Bisnis.com, PADANG - Pemerintah Provinsi Sumatra Barat melalui Dinas Perkebunan Tanaman Pangan dan Hortikultura menyebutkan komoditas cengkih merupakan hasil perkebunan yang terbilang potensial namun tidak banyak petani yang mengembangkannya.
Sekretaris Dinas Perkebunan Tanaman Pangan dan Hortikultura Provinsi Sumbar Ferdinal Asmin mengatakan harga cengkih terbilang stabil yakni Rp165.000 per kilogramnya. Di satu sisi, harga tersebut terbilang menguntungkan, namun luas lahan perkebunan cengkih di Sumbar masih sedikit.
"Luas lahan cengkih di Sumbar ini yang tercatat sekitar 9.948 hektare. Lahan terluas di Kabupaten Solok, Mentawai, Pesisir Selatan, dan Tanah Datar," katanya kepada Bisnis, Selasa (27/2/2024).
Dia menjelaskan dari luas lahan itu, produksi cengkih per tahun sekitar 2.789 ton seperti yang tercatat 2023 kemarin. Produksi tersebut meningkat sebanyak 520 ton dibandingkan tahun 2022.
Dari produksi itu, sebagian besar diekspor. Hanya saja Dinas Perkebunan Tanaman Pangan dan Hortikultura mengaku tidak memiliki data yang pasti terkait tujuan ekspor dari cengkih di Sumbar.
"Cengkih ini kebanyakan untuk ekspor. Namun kami tidak punya data kemana saja tujuan ekspornya," jelas dia.
Baca Juga
Menurutnya cengkih termasuk komoditas perkebunan potensial di Sumbar. Karena melihat dari luasan lahannya, maka optimalisasi lahan mestinya dapat dilakukan dan perluasan lahan, dan dimungkinkan pada lahan-lahan budi daya yang tersedia.
"Tahun 2023 kami telah membagikan sekitar 40.000 bibit cengkih. Kami menargetkan luas lahan cengkih ini terus bertambah," ujarnya.
Ferdinal menyampaikan untuk melakukan perluasan lahan itu, pihaknya berkolaborasi dengan Dinas Kehutanan (Dishut) Sumbar. Karena di Dishut ada program Perhutanan Sosial, dimana melalui program tersebut bisa memanfaatkan lahan hutan menjadi perkebunan.
Apalagi perkebunan cengkih ini dinilai bisa diandalkan untuk rehabilitasi hutan dan lahan kritis pada kawasan hutan. Untuk itu, adanya rencana pemanfaatan lahan di kawasan hutan itu, sebagai bentuk mendukung program Perhutanan Sosial tersebut.
"Jadi secara tidak langsung, ekonomi masyarakat atau petani terbantu. Program Perhutanan Sosial pun berjalan dengan baik," sebutnya.
Ferdinal juga mengakui bahwa ada kendala yang dihadapi oleh perkebunan cengkih saat ini, dan solusinya telah ada yakni soal program Perhutanan Sosial.
Kendala lainnya, perawatan tanaman dan hilirisasi produknya. Untuk perawatan ini, kata Ferdinal, sebenarnya dengan perawatan intensif dan pengendalian hama dan penyakit secara konsisten yang diharapkan tanaman cengkih dapat berproduksi maksimal.
"Sedangkan mengenai hilirisasi produk, tentu berkaitan dengan kebutuhan pasar, dan ini mestinya juga berkaitan dengan upaya mengembangkan ekosistem usaha berbasis pemanfaatan produk cengkih ini," tegasnya.
Selain itu, dia juga menegaskan perkebunan cengkih di juga telah ada Perda Nomor 3 tahun 2023 tentang tata kelola komoditas unggulan perkebunan. Artinya dalam Perda itu termasuk untuk komoditas cengkih.
"Tapi bicara aturan secara khusus tentang cengkih, memang tidak ada. Namun persoalan komoditas perkebunan ekspor umumnya bisa dikatakan sama," ungkapnya.
Ferdinal menegaskan saat ini pihaknya tengah berupaya dalam pengembangan budidayanya cengkih tersebut.
"Lembaga/dinas terkait lainnya kan juga mesti memanfaatkan potensi sumber daya alam tersebut. Jika bisa dikembangkan menjadi unit bisnis yang menguntungkan," tutupnya.