Bisnis.com, PEKANBARU -- Anggaran daerah Pemprov Riau tahun ini mengalami defisit sampai Rp3,5 triliun. Untuk itu pemda diminta melakukan sejumlah strategi guna mengurangi dampak kurangnya APBD terhadap ekonomi Bumi Lancang Kuning.
Ekonom Universitas Riau Edyanus Herman Halim menjelaskan untuk mengatasi defisit anggaran, pemerintah daerah memiliki dua opsi utama. Pertama, meningkatkan pendapatan daerah, khususnya dari Pendapatan Asli Daerah (PAD).
Kedua, melakukan efisiensi belanja daerah dengan menyesuaikan skala prioritas serta mengurangi pengeluaran yang tidak berdampak langsung pada kesejahteraan masyarakat.
"Salah satu contoh pengeluaran yang bisa ditunda adalah pembangunan trotoar. Jika tidak terlalu mendesak, sebaiknya anggaran ini dialihkan ke sektor yang lebih prioritas. Begitu juga dengan bantuan sosial atau program yang tidak krusial, perlu dievaluasi agar belanja daerah lebih efektif," ujarnya, Jumat (14/3/2025).
Selain itu, efisiensi tenaga honorer juga menjadi salah satu solusi untuk mengurangi beban anggaran. Edyanus menilai jumlah tenaga honorer di Riau saat ini sudah berlebihan dibandingkan dengan kebutuhan riil.
Oleh karena itu, seleksi ketat berdasarkan job specification perlu diterapkan agar tenaga kerja yang ada bisa dimanfaatkan secara optimal. ASN yang kinerjanya kurang memadai juga harus diberikan sanksi sebagai bagian dari kebijakan efisiensi anggaran.
Baca Juga
Sebagai langkah jangka panjang, dia menyarankan agar Pemprov Riau lebih fokus pada strategi peningkatan pendapatan daerah dan memperbaiki tata kelola belanja.
Salah satu cara yang bisa dilakukan adalah membangun sinergi dengan sektor swasta serta mengundang investor untuk berkontribusi dalam pembangunan daerah. Dengan mengoptimalkan potensi ekonomi daerah, diharapkan pendapatan daerah dapat meningkat dan defisit anggaran bisa ditekan di masa mendatang.
Sebelumnya rencana pemotongan Tambahan Penghasilan Pegawai (TPP) bagi Aparatur Sipil Negara (ASN) di lingkungan Pemerintah Provinsi (Pemprov) Riau akibat defisit anggaran Rp3,5 triliun dinilai tidak akan memberikan dampak signifikan terhadap perekonomian Riau secara keseluruhan.
Namun, bagi ASN sendiri, pemotongan yang mencapai 30% ini tentu akan berpengaruh pada pendapatan mereka dan menyebabkan daya beli menurun.
Edyanus menyebut secara makro dampaknya terhadap ekonomi Riau relatif kecil. Namun, dari sisi individu ASN, pemotongan ini jelas akan mengurangi pendapatan dan berimbas pada pola konsumsi mereka.
"Secara makro, dampaknya terhadap perekonomian Riau tidak besar. Namun, bagi ASN, pemotongan ini tentu mengganggu karena berkurangnya pendapatan, yang berakibat pada penurunan belanja mereka," ujarnya.
Menurutnya, besaran TPP yang selama ini diberikan kepada ASN sebetulnya bisa dianggap sebagai bentuk pemborosan, terutama jika dikaitkan dengan efektivitas dan kinerja pegawai.
Dia menyebutkan tingginya belanja pegawai telah mengurangi ruang fiskal untuk pembangunan daerah, sehingga kebijakan pemotongan TPP ini bisa menjadi langkah efisiensi yang perlu dilakukan.