Bisnis.com, BATAM - Stasiun Karantina Ikan Pengendalian Mutu dan Keamanan Hasil Perikanan (SKIPM) Batam mencatat nilai ekspor rumput laut kering Batam ke berbagai negara mencapai Rp24,58 miliar pada 2021 atau meningkat 500 persen dibandingkan tahun sebelumnya sebesar Rp4,09 miliar.
Kepala SKIPM Batam M Darwin Syah Putra mengatakan kenaikan nilai ekspor rumput laut Batam yang relatif tinggi tersebut disebabkan karena bertambahnya permintaan negara tujuan ekspor seiring relatif membaiknya kondisi perekonomian global, meskipun masih dalam situasi pandemi Covid-19.
"Permintaan ekspor rumput laut Batam mengalami peningkatan yang signifikan pada 2021 dibanding tahun sebelumnya, bahkan pada awal 2022 sudah mulai ramai pengiriman. Peningkatan ini menjadi bukti bahwa masyarakat Batam mulai tertarik dan menjadikan rumput laut sebagai mata pencaharian alternatif. Jika semula dianggap sampah yang mengotori tepi pantai, kini masyarakat mendapatkan manfaat langsung dari rumput laut jenis Sargassum ini," kata Darwin di Batam, Selasa (25/2022).
Tiongkok menjadi tujuan ekspor rumput laut kering utama Batam pada 2021, sebanyak 105 kali dengan volume 6.763, 47 ton senilai Rp23,95 miliar. Menyusul Jepang sebanyak lima kali dengan volume 95,36 ton senilai Rp286,08 juta; Vietnam sebanyak 2 kali dengan volume 32 ton senilai Rp342 juta; dan Singapura 1 kali dengan volume 990 kg senilai Rp279 juta.
Sementara pada 2020, kata Darwin, ekspor rumput laut Batam hanya ke tiga negara, yakni Tiongkok sebanyak 17 kali dengan volume 920,9 ton senilai Rp2,50 miliar; Vietnam sebanyak 5 kali dengan volume 129 ton senilai Rp1,28 miliar; dan Jepang sebanyak 5 kali dengan volume 100 ton senilai Rp300 juta.
"Potensi rumput laut Batam sangat besar, mudah-mudahan ekspornya pada tahun ini bisa lebih tinggi lagi dari tahun-tahun sebelumnya," ujarnya.
Saat ini, sudah tercatat ada lima pelaku usaha yang mengekspor rumput laut dan semua dominan rumput laut yang diambil oleh masyarakat nelayan dengan cara dicabut dari alam seperti jenis Sargassum dan Spinosum. Sedangkan untuk jenis Cottoni yang dibudidayakan masih sedikit.
Hasil laut, termasuk di dalamnya jenis rumput laut sejatinya sangat potensial, mengingat wilayah Kepulauan Riau (Kepri) yang hampir 97 persen merupakan lautan. Dengan kualitas air yang baik, budidaya rumput laut diharapkan bisa lebih ditingkatkan lagi sehingga bisa meningkatkan kesejahteraan masyarakat pesisir dan perekonomian daerah Batam dan Kepri.
Terlebih untuk saat ini industri pengolahan rumput laut di Indonesia baru 40 persen terpakai kapasitas pabrik pengolahannya karena kekurangan bahan baku. Darwin mengatakan pihaknya akan terus memberikan pendampingan kepada pelaku usaha komoditas perikanan, khususnya yang berpotensi ekspor agar mereka tetap komitmen menjaga mutu dan kualitas produk yang dikirim ke luar negeri.
"Makanya, dilakukan surveilan dan pengambilan sampel terjadwal pada unit pengolahan rumput laut, untuk memastikan mutunya, kemudian diterbitkan sertifikat ekspornya," ucap Darwin.(K41)