Bisnis.com, PALEMBANG — Potensi pasar yang masih terbuka lebar menjadi alasan utama John Heri kembali menekuni usaha budi daya jamur tiram. Dia memiliki usaha SiTieRam yang berlokasi di Kelurahan Kebun Bunga, Kecamatan Sukarami, Kota Palembang.
John mulai fokus membudidayakan jamur tiram sejak tahun 2012. Namun, ketertarikannya pada bidang ini sebenarnya sudah dimulai sejak tahun 2010, setelah dia melakukan studi banding ke salah satu petani jamur di Palembang.
Pria yang memiliki latar belakang pendidikan Sarjana Teknik itu mulanya telah bekerja di sektor formal. Akan tetapi, ketika orangtuanya jatuh sakit, dia memutuskan untuk berhenti bekerja dan mencari peluang usaha yang bisa dikerjakan dari rumah.
“Dari situlah saya pikir usaha jamur ini yang paling cocok karena lebih banyak di rumah. Apalagi peluang pasar masih terbuka lebar,” ujarnya saat dibincangi di tempat budi daya miliknya, Minggu (22/6/2025).
John menyebut dari informasi yang didapat, kebutuhan jamur tiram di Palembang mencapai kisaran 750 sampai 800 kilogram (Kg) per hari. Sedangkan suplai yang tersedia di wilayah itu baru mencukupi sekitar 50%, dan sisanya dipasok dari beberapa daerah tetangga seperti Lampung.
Setelah mempertimbangkan potensi keuntungan bisnis itu, John akhir kembali menjalankan usaha budi daya jamur tiram secara mandiri. Saat ini dia memiliki budi daya jamur dengan jumlah 2 kumbung dan total kapasitas di dalamnya mencapai 6.000 baglock (media tanam).
Baca Juga
“Kalau sekarang yang sudah eksis ada dua (kumbung) tapi yang sudah rutin itu baru satu kumbung atau 3.000 an baglock,” jelasnya.
John mengatakan untuk satu kumbung jumlah produksinya saat ini mencapai kisaran 15 Kg per hari jamur tiram segar.
Biasanya jika dijual di pasar 1 kg jamur dibanderol dengan harga Rp18.000-20.000 per Kg. Sementara jika ada pembeli yang datang ke tempat budi daya sekitar Rp25.000 per Kg.
“Untuk omzetnya kita sekarang ini masih sekitar Rp10 juta per bulan,” katanya.
Hasil budi daya jamur miliknya memang baru dijual di beberapa pasar tradisional. Penjajakan lebih luas ke wilayah lain atau bahkan ke pasar modern di Kota Pempek belum bisa dilakukan.
Kondisi, kata dia, dipengaruhi oleh jumlah produksi yang juga masih minim atau belum mampu memenuhi kebutuhan pasar.
Menurut John, salah satu faktor yang juga memengaruhi yakni proses produksi yang masih konvensional. Dia hanya memiliki peralatan seadanya, seperti misalnya steamer jamur yang memanfaatkan drum dengan kapasitas 110 baglock per satu drum.
Kemudian proses pengadukan (mixer) media tanam yang masih dilakukan manual dan cukup memakan waktu.
“Kita untuk estimasi pembuatan satu kumbung itu Rp30 juta, belum termasuk peralatan yang perkiraannya itu Rp70-80 juta,” tuturnya.
Oleh karena itu, John mengatakan target jangka pendek yang dia miliki saat ini adalah bisa meningkatkan kapasitas budi daya untuk meningkatkan produksi jamur tiram segar.
Selanjutnya, kata dia, baru akan melanjutkan ke tahapan hilirisasi produk seperti salah satunya yang telah dia coba yaitu keripik jamur.
“Semua sudah ada di kepala (ide) tapi untuk saat ini kita masih berusaha untuk meningkatkan jumlah produksi jamur tiram segar dulu,” tutupnya.