Bisnis.com, PADANG - Data dari Badan Kepegawaian Daerah (BKD) Provinsi Sumatra Barat saat ini ada sebanyak 12.417 tenaga honorer di Sumbar, yang tergabung dalam tenaga kesehatan, guru, dan lainnya.
Bila mengikuti Peraturan Pemerintah (PP) Nomor: 49 Tahun 2018 tentang Manajemen Pegawai Pemerintah dengan Perjanjian Kerja (PPPK), kemudian dilanjutkan dengan Surat Edaran (SE) Nomor: B/185/M.SM.02.03/2022 yang ditulis pada 31 Mei 2022 lalu dan diteken oleh Menteri Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi (MenPAN-RB) Tjahjo Kumolo, maka belasan ribu tenaga honorer itu terancam diberhentikan.
Gubernur Sumbar Mahyeldi mengatakan saat hal yang akan diupayakan oleh daerah meminta kepada pemerintah pusat untuk mengkaji ulang peraturan tersebut.
Hal ini juga turut dibahas dalam rapat koordinasi gubernur se-Indonesia di Bali pada April 2022 lalu, yang dipimpin oleh Gubernur DKI Jakarta Anies Baswedan.
Pada rakor itu, para gubernur sepakat untuk meminta kepada pemerintah pusat agar meninjau ulang keputusan itu.
“Pada rakor sudah kita bahas, dan kita sudah menjadi sikap bersama. Kita minta ditinjau ulang,” jelasnya.
Menurutnya pengkajian ulang tersebut penting, karena kebijakan penghapusan tenaga honorer bisa mengakibatkan banyak honorer kehilangan pekerjaan sehingga berdampak pada kehidupan mereka.
Diakuinya bahwa peran tenaga honorer di roda pemerintahan cukup dirasakan. Seperti halnya bagi tenaga kesehatan dan para guru itu.
"Kita akan bicarakan ini ke pemerintah pusat. Karena dampak dari PP No.49/2018 itu tidak hanya dirasakan oleh tenaga honorer di Sumbar, tapi merata di seluruh daerah di Indonesia," katanya dalam jumpa pers di Istana Gubernur di Padang, Rabu (22/6/2022).
Khusus di Sumbar, Mahyeldi menyatakan, langkah awal yang akan dilakukan adalah mengusulkan atau meminta kepada pemerintah pusat mengkaji ulang sebelum PP No.49/2018 itu diberlakukan.
Menurutnya kebijakan itu akan menimbulkan kegaduhan bila tenaga honorer tersebut diberhentikan. Seperti halnya di Sumbar, peran tenaga honorer terbilang membantu roda pemerintahan.
"Di Sumbar ini hampir 1.000 ASN yang pensiun setiap tahunnya. Artinya banyak pekerjaan yang perlu diselesaikan. Di sinilah ada peran tenaga honorer itu," jelasnya.
Gubernur merinci dari 12.417 tenaga honorer itu, ada sebanyak 8.872 diantaranya merupakan tenaga guru dan non guru. "Jadi ada lima ribu lebih yang dari guru honorer," ujarnya.
Terkait guru honorer ini, Mahyeldi menyatakan akan mengupayakan untuk pengangkatan jadi Pegawai Pemerintah dengan Perjanjian Kerja (PPPK). Namun kuotanya belum diketahui pasti.
Tapi bila kuota PPK itu tidak bisa menampung seluruh guru honorer yang terancam akan diberhentikan tersebut, bisa beralih menjadi guru ke sekolah swasta.
"Kan bisa ke sekolah swasta. Tapi berapa banyak jumlah sekolah swasta di Sumbar ini, saya kurang tahu. Namun bila melihat ke perguruan tinggi, 75 persen perguruan tinggi di Sumbar ini adalah perguruan tinggi swasta," jelas gubernur.
Mahyeldi juga mengatakan selain selama ini tenaga honorer berperan dalam roda pemerintahan, di satu sisi juga ada dampak besar yang dirasakan oleh para tenaga honorer tersebut.
Misalnya saja, dari satu orang honorer memiliki satu orang istri dan dua orang anak, maka ada sekitar 10.000 honorer di Sumbar yang terdampak.
Artinya ada 40.000 orang yang kehidupannya terdampak akibat kebijakan tenaga honorer tersebut. Angka tersebut baru dihitung berdasarkan provinsi saja, belum di tingkat kabupaten dan kota.
Kendati demikian, Mahyeldi menegaskan, jika kebijakan tersebut benar-benar diterapkan, Pemprov tidak akan tinggal diam, dan akan melakukan sejumlah upaya untuk meminimalisir dampak yang ditimbulkan akibat kebijakan tersebut.
"Caranya, dengan melakukan kajian analisa jabatan dan kesiapan kerja serta peta jabatan. Karena ada sejumlah pekerjaan di lingkungan Pemprov Sumbar yang kemungkinan masih bisa dipertahankan meski ada kebijakan penghapusan tenaga honorer tersebut. Seperti cleaning service, tenaga pengamanan, sopir, dan petugas IT.
PP No.49/2018 yang diteruskan melalui Surat Edaran (SE) Nomor: B/185/M.SM.02.03/2022 yang ditulis pada 31 Mei 2022 lalu dan diteken oleh Menteri Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi (MenPAN-RB) Tjahjo Kumolo itu menyatakan pada tanggal 28 November 2023 mendatang sudah tidak ada lagi tenaga honorer di instansi pemerintahan.
Di kesempatan yang sama, Kepala BKD Sumbar Ahmad Zakri menambahkan bila PP No.49/2018 itu tetap dijalankan, ada 5.000 lebih guru honorer itu terpaksa diberhentikan.
Namun sebelum pemberhentian dilakukan, rencana awal melalui Dinas Pendidikan akan dilakukannya penataan di sekolah-sekolah.
"Jadi rencana kita, dilakukan penataan lagi. Pastikan berapa kebutuhan guru di suatu sekolah negeri dulu. Bila tenaga guru sudah ada sesuai kebutuhan. Barulah kita coba sisanya dialih ke sekolah swasta yang membutuhkan," jelas Ahmad.
Diakuinya soal teknis bagaimana nantinya, akan dibahas lebih lanjut lagi, setelah kepastian diberlakukannya atau tidak PP No.49/2018 tersebut. Begitupun soal guru honorer, akan diurus oleh Dinas Pendidikan tentang alokasi kebutuhan sekolah negeri maupun swasta. (k56)