Bisnis.com, JAKARTA - Jungkir balik dunia bisnis kuliner yang dialami Richard tak menyurutkan langkahnya meneruskan mimpi yang telah dia genggam sejak masih berusia belasan tahun.
Tak heran jika kini sambal botol kemasan “Gerilya” yang dirintis Richard sejak tahun 2015, dapat dijumpai dengan mudah di rak-rak sejumlah retail di Medan.
“Saya tidak tamat sekolah, hanya sampai SMA kelas XI saja. Tapi, sejak SMP kelas 3 saya sudah menentukan bahwa saya akan jadi pengusaha di bidang kuliner,” cerita Richard kepada Bisnis beberapa waktu lalu.
Usaha Richard mewujudkan mimpinya tak main-main. Pria yang telah mulai berjualan nasi di sekolah sejak SMP ini mengaku pernah jatuh berkali-kali dan terlilit hutang dalam jumlah besar saat merintis bisnis sambalnya.
Dikatakan Richard, ide untuk memproduksi sambal botol kemasan datang ketika dirinya melihat banyaknya sambal berlabel Bangkok Thailand yang dijual di salah satu supermarket di Medan. Pada saat itu, sekitar tahun 2015, Richard menyebut baru saja bangkrut dari bisnis kateringnya.
Kebiasaan berkeliling menggunakan sepeda motor sembari mencari ide bisnis membawanya singgah ke supermarket tersebut. Jejeran sambal asing kemasan di rak supermarket menguatkan niatnya untuk membuat sambal khas Indonesia yang tak kalah luar biasa.
Baca Juga
“Mereka saja bisa mengirim Sambal Bangkok-nya sampai kemari. Mengapa tidak saya yang mengirim kembali sambal-sambal asli Indonesia yang jumlahnya ratusan jenis itu ke sana?,” ujar Richard..
Dengan modal yang hanya tinggal Rp150.000 ribu pasca bangkrut, Richard memulai bisnis sambal kemasan. Andaliman, lada khas tanah Batak, dipilihnya menjadi varian utama.
Namun, dia menyebut bahwa modal awal itu hanya habis dipakai untuk riset, sehingga penjualan sambal yang saat itu baru dilakukan ke teman-teman terdekatnya menggunakan cara yang tak biasa.
Richard mengaku hanya membawa foto sambal yang dibuat untuk ditawarkan ke teman-temannya dan meminta mereka membayar terlebih dahulu. Uang itulah yang dia pakai untuk membeli bahan sambal.
“Hingga bulan ketiga, omzet saya hanya Rp300.000. Teman saya akhirnya mengusulkan untuk masuk ke marketplace. Saya yang gaptek (gagap teknologi) minta dibikinkan email. Dari marketplace itulah saya dapat reseller pertama, dari daerah Dolok Sanggul, Tapanuli Utara, sebanyak 12 botol,” ceritanya.
Hubungan baik dengan reseller nya sempat membawa sambal andaliman buatan Richard laku terjual hingga 8.000 botol saat kunjungan Presiden Joko Widodo ke Danau Toba, sekitar tahun 2016.
Richard menyebut produksi sambal yang hingga ribuan botol saat itu tak lepas dari bantuan modal yang diberi si reseller untuk mendukung usaha yang baru dirintisnya. Hasil penjualan ini yang dia pakai untuk melunasi hutang-hutangnya, dan mengurus perizinan.
Tantangan belum mau menjauh dari bisnis Richard. Usulan teman untuk meminjam kredit usaha rakyat (KUR) nyatanya meninggalkan masalah baru. Pinjaman KUR yang 80% dipakai untuk membeli peralatan, tak sebanding dengan produksi yang dijalankan.
“Saya punya mesin mumpuni, tapi produk saya tak banyak yang meminta. Selama ini saya meyakini bahwa bisnis hanya soal keberuntungan. Tapi ternyata, harus punya skill entrepreneurship juga,” ujarnya.
Gerilya adalah nama yang dipilih Richard sejak tahun 2022 untuk merek sambal kemasan yang dia produksi. Richard mengatakan bahwa nama itu terinspirasi dari strategi perang yang dipakai Jenderal Sudirman saat perang melawan penjajah dulu.
Sejak dirintis dari tahun 2015, Richard memakai merek Garcia Food. Program pengembangan UMKM yang diikuti Richard membuatnya mantap mengganti merek produk dengan nama yang lebih identik dengan produk yang dibuat.
“Gerilya itu strategi perang Jenderal Sudirman. Jadi, nasionalisnya ada, membaranya juga ada, seperti pedasnya sambal ini,” kata Richard.
Saat ini sambal kemasan botol Richard lebih variatif, ada 6 macam sambal dengan isian lauk seperti teri dan cumi yang dia buat. Dia menyebut, ada hampir 300 retail modern yang kini menjual sambal buatannya, baik dengan brand Gerilya maupun dengan merek lain sesuai kesepakatan.
Kendati rebranding membuat penjualan sambal melonjak hingga kini rata-rata 3.000-4.000 botol per bulan, Richard merasa masih perlu mengembangkan usahanya agar tak stagnan.
“Kami baru saja membuka warung Nasi Gerilya di Jalan Yos Sudarso Medan. Di sana, kami juga menyediakan sambal-sambal kemasan ini agar lebih memperluas jangkauan brand kami,” tandasnya. (K68)