Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Tidak Ada yang Salah dengan TikTok Shop, Ini Penjelasan Pengamat Ekonomi

Pengamat ekonomi mengatakan di era perkembangan teknologi yang begitu pesat saat ini, seharusnya hal yang perlu dilakukan adalah beradaptasi.
Produk TikTok Shop yang paling laris dalam sepekan terakhir September. Tangkapan layar./Bisnis-Novita Sari Simamora
Produk TikTok Shop yang paling laris dalam sepekan terakhir September. Tangkapan layar./Bisnis-Novita Sari Simamora

Bisnis.com, PADANG - Pengamat ekonomi yang juga Rektor Universitas Tamansiswa (Unitas) Padang, Sepris Yonaldi, mengatakan di era perkembangan teknologi yang begitu pesat saat ini, seharusnya hal yang perlu dilakukan adalah beradaptasi sehingga tetap produktif.

"Seperti halnya pedagang, seharusnya beradaptasi dengan teknologi. Karena kondisi yang terjadi saat ini, sebagian besar konsumen itu memilih tidak mau repot mau membeli kebutuhan, serta bisa mendapatkan harga yang bagus," katanya, Kamis (28/9/2023).

Dia melihat hal terjadi kini yaitu gelombang tsunami digital, sehingga mau tidak mau, siapapun harus fight terlibat dalam perkembangan teknologi, termasuk pedagang.

Sepris Yonaldi menyatakan bahkan kedepan tidak hanya sektor perdagangan saja, tapi seluruh sektor harus mengikuti teknologi dan bisa menjadi instrumen utama untuk tetap berjalan dan menjadi hal yang dibutuhkan banyak orang.

"Saya ada melakukan polling, yang saya dapatkan ternyata 65 persen menolak ditutupnya TikTok Shop itu. Artinya masyarakat menerima adanya TikTok Shop. Jadi pemerintah harusnya perlu mempertimbangkan betul sebenarnya, lihat kembali, apakah sudah tepat penutupan TikTok Shop itu, atau tidak," sebutnya.

Menurutnya melihat selera masyarakat lebih melek dengan teknologi, ada baiknya pedagang itu mulai beralih menggunakan teknologi untuk berdagang, karena pangsa pasarnya akan lebih luas dan tidak terbatas oleh jarak dan waktu.

"Misalnya, siapapun bisa membeli produk yang ada di Sumbar. Mau siang, malam, pagi, kapan saja, bisa bertransaksi. Kalau di toko, kan terbatas, mungkin jam 9 pagi baru buka, nanti tutup lagi jelang magrib. Nah, kalau online tidak begitu, 24 jam dan dimana saja bisa lihat-lihat produk, kalau minat langsung beli," jelasnya.

Kondisi ini semakin dikuatkan, dari hasil penelusuran Sepris Yonaldi di laman google, ternyata 60 persen masyarakat di Indonesia menggunakan internet, dan 20,8 persen digunakan untuk belanja online. Artinya lebih kurang 40 juta orang di Indonesia menggunakan platform digital dalam bertransaksi jual beli.

Dia mengatakan gaya hidup yang terjadi saat ini, ada yang menyebutkan mager atau malah gerak. Hal itu adalah pelaku yang tumbuh sejak Covid-19 dulu, karena harus work from home (WFH), belanja secara digital. Sehingga orang-orang mulai terbiasa menggunakan digital dalam bertransaksi.

"Dalam ilmu bisnis itu kan ketika berbisnis hal yang perlu dipikirkan adalah kebutuhan pelanggan. Nah kondisi terjadi saat ini pelanggan itu tidak mau repot, tidak harus ke pasar buat beli telor atau sayur, dan cukup di rumah bisa, semua kebutuhan bisa datang ke rumah," ujarnya.

Untuk itu, Sepris Yonaldi menegaskan betul, terkait adanya keputusan pemerintah untuk melarang TikTok Shop atau berjualan online, perlu dipertimbangkan dan lihat kembali, apakah sudah tepat penutupan TikTok Shop itu, atau tidak.

"Jadi bagi saya kondisi sepinya Pasar Tanah Abang dan mengeluhnya pedagang sepi pembeli, dan hal itu bukan masalah. Tapi harusnya pedagang beradaptasi, siapa yang tidak mampu beradaptasi, ya bisa tenggelam," tegasnya.

Makanya, dia menyatakan bukan di TikTok Shop yang bermasalah, tapi mau atau tidak mengikuti teknologi ini. Bila mau, maka akan bisa menikmati hasil bagus, seperti halnya sektor pedagang.

Terpisah, Pedagang Asal Sumbar di Tanah Abang, Muhammad Akbar, mengatakan sepinya pembeli memang sudah dirasakan sejak Covid-19, setelah sempat ditutup, dan kembali dibuka, pembeli mulai terpantau sepi."Namun kondisi yang terjadi saat ini, memang ada beberapa toko yang tutup semenjak adanya pedagang di online, tapi tutupnya toko itu belum tentu serta merta bangkrut, tapi mulai beralih berjualan online pula, jadi bisa berjualan di rumah saja," katanya.

Menurutnya mungkin saja ada pedagang yang sulit beradaptasi dengan cara berjualan secara online, sehingga mereka sangat merasakan dampak adanya pelanggan atau masyarakat yang lebih banyak belanja online, ketimbang harus datang langsung ke pasar atau ke toko.

"Saya tegaskan, sepinya di Pasar Tanah Abang bukan tidak ada pembeli, mungkin transaksinya lewat online saja," ujar Akbar dalam dialog pada stasiun TV swasta di Padang. 


Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel

Editor : Miftahul Ulum
Konten Premium

Dapatkan informasi komprehensif di Bisnis.com yang diolah secara mendalam untuk menavigasi bisnis Anda. Silakan login untuk menikmati artikel Konten Premium.

Artikel Terkait

Berita Lainnya

Berita Terbaru

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

# Hot Topic

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Rekomendasi Kami

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Foto

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Scan QR Code Bisnis Indonesia e-paper