Bisnis.com, BATAM - Badan Pengusahaan (BP) Batam merespons tudingan-tudingan miring terkait pengakhiran alokasi lahan Hotel Purajaya beberapa hari terakhir ini.
Kepala Biro Humas Promosi dan Protokol BP Batam Ariastuty Sirait meluruskan ihwal tudingan oleh Direktur Utama (Dirut) PT Dani Tasha Lestari (DTL) yang mengelola Purajaya Rury Afriansyah.
"Sebagai juru bicara institusi, semua yang kami sampaikan berdasarkan fakta dan data dari unit kerja terkait, tudingan saya bicara hoaks oleh Rury berarti melecehkan institusi BP Batam dan Kepala BP Batam," kata Ariastuty, Rabu (20/11/2024).
Ariastuty merinci setidaknya ada tiga tudingan yang dilontarkan Rury Afriansyah selaku pihak pengelola hotel Purajaya.
Pertama, terkait pernyataan yang menyebutkan PT DTL tidak mengajukan perpanjangan kepada BP Batam untuk lahan Hotel Purajaya seluas 10 hektare.
"Penting kami sampaikan sejumlah fakta, data dan kronologis untuk meluruskan, bahwa alokasi lahan PT DTL dimulai dari 7 September 1988 dan berakhir pada 7 September 2018. Hingga masa alokasi lahan berakhir, PT DTL memang tidak mengajukan permohonan perpanjangan alokasi," sebutnya.
Baca Juga
Tudingan kedua, tentang PT DTL tidak melampirkan rencana bisnis dan pernyataan kesanggupan membayar Uang Wajib Tahunan (UWT) Batam.
Kami jelaskan bahwa setelah masa alokasi berakhir, BP Batam masih memberi kesempatan sekali lagi bagi pemilik lahan untuk mengajukan permohonan perpanjangan alokasi lahan.
Upaya tersebut dilakukan dengan memanggil rapat pihak PT DTL sebanyak dua kali pada 20 Oktober 2018 namun tidak hadir. Kemudian, pemanggilan kembali pada 5 Desember 2018 dan dilanjut 6 Desember 2018 yang hanya dihadiri komisaris.
Dalam rapat itu, BP Batam menyarankan agar mengajukan perpanjangan alokasi lahan dengan rencana bisnis dan pernyataan kesanggupan membayar UWT.
Namun, saran BP Batam tak kunjung ada tindak lanjutnya. Hingga terbit SP 1 tanggal 2 April 2019, SP 2 tanggal 28 Mei 2019 dan SP 3 tanggal 10 Juli 2019, serta surat pengakhiran tanggal 22 Agustus 2019.
Ia melanjutkan, setelah terbit SP 1 hingga 3 serta surat pengakhiran oleh BP Batam pada 22 Agustus 2019 itu, baru ada upaya PT DTL mengajukan surat permohonan perpanjangan via Land Management System (LMS) BP Batam pada 6 September 2019.
"Masih dengan niat baik BP Batam utk mendukung investasi, BP Batam kemudian mengundang sebanyak dua kali untuk presentasi rencana bisnis yaitu tanggal 6 November 2019 dan 22 November 2019," tuturnya.
Setelah dua kali rapat itu, BP Batam menilai rencana bisnis tidak menjanjikan dan menerbitkan surat penolakan bahwa BP Batam tidak menyetujui rencana bisnis, sehingga mengacu pada pengakhiran tanggal 20 Agustus 2019, PT DTL diminta menyerahkan kembali lahan dan melakukan pengosongan. Pihaknya menggarisbawahi bahwa Kepala BP Batam incumbent juga masih belum menjabat pada Agustus 2019 itu.
"Selanjutnya ada upaya hukum yang dilakukan PT DTL sejak Juli 2021, namun kita tahu bersama bahwa sudah ada perkara tata usaha negara yang sudah inkrah berdasarkan putusan Mahkamah Agung dan sudah putusan Peninjauan Kembali (PK) yang dimenangkan BP Batam pada tahun 2023," ujarnya.
"PT DTL melalui Dirutnya Rury Afriansyah juga telah melakukan penjualan aset hotel dan menerima pembayaran atas aset tersebut sebesar Rp 2 miliar berdasarkan surat perjanjian kerja sama tanggal 24 Agustus 2023, artinya pihak PT DTL telah mengakui seluruh proses ambil alih oleh BP Batam," tegasnya.
Ketiga, Tuty juga merespons terkait pembatalan alokasi lahan seluas 20 hektar PT DTL yang juga berada di sekitaran kawasan Hotel Pura Jaya bahwa lahan tidak dimanfaatkan.
Ia menggarisbawahi bahwa alokasi lahan tersebut semenjak Juni 1993. Pada tahun 2017, setelah 24 tahun berlalu dan pada tahun tersebut memang BP Batam sedang mulai gencar mengevaluasi lahan yang tidak dimanfaatkan di Batam. BP Batam telah melakukan evaluasi dan menerbitkan SP 1 hingga 3 dan surat pemberitahuan tahun 2019.
PT DTL tidak menunjukkan pemanfaatan lahan tersebut dan tidak melakukan pembangunan secara berkelanjutan di atas lahan tersebut sesuai dengan peruntukan sebagaimana dalam surat perjanjian. PT DTL juga tidak mengurus Fatwa Planologi dan IMB di atas alokasi lahan tersebut. Sehingga pada Mei 2020, BP Batam menerbitkan SK Pembatalan alokasi tanah.
Kemudian, PT DTL kembali mengajukan gugatan hukum sejak 2020, namun dalam prosesnya putusan kasasi PT DTL ditolak begitu juga putusan PK juga dimenangkan BP Batam pada tahun 2022.
Menurut Ariastuty, hal ini membuktikan bahwa langkah evaluasi melalui pembatalan alokasi lahan yang dilakukan pihaknya telah sah di mata hukum. Terbukti juga pada waktu dilakukan foto udara pada 2021 tidak ada kegiatan pembangunan yang dilakukan.
Sebelumnya kasus pencabutan lahan Purajaya sempat viral baru-baru ini. Rury Afriansyah menyebut lahan 30 hektare milik Purajaya diputus secara pihak oleh BP Batam sebelum masa alokasinya habis.
"Sebanyak 10 hektare dari lahannya habis masa berlaku pada 2018, sementara 20 hektare sisanya pada 2023. Namun, permohonan perpanjangan yang diajukan sejak 2018 tak direspons. Malah kami dengar lahan tersebut dialokasikan ke pihak lain," ucapnya belum lama ini.
Rury menemukan bukti komunikasi antara BP Batam dan perusahaan lain terkait alokasi lahan tersebut. Bukti ini akan ia sampaikan dalam Rapat Dengar Pendapat Umum (RDPU) dengan Komisi III DPR RI. Selain itu, ia juga melaporkan penghancuran gedung hotel miliknya yang berada di lokasi tersebut.
"Kami siap mengungkap dugaan mafia lahan yang telah merugikan pengusaha lokal dan asing di Batam," pungkasnya.(K65)