Bisnis.com, PEKANBARU - Kepala Rumah Detensi Imigrasi Pekanbaru Junior Sigalingging menyatakan bahwa selama tahun 2019 ada 14 anak imigran yang lahir di Pekanbaru, menambah jumlah imigran berstatus pengungsi luar negeri di Provinsi Riau.
"Kita tidak harapkan ada penambahan pengungsi dari luar. Penambahan saat ini karena kelahiran. Tahun ini yang lahir ada 14 di Pekanbaru," kata Junior Sigalingging di Pekanbaru, Jumat (22/11/2019).
Dengan rata-rata kelahiran satu anak imigran pencari suaka dalam satu bulan di Pekanbaru, jumlah keseluruhan anak pengungsi luar negeri yang berada di daerah berjuluk Bumi Lancang Kuning kini telah bertambah menjadi 288 jiwa.
"Sampai saat ini ada 288 anak, terjadi penambahan karena kelahiran," kata Junior.
Kepala Divisi Imigrasi Kantor Wilayah Kementerian Hukum dan HAM Riau Mujiyono mengatakan bahwa pemerintah memperketat pengawasan agar tidak ada lagi pengungsi luar negeri yang masuk dan menambah populasi pencari suaka di Riau.
Sekarang ini total ada 998 imigran berstatus pengungsi luar negeri di Provinsi Riau. Mereka ditampung di delapan tempat penampungan di Kota Pekanbaru dan Kabupaten Kampar.
Baca Juga
"Kita sejak awal perketat pengawasan, jangankan dari pengungsi luar negeri dari Malaysia, dari daerah lain juga. Sebanyak 998 pengungsi jangan tambah lagi, kecuali yang lahir disini. Karena orang mau lahir gimana bisa kita tahan," kata Mujiyono.
Meski belum meratifikasi Konvensi Pengungsi 1951, konvensi Perserikatan Bangsa-Bangsa mengenai status pengungsi, pemerintah Indonesia telah lama menerima pengungsi dari luar negeri karena alasan kemanusiaan. Berkenaan dengan penanganan pengungsi dari luar negeri, Presiden Joko Widodo menerbitkan Peraturan Presiden (Perpres) Nomor 125 tahun 2016 tentang Pengungsi Dari Luar Negeri.
Jumlah pengungsi luar negeri yang kini berada di Indonesia berdasarkan data UNHCR lebih dari 13.900 orang. Mereka berusaha mencari suaka ke negara ketiga seperti ke Amerika Serikat, Australia, Selandia Baru, dan Kanada. Proses tersebut memakan waktu lama, membuat imigran yang sudah berada di Indonesia bisa menunggu hingga lebih dari lima tahun.