Bisnis.com, PALEMBANG – Penerapan teknologi pertanian diyakini dapat meningkatkan produktivitas kebun karet dari semula 1,3 ton per hektare menjadi lebih dari 2 ton per hektare.
Peneliti Madya Pemuliaan dan Bioteknologi Tanaman Karet Balai Penelitian Sembawa, Fetrina Oktavia, mengatakan peningkatan produktivitas merupakan hal penting bagi petani di tengah penurunan harga komoditas itu saat ini.
“Pusat Penelitian Karet telah berupaya menghasilkan inovasi teknologi pertanian untuk mendukung produktivitas lahan. Salah satunya penyediaan bahan tanam klon unggul,” katanya saat seminar inovasi teknologi dan pengembangan kelembagaan pemasaran bokar merespon harga karet rendah di Sembawa,Kabupaten Banyuasin, Sumsel, Senin (15/4/2019).
Fetrina menjelaskan bibit karet unggul yang telah diciptakan tersebut, seperti klon IRR 112, IRR 118, IRR 230, IRR 425 dan IRR 429.
Dia menambahkan pihaknya juga sudah membuat teknologi pemeliharaan dan pengendalian terhadap penyakit tanaman karet utama, seperti jamur akar putih.
“Harapannya dengan penerapan teknologi, produktivitas perkebunan karet meningkat secara bertahap dan berdampak positif terhadap kesejahteraan petani,” ujarnya.
Baca Juga
Fetrina melanjutkan, peningkatan produktivitas perkebunan karet dapat pula memanfaatkan teknologi tumpangsari (intercropping) pangan-hortikultura-dan pakan.
“Ini jadi salah satu solusi bagi petani karet untuk meningkatkan pendapatan dalam menghadapi penurunan harga karet,” katanya.
Berbagai modifikasi jarak tanam tanam dapat dilakukan untuk mengoptimalkan penggunaan lahan perkebunan mulai dari jarak tanam tunggal dan jarak tanam ganda (18 m x (2 m x 2.5 m) atau (19 m x (4 m x 2 m)) untuk tumpeng sari dengan tanaman sela pangan-hortikultura-pakan.
Bahkan, kata dia, tumpeng sari dapat digabung dengan tanaman tahunan lainnya, seperti sawit, kakao, kopi hingga lada.
Dia menjelaskan selama tujuh tahun terakhir, agribisnis karet mengalami kondisi kurang menguntungkan di mana harga karet cenderung menurun, sementara itu di sisi yang lain biaya produksinya terus meningkat.
Fetrina mengemukakan Fluktuasi harga karet dan kenaikan biaya produksi merupakan ancaman bagi kesejahteraan petani karet.
“Oleh karena itu kami juga mengenalkan pendekatan low tapping frequency (LTF) atau penyadapan intensitas rendah. Harapannya terjadi terjadi penurunan biaya produksi sehingga besaran pendapatan petani bisa dipertahankan,” katanya.
Diketahui, Sumsel merupakan produsen karet terbesar di Tanah Air dengan luasan kebun mencapai 1,31 juta ha dan produksi mencapai 1,05 juta ton karet kering.