Bisnis.com, PADANG - Rencana pembangunan pembangkit listrik tenaga surya (PLTS) Terapung di Danau Singkarak, Provinsi Sumatra Barat, hingga pekan pertama Mei 2025 ini masih belum mendapat persetujuan dari masyarakat dan kondisi ini turut menimbulkan kekhawatiran wajah investasi Ranah Minang di kancang Internasional.
Plt Kepala Dinas ESDM Sumbar Mitro Wardoyo mengatakan sekitar satu bulan yang lalu dan pada Kamis (8/5), masyarakat dari wilayah Batipuh Selatan, Kabupaten Tanah Datar, yang tinggal di pinggiran Danau Singkarak yang merupakan lokasi rencana pembangunan PLTS Terapung, telah melakukan pertemuan bersama Pemprov Sumbar dan juga di DPRD Sumbar.
“Hal yang dibahas dari beberapa kali pertemuan itu, masyarakat masih tetap tidak setuju adanya pembangunan PLTS Terapung di Danau Singkarak. Intinya itu, masyarakat masih kokoh dengan pendapat dan keinginannya menolak adanya PLTS Terapung itu,” katanya kepada Bisnis di Padang, Kamis (8/5/2025).
Dia menyampaikan ada banyak hal yang menjadi alasan masyarakat sampai saat ini tetap menolak adanya pembangunan PLTS Terapung tersebut. Mulai dari soal kekhawatiran dampak lingkungan yang mengganggu populasi ikan bilih yang merupakan ikan endemik di Danau Singkarak, dimana ikan bilih itu menjadi sumber mata pencaharian sebagian masyarakat di sekitar danau.
Alasan lainnya adalah masyarakat mengatakan pembangkit listrik tenaga air (PLTA) yang telah lama ada di Danau Singkarak itu, dan dari yang dilihat masyarakat selama ini, PLTS dimaksud telah menimbulkan dampak lingkungan yang buruk, sehingga membuat hasil tangkapan nelayan di Danau Singkarak menurun, dan berdampak buruk pada populasi ikan bilih.
“Kata masyarakat, yang dulu saja (PLTA) sudah begitu dampaknya, apalagi nanti dibangun PLTS Terapung pula. Padahal, PLTS Terapung bukanlah seperti yang dikhawatirkan masyarakat, dan kami bersama Indonesia Power dan Acwa Power telah memberikan pemahaman, tapi belum sesuai harapan,” ujarnya.
Baca Juga
Wardoyo bilang dari setiap pertemuan dengan masyarakat dan mendengar berbagai alasan dan keluhan masyarakat terhadap PLTS Terapung itu, selaku pemerintah daerah tidak bisa bersuara banyak atau memaksakan kehendak pemerintah untuk tetap melanjutkan pembangunan PLTS Terapung tersebut.
Artinya di dalam sebuah pembangunan yang sifatnya ada investor luar negeri itu, hal yang perlu diciptakan adalah suasana yang kondusif dan saling mendukung. Oleh karena itu, terkait penolakan tersebut, pemerintah daerah sifatnya lebih kepada memberikan pemahaman, tanpa ada niat untuk memaksa investasi tetap dilanjutkan.
Akan tetapi, dengan adanya sejumlah informasi yang didapatkan dari masyarakat itu, kata Wardoyo, di satu sisi turut memberikan catatan penting bagi pemerintah daerah untuk mengambil langkah alternatif atau solusi dari persoalan tersebut. Karena yang namanya begitu kuat pendirian masyarakat menolak, maka pemerintah daerah bersama investor perlu mengancang-ancang langkah selanjutnya yang perlu diambil.
“Kami memang telah membicarakan soal langkah alternatif lain yang dilakukan, namun baru sebatas rencana. Langkahnya bukan untuk membatalkan pembangunan PLTS Terapung di Sumbar, tapi lebih kepada harus ada cara agar masyarakat memiliki kesadaran bahwa PLTS itu tidak seperti yang dikhawatirkan,” ungkapnya.
Dikatakannya mengingat cukup besarnya potensi PLTS di wilayah Sumbar ini, dan tidak hanya ada di Danau Singkarak saja, maka perlu mencoba melakukan pembangunan PLTS di wilayah kabupaten dan kota lainnya di Sumbar, atau semacam percontohan bahwa PLTS itu energi yang baik dikelola.
“Jadi semacam pilot project. Kita bangun di tempat lain dulu, nanti bila beroperasi, silahkan masyarakat melihat kondisinya. Saya melihat jika itu terlaksana, ada peluang PLTS Terapung akan mendapat respon yang positif kedepannya bagi masyarakat setempat,” jelasnya.
Kendati demikian, Wardoyo menegaskan soal ancang-ancang rencana yang dimaksud baru sebatas pembicaraan rencana. Karena melihat kondisi tidak adanya tanda-tanda bakal ada persetujuan masyarakat itu, sehingga pemerintah perlu mempersiapkan langkah dan rencana kedepan, agar investasi dari Arab Saudi tersebut tetap terlaksana.
Menurutnya rencana pembangunan PLTS Terapung Singkarak adalah taruhan wajah investasi Sumbar di kancah internasional. Apabila rencana ini batal terlaksana di Sumbar, maka segala persoalan investasi yang ada saat ini, bakal menjadi obrolan dan penilaian bagi investor di berbagai negara lainnya.
“Kami akan berupaya investasi PLTS akan tetap ada di Sumbar. Cuma mungkin perlu ada langkah dan strategi lain yang dilakukan,” tegasnya.
Alasan Memilih Danau Singkarak
Wardoyo menjelaskan bila ditarik dari soal dipilihnya Danau Singkarak menjadi lokasi pembangunan PLTS Terapung yang merupakan proyek pemerintah pusat yakni Kementerian ESDM, karena tim dari pemerintah pusat bersama tim kajiannya yakni dari BRIN menilai, pembangunan PLTS Terapung di atas permukaan Danau Singkarak tidak akan menimbulkan dampak yang buruk, dan tidak akan mengganggu habitat dan populasi ikan bilih.
Namun masyarakat belum sepaham dari hasil riset BRIN. Lalu kenapa harus di Danau Singkarak, dan kenapa tidak di Danau Maninjau, Danau Kembar, dan lainnya. Karena di Danau Singkarak itu sangat berdekatan dengan titik gardu induk (GI) milik PLN.
“Jadi penentuan titik lokasi pembangunan PLTS Terapung ini, salah satunya alasannya adalah menghitung jarak koneksi ke gardu induk listriknya, karena yang dihitung itu konektivitasnya. Nah, di Danau Singkarak itu lebih dekat ke gardu induk di Kota Padang Panjang. Jaraknya dari titik PLTS Terapung ke gardu induk sekitar 15 kilometer saja,” sebutnya.
Oleh karena itu, akan sangat tidak mungkin jika titik pembangunan PLTS Terapung di geser dari Batipuh Selatan ke titik lainnya yang masih di wilayah Danau Singkarak. Apabila digeser, artinya untuk menjangkau konektivitas ke gardu induk yang ada di Padang Panjang, maka jaraknya akan semakin jauh, dan dampaknya suplai listrik dari PLTS Terapung ke gardu induk sulit mencapai daya yang maksimal.
“Kalau semakin dekat antara titik penghasil tenaga listrik ke gardu induk, maka akan semakin optimal daya yang diterima di gardu induknya. Begitupun sebaliknya, bila semakin jauh dari titik sumber energi ke gardu induknya, maka kurang optimal daya listrik yang bisa konektivitas kan ke gardu induk. Makanya dipilihlah lokasi di Batipuh Selatan itu,” ucapnya.
Menjaga Wajah Investasi di Mata Dunia
Wardoyo juga melihat adanya kondisi penolakan investasi dari Arab Saudi ini, seperti wajah investasi di Ranah Minang dipertaruhkan. Bukan berarti permasalahan sepenuhnya akibat masyarakat Sumbar yang melakukan penolakan, tapi bagaimana secara bersama-sama memikirkan nasib Sumbar kedepannya.
“Kalau sempat investor Arab Saudi menyampaikan keluh kesahnya tentang gambaran investasi ke Sumbar yang kini menghadapi penolakan pembangunan PLTS Terapung ke negara sahabatnya atau diketahui negara lainnya. Bisa-bisa negara lain itu bakal berpikir panjang untuk berinvestasi ke Sumbar,” sebutnya.
Menurutnya apabila itu benar-benar terjadi, maka akan sulit mendatangkan investor ke Sumbar, dan dampaknya itu bakal lambatnya perkembangan dan kemajuan perekonomian di Sumbar ini.
Oleh karena itu, untuk rencana PLTS Terapung ini pemerintah daerah bersama Acwa Power dan Indonesia Power akan saling menguatkan koordinasi, dan sama-sama mengambil langkah yang tepat, agar proyek energi baru terbarukan tetap jalan di Sumbar.
“Saya berharap kerjasama semua pihak dan masyarakat. Apa yang kami lakukan ini demi perekonomian Sumbar,” ungkapnya.
Alasan kenapa investasi perlu disambut baik, kata Wardoyo, hal nyata positif yang bisa dipelajari dari kondisi hadirnya Supreme Energy Muara Laboh (SEML) di Kabupaten Solok Selatan. Di sana, dari dana bagi hasil (DBH) telah membantu pendapatan daerah, yang kemudian bisa dimanfaatkan untuk kesejahteraan daerah.
Belum lagi dari sisi pendidikan, anak-anak di Solok Selatan berkesempatan mendapat pendidikan yang layak dan baik, dimana hal tersebut dibantu secara gratis oleh SEML.
Dampak yang dirasakan tidak habis di sana, penyerapan tenaga kerja sangat besar di Solok Selatan itu berkat adanya SEML. Sepertinya saat ini tengah menggarap Unit 2 dan nantinya bakal dilanjutkan ke Unit 3 nya, artinya ribuan masyarakat di Solok Selatan memiliki pendapatan yang bagus.
Begitupun kepada pelaku usaha, banyak binaan UMKM, yang mendapat perhatian serius dari SEML, sehingga terbentuklah UMKM yang inovatif, dan hal tersebut bisa memberikan dampak positif yang berkepanjangan bagi UMKM.
“Sekarang, PLTS Terapung ditentang, dan sangat disayangkan sebuah proyek PLTS yang telah memiliki kajian yang mendalam dari lembaga riset tertinggi di Indonesia yakni BRIN, dimana hasil risetnya sangat dipercaya, tapi belum memberikan sebuah keyakinan bagi masyarakat," kata dia.
"Apakah tidak ingin kesejahteraan yang dirasakan masyarakat di Solok Selatan itu juga bisa dirasakan bagi masyarakat di wilayah Danau Singkarak? Proyek ini ramah lingkungan, makanya nama green energy,” sambung Wardoyo.
Dia berharap seiring waktu berjalan, masyarakat pun bisa menerima adanya PLTS Terapung di Danau Singkarak itu, sehingga kesejahteraan masyarakat pun bisa terwujud kedepannya.