Bisnis.com, PAINAN - Musim kemarau yang melanda wilayah Provinsi Sumatra Barat (Sumbar) termasuk di Kabupaten Pesisir Selatan, telah menyebabkan kekeringan hingga berdampak paling terasa bagi para petani.
Salah seorang petani di Surantih, Pesisir Selatan, One Anis mengatakan bahwa musim kemarau sudah dirasakan sejak satu bulan yang lalu. Hingga pekan pertama Juni 2025, hanya ada satu kali hujan turun namun durasi tidak terlalu lama dan intensitas tidak lebat.
"Cuaca seperti ini, petani lah yang paling merasakan dampaknya. Dari Januari sampai Juni 2025 ini belum pernah turun ke sawah lagi. Seharusnya sudah dua kali panen," katanya, Senin (9/6/2025).
Dia menyebutkan kekeringan yang terjadi pada hamparan sawah yang luasnya lebih dari 500 hektare itu sebenarnya memiliki infrastruktur irigasi yang layak. Namun, tidak ada setetes air pun yang mengalir dari hulu, sehingga kondisi ini menimbulkan pemandangan di saluran irigasi terdapat tumpukan sampah yang selama ini mengendap pada lumpur.
"Sekarang itu, saluran irigasi banyak sampah. Terkadang ada kami bakar juga, kalau pun harus diangkut keluar irigasi, tidak cukup dengan tenaga manusia. Tapi kalau pakai eskavator, akan lebih efektif," ujarnya.
Akibat dari kondisi ini, hamparan sawah di dua desa di Kecamatan Sutera, Pesisir Selatan, beralih menjadi sawah tadah hujan, meski memiliki infrastruktur irigasi yang memadai.
Baca Juga
Dikatakannya kondisi yang terlihat di Desa Aur Duri Surantih tersebut, bukan lah hal yang baru terjadi. Bahkan para petani sudah melaporkan ke pemerintah nagari/desa setempat, dan kemudian pernah ditinjau oleh pemerintah provinsi, sejauh ini belum ada hasilnya.
"Ada kesalnya juga, seperti acuh dan menganggap remeh atau tidak penting saja kondisi yang terjadi di desa ini. Padahal Presiden Prabowo bilang swasembada pangan. Kenapa kondisi seperti ini tidak direspon yah?" sebutnya.
Dia mengungkapkan petani tidak terlalu minta banyak, poin penting adalah aktifkan kembali irigasi itu, dengan cara menurunkan alat eskavator, bersihkan lumpur dan sampah itu sejak dari hulu atau sumber airnya, hingga ujung irigasi.
Menurutnya, bila dilihat dari penelusuran di sepanjang irigasi tersebut, solusi yang tepat adalah mempekerjakan alat berat. Karena dengan dilakukannya pembersih saluran irigasi dari endapan lumpur dan sampah, air akan kembali mengalir, sehingga sawah-sawah yang ada tersebut tidak lagi jadi tadah hujan.
Selain berdampak pada kondisi sawah, musim kemarau ini juga membuat debit air di sumur warga turut berkurang, dan terancam mengering bila hujan tak kunjung turun. Rosi, warga Surantih mengatakan sangat mengkhawatirkan kondisi tersebut, karena bila kering, warga harus mandi ke aliran sungai yang jaraknya cukup jauh.
"Air sumur di rumah hampir mengering. Mau tidak mau, kami harus siap-siap mandi ke sungai," sebutnya.
Sementara itu, berdasarkan data BMKG, musim kemarau yang melanda wilayah Sumbar sudah mulai terjadi sejak Mei 2025, dimana pada bulan itu tengah terjadi peralihan musim hujan ke musim kemarau.
BMKG memperkirakan, musim kemarau akan berlangsung pada Juni 2025 dan puncaknya pada bulan Juli 2025 mendatang.