Bisnis.com, PEKANBARU — Indonesia memiliki potensi besar untuk mengubah limbah sawit menjadi sumber energi terbarukan sekaligus membuka ratusan ribu lapangan kerja baru.
Di dalam agenda Konferensi Biomassa Sawit Internasional ke-5 yang digelar di Kuala Lumpur, Malaysia, Deputi Direktur Transformasi Pasar Roundtable on Sustainable Palm Oil (RSPO) Indonesia, M. Windrawan Inantha mengungkapkan bahwa dari 16 juta hektare perkebunan sawit di Indonesia, dihasilkan lebih dari 111 juta ton biomassa setiap tahun.
"Ini bukan hanya tentang energi bersih, tetapi juga tentang mendorong pertumbuhan ekonomi yang berkelanjutan di daerah-daerah perkebunan,” ungkapnya pada Jumat (2/5/2025).
Data Gabungan Pengusaha Kelapa Sawit Indonesia (GAPKI) menyebutkan bahwa pada 2024, Indonesia mengolah 200,7 juta ton tandan buah segar (TBS) menjadi 48,17 juta ton minyak sawit mentah.
Proses ini menghasilkan berbagai jenis limbah biomassa seperti tandan kosong, serat mesokarp, cangkang kernel, pelepah, batang sawit, dan limbah cair.
Jika dimanfaatkan optimal, seluruh limbah tersebut bisa menghasilkan energi hingga 59 terawatt-jam (TWh) per tahun—melebihi target bioenergi nasional 2025 sebesar 33 TWh.
Baca Juga
Tak hanya itu, potensi ekonomi dari biomassa juga signifikan. Ekspor cangkang kernel sawit ke Jepang yang mencapai 1,5 juta ton pada 2023 saja sudah menyumbang energi sekitar 2–3 TWh.
Pengembangan teknologi pengolahan biomassa seperti torrefaksi, pirolisis, hingga biochar diyakini mampu mendorong nilai tambah hingga US$1 miliar terhadap PDB Indonesia pada 2030. Pemanfaatan energi biomassa ini juga membuka peluang penciptaan hingga 500.000 lapangan kerja baru, terutama di wilayah pedesaan. Namun, Windrawan mengingatkan bahwa masih banyak tantangan yang perlu diatasi.
“Kandungan air yang tinggi pada tandan kosong, rendahnya kapasitas tangkap metana di pabrik sawit, serta distribusi fasilitas pengolahan yang timpang, menjadi hambatan nyata dalam mengembangkan biomassa secara merata,” ujarnya.
Untuk itu, diperlukan strategi nasional yang terukur, termasuk inventarisasi biomassa, insentif untuk co-firing di PLTU, dan kewajiban penggunaan limbah cair sebagai sumber energi.
Pemerintah juga didorong untuk mengembangkan sistem perdagangan karbon dan mendukung investasi fasilitas pengeringan biomassa yang terjangkau.
"Dengan pendekatan yang tepat, biomassa dari industri sawit dapat menjadi tulang punggung energi terbarukan nasional dan motor penggerak pembangunan hijau di masa depan," pungkasnya.