Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Pemprov Riau Tertibkan TNTN dengan Pendekatan Manusiawi, Fokus Relokasi Warga

Pemprov Riau menegaskan komitmennya untuk menertibkan kawasan Taman Nasional Tesso Nilo (TNTN) di Kabupaten Pelalawan dengan pendekatan persuasif dan manusiawi
Petugas di bawah koordinasi Satgas PKH dan Kemenhut memulai pemulihan kawasan TNTN dengan menumbangkan tanaman sawit di lahan seluas 401 hektare di Kabupaten Pelalawan, Riau, Ahad (29/6/2025). ANTARA/HO-Kemenhut
Petugas di bawah koordinasi Satgas PKH dan Kemenhut memulai pemulihan kawasan TNTN dengan menumbangkan tanaman sawit di lahan seluas 401 hektare di Kabupaten Pelalawan, Riau, Ahad (29/6/2025). ANTARA/HO-Kemenhut

Bisnis.com, PEKANBARU – Pemerintah Provinsi (Pemprov) Riau menegaskan komitmennya untuk menertibkan kawasan Taman Nasional Tesso Nilo (TNTN) di Kabupaten Pelalawan dengan pendekatan persuasif dan manusiawi. 

Fokus utama adalah merelokasi warga yang telah lama tinggal dan menggantungkan hidup di kawasan tersebut, sambil menegakkan aturan terhadap perambahan ilegal, termasuk yang difasilitasi oleh pihak tertentu atau cukong.

Gubernur Riau Abdul Wahid menjelaskan bahwa langkah awal penertiban dilakukan melalui inventarisasi lahan dan penduduk di TNTN. Pendataan ini menjadi dasar untuk menyusun strategi relokasi yang adil dan tidak memicu konflik sosial. “Saat ini masih persuasif. Jika tidak bisa persuasif, baru akan diambil tindakan tegas,” ujar Wahid, Kamis (10/7/2025).

Pemprov Riau, bekerja sama dengan Kementerian Agraria dan Tata Ruang/Badan Pertanahan Nasional (ATR/BPN) dan Kementerian Transmigrasi, sedang menyusun peta jalan penanganan TNTN. Relokasi direncanakan menggunakan skema transmigrasi lokal, dengan lahan baru yang sedang dicari oleh BPN. 

Fokus relokasi hanya untuk warga asli yang terdata resmi, bukan mereka yang masuk secara ilegal melalui cukong. “Warga yang dibawa cukong, itu tanggung jawab cukong. Untuk warga asli tanpa penghasilan lain, boleh panen sekali sebagai modal,” ujarnya.

Wahid menambahkan, anggaran dan kebutuhan dasar relokasi, seperti rumah, lahan garapan, serta akses pendidikan dan kesehatan, sedang disusun bersama Kementerian Transmigrasi. “Kita berangsur-angsur menertibkan. Kebutuhan anggaran dan fasilitas sedang disusun untuk dilaporkan ke Kementerian Pertanahan,” katanya.

Sebagai bagian dari penataan kawasan, Pemprov Riau mengimbau sekolah-sekolah di dalam TNTN, seperti SDN 019 Sei Dolik, SDN 020 Toro Jaya, SDN 021 Kualo Onangan, SMPN 6 Ukui di Desa Lubuk Kembang Bunga, Kecamatan Ukui, serta SDN 030 Kesuma Makmur di Desa Bukit Kesuma, Kecamatan Pangkalan Kuras, untuk tidak menerima siswa baru. Langkah ini bertujuan mengendalikan aktivitas permukiman di kawasan konservasi.

Namun, pemerintah memastikan siswa yang sudah terdaftar dapat menyelesaikan pendidikan hingga lulus, agar hak pendidikan tetap terjamin. 

“Kita antisipasi agar siswa baru mendaftar di sekolah luar kawasan. Yang sudah bersekolah di sana boleh lulus dulu,” jelas Wahid. Gubernur juga menegaskan tidak semua desa di sekitar TNTN masuk kawasan hutan, sehingga alternatif pendidikan tersedia di luar wilayah konservasi.

Wakil Komandan Satgas Penertiban Kawasan Hutan (PKH), Brigjen TNI Dodi Triwinarto, menyebutkan bahwa sekitar 4.000-5.000 penduduk tinggal di TNTN, dengan keberadaan sekolah negeri yang didirikan karena orang tua siswa bekerja di kawasan tersebut. 

“Ada sekolah SD dan SMP di sana. Kami sedang mendata sekolah jarak jauh yang mungkin masih beroperasi,” ujarnya. Tim Percepatan Pemulihan Pasca Penguasaan (TP4) TNTN, dengan 380 personel, telah bekerja selama enam minggu untuk memetakan data penduduk dan fasilitas.

Penertiban TNTN merupakan bagian dari upaya memulihkan fungsi kawasan sebagai habitat penting gajah dan harimau Sumatera. Satgas PKH telah menguasai kembali 81.793 hektare lahan yang sebelumnya dirambah secara ilegal, termasuk untuk kebun sawit. 

Sebanyak 400 Sertifikat Hak Milik (SHM) telah dicabut, dan pemusnahan kebun sawit ilegal telah dimulai, di antaranya seluas 401 hektare pada 29 Juni 2025 dan 311 hektare pada 2 Juli 2025. Pemerintah juga melakukan reforestasi dengan menanam pohon cepat tumbuh untuk mengembalikan tutupan hutan. 

“Hampir 1.000 hektare telah dipulihkan dengan pendekatan dialog, humanis, dan persuasif,” kata Dodi. Namun, tantangan berupa 1.758 SHM yang diterbitkan akibat kesalahan administrasi masa lalu, termasuk SK Bupati periode 1999-2006, masih dievaluasi oleh Kementerian ATR/BPN.


Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel

Penulis : Arif Gunawan
Editor : Ajijah
Bisnis Indonesia Premium.

Dapatkan informasi komprehensif di Bisnis.com yang diolah secara mendalam untuk menavigasi bisnis Anda. Silakan login untuk menikmati artikel Bisnis Indonesia Premium.

Artikel Terkait

Berita Lainnya

Berita Terbaru

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

# Hot Topic

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Rekomendasi Kami

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Foto

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Scan QR Code Bisnis Indonesia e-paper