Bisnis.com, PEKANBARU — Di balik jalur ekonomi yang sibuk melintasi Riau, jalanan yang berlubang dan rusak parah menjadi keluhan harian masyarakat.
Namun, bagi Gubernur Riau Abdul Wahid, kerusakan jalan bukan sekadar soal aspal dan beton—melainkan soal tanggung jawab bersama. Terutama, tanggung jawab para pelaku usaha.
Wahid mengatakan perusahaan harus ikut menjaga kualitas jalan. Pasalnya, kendaraan Over Dimension Over Load (ODOL) disebut menjadi biang kerok kerusakan infrastruktur jalan yang seharusnya bertahan dua dekade, namun kini ambruk dalam hitungan bulan.
“Kami pemda ini membangun jalan yang seharusnya tahan 20 tahun, ternyata karena ODOL cuma tahan 2 bulan. Nah, inilah beban ekonomi yang harus kami tanggung akibat dari aktivitas yang tidak taat aturan,” ungkapnya, Senin (16/6/2025).
Wahid menegaskan, ia tak menentang geliat ekonomi yang melibatkan pergerakan logistik, tapi ia mengajak perusahaan untuk melihat dampaknya secara luas. Jika jalan rusak, aktivitas ekonomi mereka sendiri yang akan terganggu.
Karena itu pihaknya meminta komitmen dari pengusaha, di saat pemda tidak melarang aktivitas ekonomi. Namun diharapkan ada perhatian misalnya kalau ada jalan rusak, perusahaan juga akan kesulitan.
Baca Juga
Lebih dari sekadar imbauan, Wahid juga menyodorkan solusi konkret. Bersama Kapolda Riau, ia telah menyepakati penghapusan biaya mutasi kendaraan untuk memudahkan perusahaan memindahkan armada ke wilayah hukum Riau.
“Kami sudah sepakat mutasi kendaraan dibebaskan dari biaya. Oleh karena itu, segeralah diurus agar kendaraan-kendaraan yang beroperasi sesuai dengan standar dan legalitas di daerah,” katanya.
Ia juga menyinggung peran kontraktor pihak ketiga yang seringkali menjadi lubang kendali dalam operasional angkutan berat.
Wahid meminta perusahaan induk menetapkan syarat tegas pada rekanan mereka, termasuk memastikan armada berstandar dan berplat BM (Riau), sebagai bentuk kontribusi langsung ke daerah.
Lebih lanjut, Wahid mewacanakan pendekatan struktural yang lebih keras. Ia telah berdiskusi dengan Menteri Lingkungan Hidup agar pelanggaran terkait ODOL dan kontribusi perusahaan terhadap infrastruktur dimasukkan dalam penilaian Program Penilaian Peringkat Kinerja Perusahaan (Proper)—yang selama ini menilai kinerja lingkungan perusahaan.
“Saya sudah izin ke Menteri Lingkungan Hidup. Jika ini nanti tidak juga diindahkan, maka saya akan memasukkan dalam PROPER-nya penilaian tentang bagaimana perusahaan ikut memelihara jalan,” tegasnya.
Langkah ini dinilai sejalan dengan misi membangun budaya industri yang bukan hanya berorientasi pada profit, tetapi juga peduli terhadap keberlanjutan lingkungan dan infrastruktur publik.
“Untuk apa kami memungut pajak dari Bapak dan Ibu? Untuk memelihara jalan, agar masyarakat dan pelaku usaha bisa menikmati infrastruktur yang baik. Maka saya ajak secara persuasif agar kita mengikuti seluruh aturan ini,” pungkasnya.
Pendekatan Gubernur Wahid yang menggabungkan persuasi, insentif, dan tekanan regulatif ini mencerminkan arah baru dalam tata kelola pembangunan yang lebih kolaboratif dan berkelanjutan.