Bisnis.com, PALEMBANG — Akademisi Universitas Sriwijaya Sukanto menyoroti sejumlah hal yang masih perlu diperhatikan dalam pelaksanaan program Koperasi Desa/Kelurahan Merah Putih khususnya di wilayah Sumatra Selatan.
Dia menjelaskan bahwa program Koperasi Desa/Kelurahan Merah Putih lahir dari kebijakan pemerintah pusat, sehingga bersifat top-down.
Mekanisme itu, kata dia, dikhawatirkan dapat mengurangi rasa memiliki dari masyarakat. Padahal, hakikat dari koperasi adalah dari anggota, oleh anggota, dan untuk anggota.
“Kalau kita lihat dari sejarahnya, koperasi Merah Putih ini bersifat top-down. Ada kebijakan dari pemerintah pusat yang harus diterapkan di 80 ribu kelurahan dan desa. Hal ini dikhawatirkan dapat menghilangkan sense of belonging,” ungkapnya, Jumat (20/6/2025).
Berdasarkan data Dinas Koperasi dan UKM Sumsel, jumlah koperasi yang ada di seluruh 17 kabupaten/kota Sumsel per 2024 mencapai 7.236. Namun, dari jumlah tersebut koperasi yang aktif hanya 4.379 atau sekitar 60,52%.
Sedangkan jika dirinci dari jenis usahanya, koperasi terbanyak merupakan jenis jasa (88,8%) dan koperasi simpan pinjam (73%).
Baca Juga
Sehingga, menurut Sukanto, jenis koperasi yang digandrungi di Sumsel tidak sejalan dengan sasaran dari program Koperasi Merah Putih.
“Artinya untuk koperasi yang ke sektor-sektor logistik dan lainnya itu memerlukan effort (upaya) yang tinggi, menurut hemat kami,” jelasnya.
Lebih lanjut, dia juga menuturkan bahwa instansi terkait perlu untuk melakukan mapping secara spasial kendala yang dihadapi dari masing-masing wilayah di Sumsel.
Seperti di Kabupaten Ogan Komering Ulu (OKU) yang koperasi aktifnya hanya 18%, sementara Musi Banyuasin mencapai 97%.
“Jadi kemungkinan wilayah yang tinggi (koperasi aktif) bisa dijadikan role model dan kemudian bisa dijadikan pilot project di. Sumsel,” tutupnya.