Bisnis.com, JAKARTA - Nilai sebuah ulos tak hanya dilihat dari keindahan warna maupun ragam motifnya. Lebih dari itu, kekayaan ulos terletak pada cerita dibalik motif yang tertenun di permukaannya.
Pemikiran itu menjadi pegangan Renny Katrina Manurung dalam mengembangkan usaha tenun ulos, wastra khas Batak turunan ibundanya selama lebih dari satu dekade.
Renny mengatakan, banyak ulos yang beredar di pasaran dengan perpaduan motif yang serampangan. Menurutnya, hal tersebut lantaran minimnya pengetahuan penenun soal motif original peninggalan nenek moyang.
“Ibu saya juga begitu. Setelah banyak berinteraksi di pasar, jadi lebih sering menciptakan motif dari apa yang dilihatnya. Dulu, waktu gadis, masih motif-motif original yang ditenun. Pencampuran yang tidak pada tempatnya itu yang berpotensi bikin pasar tenun anjlok,” kata Renny saat ditemui Bisnis di Galeri Dame Ulos miliknya di Tarutung, Kab. Tapanuli Utara, Sumatra Utara beberapa waktu lalu.
Upaya Renny menghidupkan kembali motif-motif asli Tarutung yang telah lama hilang dari pandangan tak main-main. Perempuan asli Tarutung ini mengatakan, penelusuran sejarah adalah kunci dalam menghasilkan tenun ulos yang sarat makna.
Awalnya, Renny mengaku hanya menjual ulos dan mandar yang ditenun sendiri ibundanya lantaran saat itu pasar tenun di Tarutung sedang tak bergairah.
Baca Juga
“Waktu itu tahun 2012, saya masih kuliah. Ada masa uang bulanan saya dari ibu di Tarutung, macet. Ibu bilang, uang tenun dari pengepul tenun ulos kami lagi macet,” kata dia.
Dia lantas menjajal penjualan tenun lewat media sosial facebook. Renny juga menyebut dirinya kerap meminta ibunya mengirimkan tenun ulos dari Tarutung ke Medan dengan menggunakan bus untuk dijual kembali. Komunitas demi komunitas disebut Renny jadi target pasarnya.
Renny bahkan mengakui pernah menawarkan tenun ulos tersebut secara door to door ke took-toko penjual kain sejenis di Medan. Melihat animo masyarakat yang cukup baik, sejak saat itu Renny meminta ibunya untuk tak lagi menjual tenun ke pengepul.
Legacy in Clothes
Orisinalitas ulos dan mandar yang diproduksi Dame Ulos dijaga Renny Katrina Manurung mulai dari proses pembuatannya.
Dia mengatakan, para penenun mitra dame Ulos yang tersebar di sekitaran Desa Huta Dame masih menggunakan kedokan atau alat tenun tradisional yang mengharuskan penenun duduk di bawah/ lantai selama menenun.
Sejak tahun 2015, akunya, Dame Ulos juga telah memulai penggunaan bahan-bahan dari alam untuk memberi warna yang alami pada benang yang ditenun penenun menjadi kain, seperti perendaman benang dengan lumpur untuk memberi warna hitam, atau kemiri untuk memberi warna kuning gading.
Renny mengungkapkan, upayanya menghidupkan kembali motif dan warna ulos peninggalan leluhur terbantu oleh buku ‘Legacy in Clothes’ yang dihadiahkan seorang antropolog Belanda kepadanya medio 2014 lalu.
Buku tersebut merupakan arsip sang antropolog yang mengulas ragam motif khas wastra warisan budaya khas Sumatra Utara, termasuk dari Tarutung.
Tak berhenti sampai di situ, kunjungan ke daerah-daerah di sekitaran Tarutung untuk menggali motif-motif lokal dari ingatan para tetua yang masih hidup juga rutin dilakukan Renny.
“Kami ingin membangun persepsi orang-orang ketika mendengar atau melihat nama Dame Ulos sebagai sesuatu yang sudah tidak terlihat dan diperlihatkan kembali’ lewat revitalisasi motif tradisi yang dikuatkan dengan warna alam itu,” jelasnya.
Saat ini ada sekitar 150 penenun di kawasan itu yang menjadi mitra Dame Ulos. Pembeli kain Dame Ulos dapat dengan mudah mengetahui maker atau penenun dari tiap kain karena ada label informasi yang disertakan kepada pembeli.
Dikatakan Renny, hal itu dilakukan Dame Ulos untuk menghargai penenun yang selama ini kerap dikesampingkan dari sebuah karya tenun.
Lebih jauh, Renny menyebut para penenun mitra tersebut juga mengetahui harga akhir kain bikinan mereka yang dijual Dame Ulos ke pembeli.
“Kami ingin membangun usaha tenun yang memanusiakan manusia. Harapannya para penenun memiliki wawasan juga soal perkembangan motif termasuk bea jasa pembuatannya,” jelas dia.
Tenun ulos dan mandar ‘Dame Ulos’ kini telah mendarat di beberapa benua. Renny menyebut dia memanfaatkan media sosial dan jejaring yang didapatnya dari pameran untuk memasarkan wastra kebanggaan suku Batak ini. Diakuinya, dalam sebulan Dame Ulos bisa meraup omzet hingga Rp1 miliar.
Kekayaan cerita, keunikan motif, hingga penggunaan warna alam dalam selembar kain Dame Ulos ini jugalah yang telah mengantarkan Renny meraih penghargaan dari New York pada 2022 lalu untuk kategori ecofashion. (K68)
Pengrajin sekaligus pemilik usaha tenun ‘Dame Ulos’, Renny Katrina Manurung menunjukkan bagian isi buku Legacy in Clothes yang mengarsipkan motif-motif asli tenun Tarutung di Galeri Dame Ulos, Tapanuli Utara. Bisnis/Delfi Rismayeti