Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Sawah Pokok Murah Jadi Lokomotif Peran Sumbar dalam Ketahanan Pangan Nasional

DJPb Provinsi Sumatra Barat mendukung adanya inovasi Sawah Pokok Murah karena dapat meningkatkan produktivitas padi serta mampu menekan biaya pertanian
Dua orang petani melakukan penanaman padi sistem inovasi Sawah Pokok Murah di Ladang Lawah Banuhampu, Kabupaten Agam, Sumatra Barat./Istimewa
Dua orang petani melakukan penanaman padi sistem inovasi Sawah Pokok Murah di Ladang Lawah Banuhampu, Kabupaten Agam, Sumatra Barat./Istimewa

Bisnis.com, PADANG - Kantor Wilayah Direktorat Jenderal Perbendaharaan (DJPb) Provinsi Sumatra Barat mendukung adanya inovasi Sawah Pokok Murah karena dapat meningkatkan produktivitas padi serta mampu menekan biaya pertanian.

Kepala Kantor Wilayah DJPb Provinsi Sumbar Mohammad Dody Fachrudin mengatakan penting untuk mendukung produktivitas tanaman padi itu, karena kontribusi sektor pertanian dalam PDRB cukup besar yakni dengan share mencakup 21,37%, namun dengan laju pertumbuhan yang cenderung menurun. 

“Produksi padi menurut Kerangka Sampel Area (KSA) dengan hasil panen Gabah Kering Giling (GKG) berkisar 1,3 juta ton dan terdapat penurunan dari tahun 2023. Inilah yang menjadi tantangan di samping ketahanan pangan menjadi program prioritas pemerintah,” katanya dalam keterangan resmi, Senin (23/6/2025). 

Dia menyebutkan dalam menjawab tantangan itu tidak hanya kemauan, teknologi, inovasi, dan perlu peningkatan sumber daya yang diperlukan. Kanwil DJPb juga memotret pengembangan ekonomi berkelanjutan pada sektor pertanian memerlukan dukungan dari seluruh pihak. 

Sawah Pokok Murah juga diharapkan memberikan input yang lebih kecil dengan output yang lebih dibandingkan metode konvensional sehingga meningkatkan kemampuan ekonomi bagi petani-petani. 

“Saya berharap program tersebut bisa mendukung perekonomian berkelanjutan dan bisa menjadi referensi di daerah-daerah lainnya,” ucap dia.

Kemudian Kepala Sub Direktorat Pelaksanaan Anggaran I Arie Suwandani Beliau menambahkan ketahanan pangan tidak hanya seputar memiliki cukup makanan santap namun juga akses ekonomi dan fisik yang stabil bagi setiap individu. 

Menurutnya tantangan Indonesia saat ini masih terdapat individu yang belum memiliki akses terhadap pangan yang cukup, aman, dan bergizi. Pada tahun 2025, masih terdapat beberapa persoalan meliputi harga beras yang tinggi, dan fluktuasi produksi pertanian akibat kondisi iklim, serta persoalan gizi kronis (stunting dan obesitas). 

“Ketahanan pangan merupakan pilar utama dari stabilitas nasional dan menjadi tanggung jawab bersama yang harus diperkuat,” ujarnya.

Dikatakannya Indonesia berpeluang menjadi lumbung pangan dunia namun juga menghadapi tantangan struktural dan ekologis yang kompleks. Secara makro, target produksi beras nasional di tahun 2025 harus mencapai 32,8 juta ton meningkat dari tahun sebelumnya sekitar 30 juta ton. 

Target itu tentu tidak dapat dicapai jika masih terdapat masalah irigasi yang tidak memadai, kelangkaan pupuk, petani yang tidak sejahtera, atau lahan pertanian produktif yang beralih fungsi. 

Selain itu, kondisi geografis Indonesia yang luas menuntut adanya sistem logistik yang terintegrasi. Di tahun 2025 Pemerintah telah mengalokasikan anggaran sebesar Rp155,5 triliun untuk sektor ketahanan pangan. 

“Angka tersebut harus dipastikan efektif dan tepat sasaran terutama untuk petani dan keberlanjutan sistem pangan nasional,” tegasnya. 

Satu inisiatif besar dalam aspek ketahanan pangan adalah Program Makan Bergizi Gratis (MBG) yang menargetkan 82,9 juta orang sebagai langkah konkrit menangani kelaparan tersembunyi sekaligus investasi jangka panjang bagi kualitas SDM Indonesia. 

Pemerintah juga menginisiasi program Cetak Sawah oleh Kementerian Pertanian dengan target tahun 2025 membuka lahan baru pertanian sebesar 225.000 hektare sawah dengan alokasi anggaran Rp8,41 triliun, program subsidi pupuk menggunakan mekanisme by name by address dengan nilai subsidi sebesar Rp44,15 triliun, dan program pembangunan bendungan dan irigasi oleh Kementerian PU untuk menunjang pengairan pertanian dengan nilai alokasi Rp20,72 triliun. 

Angka besar saja tidak cukup namun diperlukan kolaborasi, kata Arie, pemerintah pusat dan daerah harus menyatukan langkah dan melibatkan pihak-pihak lain serta masyarakat harus ikut serta sebagai bagian dari solusi.

“Oleh karena itu, inovasi Sawah Pokok Murah perlu untuk didukung, karena dengan adanya produktivitas yang bagus, dapat berperan dalam ketahanan pangan dan dapat mendorong pelaksanaan MBG secara baik,” tutupnya.

Perkenalan Inovasi Sawah Pokok Murah

Sementara itu, pencetus inovasi Sawah Pokok Murah yang berasal dari Komunitas Dangau Inspirasi sekaligus mantan Kepala Dinas Pertanian Provinsi Sumatra Barat periode 2006-2015, Djoni mengatakan praktik budi daya sawah pokok murah berbeda dengan praktik budi daya padi sawah konvensional yang sudah mentradisi. 

Dia menjelaskan karakter yang mencolok dari metode ini adalah tidak memerlukan penyiapan tanah yang kompleks (tidak menggunakan pembajakan). 

Artinya untuk sawah pokok murah ini tidak menghendaki pengolahan tanah dan penggenangan sawah, yang harus dilakukan hanyalah membuat bedeng-bedeng selebar 1,25 meter dengan cara menggali saluran penampung dan pembuang air dengan lebar dan dalam lebih kurang 25 cm agar bedengan tidak tertutup air.

Kemudian untuk jerami tidak dibakar tetapi digunakan sebagai mulsa organik penutup bedengan, lalu untuk menjaga dan memelihara agroekosistem sawah guna memperkuat jaring makanan (food web) dalam tanah dan keseimbangan antara hama dan musuh alaminya.

“Benih ditanam di bedeng-bedeng dengan kedalaman dangkal, jarak yang renggang, dalam jumlah sedikit dan pada umur muda,” sebutnya.

Menurutnya semua praktik bersawah tersebut di atas mendukung pertumbuhan anakan produktif yang banyak sehingga meningkatkan hasil per satuan luas sawah. Dimana pada saat yang sama, semuanya juga sangat mengurangi biaya usaha tani. 

Hal ini dikarenakan kesuburan tanah terpelihara secara alamiah dan menghindari penggunaan bahan kimia beracun untuk mengendalikan hama dan penyakit serta gulma. 

“Praktik bersawah ala sawah pokok murah juga menghindarkan tanaman muda dari serangan hama dan beberapa penyakit tanaman padi,” jelasnya.

Dikatakannya hal yang terpenting yang perlu dicatat adalah bedengan yang tidak terendam air menghindarkan tanaman dari keracunan besi (Fe) sesuai dengan kondisi geografis Sumbar yang berada di pesisir lautan, hal yang biasa di sawah-sawah dengan kandungan besi yang tinggi, sehingga akan meningkatkan produksi padi secara signifikan.

Dengan praktik budi daya seperti di atas maka bersawah dapat dilaksanakan secara murah dan secara teknis juga mudah dilaksanakan. Lebih dari itu, bersawah dengan cara tersebut di atas memberikan manfaat lingkungan yang luar biasa karena bisa menekan emisi berbagai gas rumah kaca yang biasa keluar dari sawah. 

Djoni bilang ciri tersebut membuat sawah pokok murah tidak saja relevan atau sesuai dengan kebutuhan petani, karena meningkatkan hasil dan mengurangi biaya usaha tani, tapi juga relevan bagi upaya dunia untuk menghambat laju pemanasan global.


Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel

Editor : Ajijah
Bisnis Indonesia Premium.

Dapatkan informasi komprehensif di Bisnis.com yang diolah secara mendalam untuk menavigasi bisnis Anda. Silakan login untuk menikmati artikel Bisnis Indonesia Premium.

Artikel Terkait

Berita Lainnya

Berita Terbaru

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

# Hot Topic

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Rekomendasi Kami

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Foto

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Scan QR Code Bisnis Indonesia e-paper