Bisnis.com, PEKANBARU -- Sebanyak 200 siswa sekolah menengah atas di Pekanbaru tengah serius mendengarkan pemaparan tentang program gerakan nasional non tunai (GNNT), yang digelar di aula utama Kantor Perwakilan Bank Indonesia Provinsi Riau pekan lalu.
Saat memasuki sesi tanya jawab, Vianika, salah satu peserta melontarkan pertanyaan. "Saya kan suka nonton bioskop, apa emoney ini bisa dipakai untuk nonton?"
Pertanyaan itu muncul, karena menurut data Bank Indonesia sampai saat ini, hampir 90% transaksi keuangan sehari-hari masyarakat di Tanah Air, masih menggunakan pembayaran secara tunai.
Kondisi ini membuat Indonesia tertinggal dari negara tetangga, seperti Malaysia, dan Thailand yang sudah menggunakan non tunai hingga 20% transaksi, atau negara maju seperti Korea Selatan, Amerika Serikat yang hampir 50% transaksi pembayaran sudah tidak lagi menggunakan uang tunai.
Bila kondisi secara nasional masih di angka 10%, dan tentu saja itu mencerminkan ibu kota Jakarta, tidak demikian dengan daerah seperti Provinsi Riau.
Pemahaman masyarakat setempat tentang pembayaran secara non tunai belum begitu luas, sehingga pertanyaan seperti yang diajukan Vianika pun terlontar saat dilakukan sosialisasi GNNT untuk siswa SMA di Pekanbaru tersebut.
Baca Juga
Lain lagi dengan Mikaellin. Dia untuk pertama kalinya mengetahui tentang GNNT atau adanya sistem pembayaran non tunai, dari Bank Indonesia.
Karena masih awam dan khawatir dengan keamanan transaksi metode elektronik itu, dia mengaku akan berdiskusi dengan orang tua terlebih dahulu, sebelum mencoba untuk menambah saldo ke uang elektronik dan berbelanja secara non tunai.
"Memang baru kali ini ikut sosialisasi gerakan non tunai, karena itu nanti mau diskusi dulu dengan orang tua sebelum bertransaksi, karena saya juga masih bingung bagaimana caranya," katanya.
Vania Wardani, analis dari fungsi analisis sistem pembayaran inklusif Kantor Perwakilan Bank Indonesia Provinsi Riau mengaku pihaknya kali ini menggelar sosialisasi GNNT ke generasi muda milenial, khususnya usia pelajar SMA.
Menurut Vania, generasi milenial saat ini jumlahnya sudah lebih dari 30% dari total penduduk, dan kelompok ini sudah sangat akrab dengan gawai dan perkembangan teknologi informasi.
"Generasi milenial ini memang sangat potensial karena jumlahnya sudah lebih dari 30% total penduduk Indonesia, dan akrab dengan gadget, jadi kami ingin supaya anak muda paham dengan transaksi non tunai karena lebih aman dan praktis," katanya.
Lebih aman yang dimaksud Vania yaitu transaksi dengan uang elektronik ini semua aliran dana tercatat dengan baik lewat sistem yang sudah dibangun oleh bank atau pihak penerbit uang elektronik.
Lalu untuk setiap pembayaran yang akan dilakukan, pengguna akan diminta memasukkan kode keamanan sehingga bisa terhindar dari risiko pembobolan.
Namun untuk pembayaran dengan kartu emoney atau uang elektronik, pengguna lebih diharapkan kehati-hatian agar kartu tidak hilang atau diambil oleh pihak lain, sebab pembayaran dengan kartu tersebut hanya tinggal ditempel atau tap, dan tidak perlu menggunakan kode keamanan.
Selanjutnya pembayaran dengan non tunai, sistemnya lebih praktik dan bisa membayar dengan nilai pas, tanpa harus mencari uang nominal kecil dan menunggu uang kembalian.
Tentu hal ini memudahkan bagi pengguna, yang tidak ingin menghadapi kesulitan saat akan membayar dengan nominal tertentu antara ribuan dan ratusan rupiah.
"Jadi dengan pembayaran non tunai tidak perlu lagi khawatir tidak ada uang kecil atau tidak mendapat uang kembalian, semua sudah bisa dibayar sesuai tagihannya tanpa harus membawa uang receh," katanya.
Sementara itu Kepala Perwakilan Bank Indonesia Provinsi Riau Siti Astiyah mengaku pihaknya sudah kerap menggelar sosialisasi program GNNT sejak diluncurkan 2014 silam.
"Sosialisasi seperti ini sudah sering, dan kali ini kami menyasar kalangan milenial anak-anak SMA di Pekanbaru, sekitar 200 orang," katanya.
Dipilihnya milenial sebagai target sosialisasi menurut Siti, agar kelompok masyarakat muda Indonesia ini dapat memahami manfaat yang didapatkan dari penggunaan sistem transaksi non tunai.
Selain itu untuk dapat segera mewujudkan masyarakat yang akrab dengan transkasi non tunai alias lesscash society.
Hal itu menurut Siti, dapat terwujud karena yang disasar dari gerakan ini tidak hanya masyarakat, tetapi pemerintah juga sudah menunjukkan komitmen mendukung GNNT dengan menerapkan sistem pembayaran non tunai dalam transaksi di pemerintahan, sejak 2017 lalu.
Lalu saat ini juga pasar online atau e-commerce yang memang menyediakan fasilitas pembayaran secara non tunai, sehingga masyarakat menjadi semakin mudah, akrab, dan terbiasa dengan pembayaran tanpa uang cash dalam transaksi sehari-hari.
Tentu berbagai upaya dari bank sentral dan pihak penerbit uang elektronik patut diapresiasi dalam mewujudkan masyarakat akrab non tunai, yang akhirnya diharapkan pertanyaan yang muncul di awal artikel akan terus berkurang, dan tidak ada lagi di masa mendatang.