Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Gubernur Sumut Heran Cabai dan Bawang Merah Picu Inflasi

Gubernur Sumatra Utara (Sumut) Edy Rahmayadi mengklaim produksi cabai merah dan bawang merah di Sumut surplus.
Gubernur Sumut Edy Rahmayadi pada acara Kick Off GNPIP di Kabupaten Deli Serdang, Sumatra Utara, Rabu (31/8/2022). / Istimewa
Gubernur Sumut Edy Rahmayadi pada acara Kick Off GNPIP di Kabupaten Deli Serdang, Sumatra Utara, Rabu (31/8/2022). / Istimewa

Bisnis.com, MEDAN — Gubernur Sumatra Utara (Sumut) Edy Rahmayadi mengklaim produksi cabai merah dan bawang merah di Sumut surplus. Oleh karena itu, Edy mengaku heran lantaran karena dua komoditas pangan itu menjadi penyumbang utama pada tekanan inflasi Sumut.

"Saya tak percaya jika cabai merah dan bawang merah menjadi penyebab inflasi di Sumut. Pasti karena orang yang membuatnya, artinya manusianya. Saya yakin ada kesalahan di situ, karena tanaman cabai merah kita banyak," ujar Edy pada acara Kick Off Gerakan Nasional Pengendalian Inflasi Pangan (GNPIP) yang diselenggarakan Bank Indonesia di Klaster Cabai Merah Juli Tani, Kabupaten Deli Serdang, Sumut, Rabu (31/8/2022).

 Lantaran tak percaya, Edy memerintahkan jajaran untuk mencari penyebab mengapa komoditas cabai merah dan bawang merah kerap menyumbang inflasi di Sumut. Padahal, produktivitasnya mencukupi dan bahkan surplus. Edy pun berharap upaya pengendalian inflasi dilakukan secara serius.

"Ternyata untuk cabai merah, tanpa dipantau, keluar ke provinsi lain. Seperti Riau, Kepulauan Riau dan Jambi. Tanpa kendali, sehingga Sumut kekurangan komoditas itu. Jadi ini harus dijaga," katanya.

Pada kesempatan ini, Deputi Gubernur Bank Indonesia Juda Agung membeberkan tujuh program dalam GNPIP. Gerakan ini diharap mampu mengendalikan laju inflasi pangan nasional, yakni 11 persen menjadi 5 persen. Penyelenggaraan Kick Off GNPIP ini merupakan tindak lanjut dari arahan Presiden RI Joko Widodo pada Rapat Koordinasi Nasional Pengendalian Inflasi 2022.

"Untuk mengendalikan dan menurunkan inflasi menjadi 5 persen, terdapat tujuh program dari GNPIP yang sebenarnya merupakan penjabaran dari arahan Presiden pada Rakornas Pengendalian Inflasi baru-baru ini," kata Juda.

Program pertama adalah optimalisasi anggaran kementerian dan lembaga serta pemerintah daerah untuk operasi pasar dan stabilisasi harga serta menjaga daya beli.

Kedua, meningkatkan kerja sama antardaerah. Ketiga, mengoptimalkan distribusi pangan strategis melalui subsidi ongkos angkut. Keempat, penguatan ketahanan komoditas hortikultura dan pasokan pangan strategis lainnya. Khususnya komoditas cabai dan bawang merah yang saat ini menjadi sumber inflasi pangan di banyak daerah.

Program yang kelima adalah peningkatan pemanfaatan Alat Mesin Pertanian (Alsintan) dan saran produksi (Saprodi). Keenam, meningkatkan inovasi dan digitalisasi dalam produksi pertanian. Sedangkan program yang terakhir adalah memperkuat koordinasi dan komunikasi dengan berbagai pemangku kepentingan.

Juda mengatakan, penyelenggaraan Kick Off GNPIP ini merupakan upaya Bank Indonesia dan Tim Pengendalian Inflasi Daerah (TPID) Sumatra Utara untuk memperkuat sinergi demi mengendalikan laju inflasi. GNPIP diyakini mampu mengoptimalkan upaya stabilisasi harga pangan dari sisi suplai serta mendongkrak produktivitasnya guna meningkatkan ketahanan pangan dalam negeri secara terintegrasi.

"Kita harus mengambil langkah untuk menangani aspek yang lebih struktural, dengan mendorong inovasi dan digitalisasi pertanian seperti yang telah dilakukan oleh klaster cabai merah di Sumut," kata Juda.

Juda mengatakan, inflasi nasional sudah tembus 4,94 persen pada Juli 2022 lalu. Satu di antara penyumbang utama inflasi adalah kelompok pangan, yakni sebesar 11 persen. Menurut Juda, ini merupakan level tertinggi kurun delapan tahun terakhir.

Inflasi pangan ini, kata Juda, menjadi sangat critical. Sebab, bobot inflasi pangan terhadap pengeluaran rumah tangga di Indonesia, khususnya menengah ke bawah, cukup besar.

"Sehingga kenaikan inflasi bahan pangan tentunya akan menggerus daya beli yang akan menurunkan kesejahteraan masyarakat menengah ke bawah. Kalau ini tidak kita tangani dengan baik, ini akan berdampak terhadap sosial, politik dan bahkan kemananan," katanya.

Berdasar data Badan Pusat Statistik (BPS), Sumut mengalami inflasi sebesar 0,31 persen pada Juli 2022. Secara tahunan atau year on year (yoy), laju inflasi Sumut tercatat sebesar 5,62 persen alias masih tetap berada di atas nasional. Sedangkan secara tahun kalender, inflasi Sumut mencapai 4,50 persen.

Kepala BPS Sumut Nurul Hasanudin mengatakan, inflasi tahunan di Sumut mesti jadi perhatian. Apalagi tingkatnya konsisten berada di atas nasional sejak beberapa bulan terakhir.

"Kalau kita lihat trennya, di sini kita perlu memberi perhatian terkait dengan tren inflasi secara year on year di mana kita sudah mencapai 5,62 persen. Ini lebih tinggi dari tren nasional yang mencapai 4,94 persen," kata Nurul, Senin (1/8/2022).

Pada Juli 2022, lima kota Indeks Harga Konsumen (IHK) di Sumut kompak mengalami inflasi. Kota Sibolga mengalami inflasi sebesar 1,07 persen, Kota Medan sebesar 0,27 persen, Kota Pematang Siantar sebesar 0,04 persen, Kota Gunung Sitoli sebesar 1,81 persen dan Kota Padang Sidempuan sebesar 0,59 persen.

Menurut Nurul, pengendalian inflasi mesti bergerak efektif melakukan pengawalan. Masih tersisa waktu lima bulan lagi untuk menjaga laju inflasi di Sumut berada pada sasaran atau target inflasi nasional, yakni 3 ± 1 persen pada 2022.

"Ini perlu mendapat perhatian terkait besaran inflasi kita untuk tahun 2022. Masih ada sekitar lima bulan ke depan untuk kita mengawal agar target 3 ± 1 persen atau 2 - 4 persen bisa tercapai di target pengendalian inflasi kita di Sumut khususnya," kata Nurul.

Pada Juli 2022, terdapat sejumlah kelompok pengeluaran yang memberi andil terhadap inflasi di Sumut. Dari 11 kelompok pengeluaran, hanya terdapat dua di antaranya yang mengalami deflasi. Kelompok Minuman, Makanan dan Tembakau mengalami deflasi sebesar 0,02 persen serta Kelompok Perlengkapan, Peralatan dan Pemeliharaan Rumah Tangga juga deflasi sebesar 0,02 persen.

Sedangkan sembilan kelompok pengeluaran lainnya kompak mengalami inflasi pada Juli 2022. Kelompok Pakaian dan Alas Kaki dengan tingkat inflasi 0,03 persen, Kelompok Perumahan, Air, Listrik, dan Bahan Bakar Rumah Tangga sebesar 0,05 persen, Kelompok Kesehatan sebesar 0,00 persen, Kelompok Transportasi sebesar 0,14 persen, Kelompok Informasi, Komunikasi dan Jasa Keuangan sebesar 0,01 persen.

Kemudian Kelompok Rekreasi, Olahraga dan Budaya sebesar 0,03 persen, Kelompok Pendidikan sebesar 0,00 persen, Kelompok Penyediaan Makanan dan Minuman/Restoran sebesar 0,01 persen serta Kelompok Perawatan Pribadi dan Jasa Lainnya sebesar 0,07 persen.

Secara rinci, sejumlah komoditas yang menyumbang inflasi Sumut pada Juli 2022 adalah cabai merah, angkutan udara, cabai rawit, sewa rumah dan bawang merah. Sedangkan komoditas yang menyumbang deflasi antara lain minyak goreng, daging ayam ras, tomat, sawi hijau dan brokoli.


Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel

Konten Premium

Dapatkan informasi komprehensif di Bisnis.com yang diolah secara mendalam untuk menavigasi bisnis Anda. Silakan login untuk menikmati artikel Konten Premium.

Artikel Terkait

Berita Lainnya

Berita Terbaru

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

# Hot Topic

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Rekomendasi Kami

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Foto

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Scan QR Code Bisnis Indonesia e-paper