasi hasil kami," ungkapnya.

Namun, tantangan besar yang masih dihadapi petani adalah keterbatasan alat dan mesin pertanian (alsintan). Seluruh proses budi daya—dari pembajakan hingga penanaman—masih dilakukan secara manual, yang memakan waktu dan tenaga.

"Biasanya seminggu selesai membajak, tapi karena manual jadi sebulan. Ini menghambat persiapan tanam," keluh Fahrul.

Soal harga jual, petani mengaku telah memiliki pasar tetap. Agen membeli langsung di lokasi dengan harga Rp5.000 per kilogram, sedangkan bila dijual ke Bulog bisa mencapai Rp5.500 per kilogram di gudang.

Fahrul menyatakan pihaknya siap memperluas budidaya jagung di Pekanbaru bila ada dukungan lahan tambahan. "Kalau ada yang menyediakan lahan, kami siap lanjut menanam jagung. Ini sangat potensial untuk keberlanjutan ketahanan pangan daerah," pungkasnya.

Dukungan Bulog 

Perum Bulog Kantor Wilayah Riau dan Kepulauan Riau terus memperkuat perannya dalam mendukung ketahanan pangan, termasuk dari komoditas jagung. Meski masih menghadapi berbagai kendala teknis dan struktural, Bulog berkomitmen mendorong petani jagung lokal agar hasil panennya bisa terserap dan memberi nilai tambah secara ekonomi.

Pimpinan Wilayah Bulog Riau-Kepri Ismed Erlando mengungkapkan saat ini Bulog Riau-Kepri diberi target penyerapan jagung sebanyak 100 ton, jumlah yang disesuaikan dengan kondisi awal pengembangan komoditas jagung di daerah tersebut.

"Kami terus berkoordinasi dengan Polda Riau dan jajarannya untuk memetakan wilayah yang sedang tanam atau akan panen jagung. Di Kampar kami sudah menyerap sekitar 2 ton, sementara di Dumai kami hadir saat panen raya, namun belum bisa menyerap karena jagung belum dipipil," ungkap Ismed.

Menurut Ismed, tantangan utama yang dihadapi saat ini adalah keterbatasan peralatan pasca panen seperti mesin pemipil jagung dan dryer. Banyak petani di Riau masih menjual jagung dalam bentuk segar karena tidak memiliki sarana untuk mengolahnya menjadi jagung pipilan kering dengan kadar air 14%—standar yang disyaratkan Bulog untuk proses pembelian.

Di Pekanbaru, Bulog juga menjalin komunikasi dengan petani namun belum dapat menyerap produksi karena kendala serupa. "Jagung masih dijual segar, dan Bulog tidak memiliki alat pengolahan. Kami hanya bisa menyerap jagung pipilan kering di pintu gudang," jelas Ismed.

Meski masih terbatas dari sisi volume serapan, Bulog melihat antusiasme petani untuk menanam jagung cukup tinggi. Ismed menilai banyak lahan-lahan kosong di sekitar areal perkebunan sawit yang potensial ditanami jagung, namun perlu didukung dengan fasilitas yang memadai.

"Kami berharap pemerintah pusat dapat membangun minimal satu pabrik dryer jagung di Riau. Jika tersedia fasilitas pengolahan pascapanen, kami yakin petani akan semakin bergairah menanam jagung," katanya.

Bulog juga menyebutkan penting bagi pemangku kepentingan di tingkat pusat maupun daerah untuk mendukung investasi dan penyediaan sarana pengolahan jagung sebagai bagian dari upaya membangun kemandirian pangan daerah dan mendukung diversifikasi sumber pangan nasional.


Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel

Penulis : Arif Gunawan
Editor : Ajijah
Bisnis Indonesia Premium.

Dapatkan informasi komprehensif di Bisnis.com yang diolah secara mendalam untuk menavigasi bisnis Anda. Silakan login untuk menikmati artikel Bisnis Indonesia Premium.

Artikel Terkait

Berita Lainnya

Berita Terbaru

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

# Hot Topic

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Rekomendasi Kami

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Foto

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Scan QR Code Bisnis Indonesia e-paper