Bisnis.com, BATAM - Polisi mengungkap kasus mafia lahan dengan modus pemalsuan sertifikat tanah di tiga daerah, yakni Tanjungpinang, Batam dan Bintan. Dalam konferensi pers di Mapolda Kepri, Jumat (4/7/2025), kasus ini merugikan 247 korban.
Kapolda Kepulauan Riau (Kepri) Irjen Pol Asep Safrudin mengatakan kasus ini telah berlangsung dari 2023 hingga 2025. "Kasus ini melibatkan pemalsuan sertifikat tanah, dokumen fiktif, hingga penipuan yang merugikan sedikitnya 247 korban dari wilayah Tanjungpinang, Batam, dan Bintan," katanya.
Asep menjelaskan bahwa modus para pelaku sangat rapi, mulai dari mengaku sebagai pejabat kementerian, menggunakan atribut palsu, mencetak sertifikat tidak sah, hingga membuat situs web tiruan yang menyerupai domain resmi pemerintah guna meyakinkan korban.
Adapun tersangkanya berjumlah tujuh orang berinisial Raz (30), Mr (31), Za (36), Li (47), Ks (59), Ay (58) dan tersangka utama Een Saputro (28).
"Ini bukan sekadar pemalsuan, melainkan manipulasi kepercayaan publik terhadap hukum dan pemerintah," tegasnya.
Total dokumen lahan yang dipalsukan sebanyak 44 sertifikat tanah, terdiri dari 10 sertifikat elektronik dan 34 sertifikat analog, dua peta lokasi atas nama BP Batam, 12 faktur UWT, dan dua dokumen berkop BP Batam lainnya.
Baca Juga
Sementara itu, Kakanwil ATR/BPN Provinsi Kepri Nurus Sholichin mengatakan bahwa modus pelaku antara lain menjual tanah menggunakan sertifikat palsu seharga murah di Tanjungpinang dan Bintan, serta membuat sertifikat elektronik palsu lengkap dengan barcode dan geolocation palsu di wilayah Batam.
Adapun temuan data sementara terkait sertifikat palsu yang berhasil diamankan oleh penyidik Satgas Anti Mafia Tanah yakni di wilayah Kota Tanjungpinang ditemukan sebanyak 17 sertifikat analog, di Kabupaten Bintan ditemukan 14 sertifikat analog dan 3 sertifikat elektronik, serta di Kota Batam ditemukan 3 sertifikat analog dan 8 sertifikat elektronik.
"Jumlah ini masih dapat bertambah seiring penyidikan yang terus berjalan," imbuhnya.
Nurus mengimbau masyarakat agar melakukan pengecekan keaslian dokumen ke kantor pertanahan terdekat serta memastikan semua proses dilakukan secara resmi dan transparan.
"Sertifikat tanah yang sah hanya ditandatangani oleh Kepala Kantor Pertanahan Kabupaten/Kota," pungkasnya.
Para tersangka dijerat dengan pasal berlapis, yakni Pasal 263 ayat (1) dan (2) KUHP tentang pemalsuan surat, Pasal 378 KUHP tentang penipuan, juncto Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP tentang turut serta melakukan tindak pidana, juncto Pasal 56 KUHP tentang membantu melakukan kejahatan, serta juncto Pasal 64 ayat (1) KUHP tentang perbuatan berlanjut dengan ancaman hukuman pidana penjara paling lama enam tahun.(239)