Bisnis.com, PEKANBARU - Wakaf punya potensi yang sangat besar, sehingga perlu optimalisasi dalam pengelolaannya agar manfaat yang dirasakan masyarakat juga semakin maksimal.
Ketua Badan Wakaf Indonesia (BWI) Provinsi Riau, Abdul Rasyid Suharto, menekankan pentingnya peran nazir dalam optimalisasi pengelolaan wakaf di Riau, khususnya terkait aset tanah wakaf yang jumlahnya sangat besar.
Dia menyebutkan bahwa untuk menjadi nazir yang kompeten, seseorang harus memiliki 47 kompetensi yang terbagi dalam 10 skema sertifikasi, mulai dari perencanaan penerimaan wakaf hingga pelaporan keuangan wakaf.
Di Riau, sebagian besar aset wakaf berupa tanah, yang jika dihitung nilainya mencapai triliunan rupiah. Salah satu contohnya aset tanah wakaf di Simpang SKA Pekanbaru dengan total luas mencapai 7,8 hektare dan nilainya sekitar Rp600 miliar.
"Di sana kami arahkan pengembangan seluruhnya menjadi wakaf produktif, termasuk kluster komersial, perhotelan, kesehatan, dan mini Islamic center, sesuai harapan pewakif. Namun, ini memerlukan nazir yang profesional," ungkap Abdul Rasyid kepada tim Jelajah Ekonomi dan Keuangan Syariah (EKSyar) Riau beberapa waktu lalu.
Abdul Rasyid mengatakan BWI memiliki peran penting dalam mengoordinasi para nazir dan memastikan mereka dapat memenuhi kebutuhan administratif, seperti dokumen kepemilikan tanah, agar pengelolaan wakaf dapat berjalan sesuai aturan.
Baca Juga
"Kami mendorong wakif untuk menggunakan nazir profesional agar aset wakaf yang diamanahkan benar-benar bisa dikelola dengan baik dan memberikan manfaat jangka panjang," jelasnya.
Lebih lanjut, dirinya menjelaskan terdapat tiga skema wakaf yang umum dijalankan. Pertama, skema wakaf murni di mana wakif menyerahkan pengelolaan sepenuhnya kepada nazir. Kedua, skema wakaf sebagai ketahanan ekonomi atau wakaf keluarga, di mana aset wakaf dikelola untuk kemaslahatan keluarga pewakaf.
Sebagai contoh, seorang kepala keluarga yang memiliki lima ruko dapat mewakafkan sebagian asetnya agar tetap memberikan manfaat bagi keluarganya. Ketiga, skema campuran yang menggabungkan elemen kedua skema sebelumnya.
Menurut Abdul Rasyid, pemahaman masyarakat tentang potensi wakaf masih perlu ditingkatkan.
"Wakaf sebenarnya produktif dan memiliki skema bisnis. Inilah yang dijadikan dasar oleh negara-negara barat dalam bentuk endowment, seperti yang diterapkan di Al-Azhar yang telah bertahan selama 1.000 tahun," ujarnya.
Dirinya juga menyoroti tantangan besar yang dihadapi Riau terkait ketersediaan nazir yang kompeten. Dengan 8.000 objek tanah wakaf di Riau, setidaknya dibutuhkan 24.000 nazir untuk mengelola seluruh aset tersebut. "Kita butuh nazir yang kompeten untuk memastikan wakaf dapat berkelanjutan dan memberikan dampak positif bagi masyarakat," ucapnya.
Melihat kondisi demikian, Bank Indonesia (BI) bekerja sama dengan pemangku kepentingan terkait senantiasa melaksanakan edukasi dan sosialisasi sebagai bagian dari strategi utama dalam upaya pengembangan ekonomi dan keuangan syariah, dan termasuk peningkatan kompetensi nazir wakaf.
Implementasinya adalah, Bank Indonesia Provinsi Riau telah menyelenggarakan program capacity building Nazir Wakaf Produktif pada Maret 2024 lalu. Dalam pelaksanaannya, Bank Indonesia Provinsi Riau menggandeng Badan Wakaf Indonesia (BWI) Provinsi Riau sebagai lembaga yang memiliki tugas dan wewenang untuk mengembangkan dan memajukan perwakafan, termasuk pembinaan nazhir wakaf.
Memang wakaf produktif menjadi salah satu jenis wakaf yang lekat dengan manfaat progresif untuk pemberdayaan umat. Pengelolaan wakaf produktif dapat diartikan sebagai metode pengelolaan wakaf yang berorientasi pada pemberdayaan aset-aset produktif agar menghasilkan keuntungan secara berkelanjutan.
“Wakaf produktif memiliki potensi besar untuk menjadi sumber pembiayaan ekonomi syariah, dan pengembangan ekonomi nasional terutama di Provinsi Riau, yang pada akhirnya mampu memperkuat kesejahteraan sosial," ujar Abdul Rasyid.
Sementara itu Kepala Perwakilan BI Provinsi Riau, Panji Achmad menyebutkan dengan melihat potensi wakaf yang sangat besar di Indonesia sebagai negara dengan penduduk muslim terbanyak di dunia, diperlukan tata kelola yang optimal pada harta yang diwakafkan.
"Para nazir dituntut memiliki kemampuan yang mumpuni sebagai manajer wakaf untuk menunjang pengembangan, dan Bank Indonesia bersama pemerintah merespon kebutuhan tersebut dalam bentuk pelaksanaan capacity building mengenai pengelolaan wakaf produktif di Indonesia khususnya Provinsi Riau," ujarnya.
Kedepannya, melalui kegiatan Capacity Building Nazhir Wakaf Produktif, para Nazir Wakaf dapat memperoleh pemahaman yang baik terkait pengelolaan wakaf produktif dari narasumber yang telah berpengalaman, sehingga diharapkan dapat menjadi nazhir wakaf yang lebih profesional.
"Dengan demikian, peran wakaf produktif dalam pengembangan pendidikan dan ekonomi syariah di Provinsi Riau akan lebih optimal, dan berdampak positif pada peningkatan kesejahteraan umat," pungkasnya.
Adapun program Jelajah Ekonomi dan Keuangan Syariah (EKSyar) Riau 2024 ini didukung oleh Kantor Perwakilan Bank Indonesia Provinsi Riau, dan Bank Riau Kepri (BRK) Syariah.