Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Sumatra Utara Kembali Alami Deflasi pada Agustus 2024

BPS Sumut melaporkan bahwa Sumatra Utara kembali mengalami deflasi pada Agustus 2024 sebesar 0,14% secara bulanan.
Ilustrasi pemetik kopi di Sumatra. Bisnis/Husnul
Ilustrasi pemetik kopi di Sumatra. Bisnis/Husnul

Bisnis.com, MEDAN -- Badan Pusat Statistik Sumatra Utara (BPS Sumut) melaporkan bahwa wilayah terpadat di Sumatra itu kembali mengalami deflasi pada Agustus 2024 sebesar 0,14% secara bulanan (month-to-month/mtm). Penurunan ini melanjutkan tren deflasi yang terjadi pada Juli 2024, yang tercatat lebih dalam, mencapai 0,82% (mtm), terutama dipicu oleh penurunan harga sejumlah komoditas pangan utama seperti bawang merah dan cabai merah keriting.

Sebagai konteks, deflasi adalah suatu periode di mana harga-harga secara umum mengalami penurunan dan nilai uang bertambah. 

Menurut data dari Pusat Informasi Harga Pangan Strategis (PIHPS), harga cabai merah keriting di pasar tradisional sempat mencapai Rp61.000 per kg pada Juni lalu, namun terus mengalami penurunan hingga mencapai sekitar Rp34.000 per kg pada akhir Agustus. Begitu pula dengan bawang merah, yang pada Juli 2024 sempat berada di kisaran harga Rp40.000 per kg, namun turun menjadi Rp28.000 per kg di akhir Agustus.

Asim, Kepala BPS Sumut, menjelaskan bahwa deflasi yang terjadi selama tiga bulan berturut-turut ini disebabkan oleh produksi yang berlebih pada beberapa komoditas utama seperti bawang merah dan cabai merah, yang menjadi penyumbang utama deflasi di Sumatra Utara.

"Tiga bulan berturut-turut kita deflasi, ini karena kita sedang banyak produksi untuk beberapa komoditas utama seperti bawang merah dan cabai merah, yang menyumbang deflasi bagi kita di Sumut," ujar Asim di Medan, Senin (2/9/2024).

Asim menambahkan, penurunan harga ini menjadi kabar baik bagi konsumen, karena harga kebutuhan dapur menjadi lebih terjangkau, terutama di tengah tekanan daya beli masyarakat saat ini.

"Ini sangat membantu sebagian besar masyarakat kita dengan harga-harga yang lebih terjangkau," katanya.

Namun, di sisi lain, penurunan harga komoditas hortikultura ini berdampak pada nilai tukar petani (NTP). Asim mencatat, NTP untuk petani hortikultura mengalami penurunan sebesar 3,08% dari bulan Juli, dengan NTP tercatat pada angka 91,53 pada Agustus 2024. Sebaliknya, NTP untuk petani tanaman pangan dan perkebunan rakyat seperti sawit justru meningkat masing-masing sebesar 1,23% dan 2,93%.

Asim menilai, pemerintah perlu memberikan perhatian lebih terhadap penurunan NTP petani hortikultura untuk memastikan harga panen tetap terjaga dan para petani tidak merugi.

"Kita harus memperhatikan para petani agar saat panen harga tetap terjaga. Peran pemerintah penting di sini untuk memberikan kontribusi agar para petani kita tetap bisa berdaya dan menjual dengan harga yang pantas," tandasnya.


Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel

Penulis : Delfi Rismayeti
Konten Premium

Dapatkan informasi komprehensif di Bisnis.com yang diolah secara mendalam untuk menavigasi bisnis Anda. Silakan login untuk menikmati artikel Konten Premium.

Artikel Terkait

Berita Lainnya

Berita Terbaru

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

# Hot Topic

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Rekomendasi Kami

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Foto

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Scan QR Code Bisnis Indonesia e-paper