Bisnis.com, PADANG — Provinsi Sumatra Barat sebagai daerah penghasil komoditas gambir terbesar di Indonesia sampai saat ini belum memiliki acuan harga sehingga menyebabkan tidak menentunya nilai harga yang dipatok eksportir.
Komisi Pengawas Persaingan Usaha (KPPU) menduga celah tidak ada aturannya acuan harga itulah yang kini dimanfaatkan oleh sejumlah eksportir gambir yang ada di Sumbar.
"Kami sudah menyelidiki soal eksportir gambir di Sumbar ini. Kesimpulannya, kami belum bisa menyatakan apakah kartel atau tidak. Karena tidak ada acuan harganya," kata Kepala KPPU Kantor Wilayah I Ridho Pamungkas ketika dihubungi, Minggu (7/7/2024).
Dia menyebutkan soal acuan harga gambir itu, bisa belajar kepada kondisi acuan harga komoditas kelapa sawit, yang disepakati melalui rapat sejumlah petani dan pemerintah sehingga ada keputusan harga tandan buah segar (TBS).
Menurutnya jika Pemprov Sumbar tidak membuat sebuah aturan dalam hal penetapan harga gambir tersebut, maka kondisi harga gambir sulit untuk membaik atau naik, karena ada celah yang bisa dimanfaatkan para eksportir.
"Seandainya ada acuan harganya melalui sebuah aturan, dan petani pun telah memperbaiki kualitasnya, dan bila kondisi harganya masih anjlok, maka KPPU akan mudah untuk memastikan kondisi yang terjadi itu," ungkapnya.
Baca Juga
Tidak hanya itu, KPPU juga meminta kepada Pemprov Sumbar turut mengatur regulasi soal penjualan gambir, dimana gambir yang dijual itu bukan dalam bentuk daun.
Hal ini dikatakannya, karena adanya mendapatkan informasi bahwa ada petani di Sumbar yang jual daun gambir ke salah satu pabrik yang dimiliki oleh eksportir India. Padahal cara tersebut bisa merugikan petani.
"Jadi kunci dari persoalan gambir di Sumbar ini, harus ada pedoman atau acuan harga nya. Sehingga mulai dari pengepul sampai ke eksportir itu tidak lagi bermain harga," sebut Ridho.
Salah seorang petani gambir di Pesisir Selatan, Irol mengatakan bahwa dalam waktu sepekan ini harga di tingkat petani Rp33.000 per kilogram nya. Harga tersebut dinilai turun bila dibandingkan akhir bulan Juni 2024 lalu yang harga menyentuh Rp38.000 per kilogramnya.
"Kalau dilihat awal-awal gambir dikembangkan di Sumbar ini, harganya dulu bisa menyentuh Rp75.000 pe kilogram, bahkan bila dijual kering bisa Rp100.000 per kilogram. Itu belasan tahun lalu. Kalau sekarang, jauh sekali nilai harganya, entah apa sebabnya," ujarnya.
Menurut Irol melihat dari proses untuk memproduksi gambir itu, idealnya harga gambir itu Rp50.000 per kilogram. Hal ini menghitung dari modal produksi dan biaya buruh, dan demikian petani bisa menyisihkan sedikit uang untuk ditabung.
"Kalau harga Rp33.000 per kilogram ini, palingan cukup untuk kebutuhan sehari-hari, sulit untuk bisa menyisihkan uang untuk ditabung," tegasnya.
Untuk diketahui, menurut data dari Kementerian Koordinator Bidang Perekonomian RI, Indonesia merupakan pemasok 80% komoditas gambir di pasar dunia. Permintaan gambir dari India sebagai negara tujuan utama ekspor gambir juga terus meningkat hingga mencapai 13.000-14.000 ton per tahun.
Selain ke India, pasar ekspor gambir Indonesia meliputi negara Jepang, Pakistan, Filipina, Bangladesh, serta Malaysia.
Kemudian Sumbar menjadi daerah pemasok komoditas gambir terbesar di Indonesia yakni mencapai 80% - 90% dari total produksi gambir nasional.
Data dari Dinas Perkebunan Tanaman Pangan dan Hortikultura Provinsi Sumbar mencatat kawasan perkebunan gambir di Sumbar tersebar di sejumlah daerah. Mulai dari Kabupaten Limapuluh Kota, Pesisir Selatan, dan sedikit ada di Kabupaten Agam dan Pasaman.
Untuk Kabupaten Limapuluh Kota, bila dilihat di tahun 2021 itu dari luas lahan 17.547 ha produksinya 7.845 ton, lalu di tahun 2022 luas lahannya 17.535 ha dengan produksi sebesar 8.320 ton per tahunnya.
Selanjutnya di Kabupaten Pesisir Selatan, terhitung pada tahun 2021 itu dari luas lahan gambir 9.991 ha produksinya sebanyak 5.875 ton, dan di tahun 2022 produksi gambir di Pesisir Selatan ini dari luas lahan 10.324 ha mampu memproduksi 7.227 ton gambir per tahunnya.
Sementara di Kabupaten Agam, luas lahan perkebunan gambir terbilang cukup kecil yakni 523 ha dengan produksi 123 ton per tahunnya di tahun 2021. Lalu di tahun 2022 gambir yang ada di Agam mengalami penurunan dibandingkan 2021 yakni menjadi 496 ha dengan produksi 122 ton per tahunnya.
Begitupun dengan Kabupaten Pasaman, pada tahun 2021 luas lahan gambir di Pasaman 377 ha dengan produksi terbilang kecil yakni 88 ton, dan di tahun 2022 terjadi peningkatan produksi gambir di Pasaman dari luas lahan 125,93 ha produksinya bisa menyentuh 125 ton per tahunnya.