Bisnis.com, DHARMASRAYA - Pemerintah Kabupaten Dharmasraya, Sumatra Barat, mengungkapkan bahwa masyarakatnya banyak terjebak rentenir yang berkedok koperasi simpan pinjam.
Wakil Bupati Dharmasraya Leli Arni mengatakan dari informasi yang didapatkan ternyata jumlah warga Dharmasraya yang terjebak rentenir itu mencapai 28.000 orang dan jumlah tersebut dipandang bukanlah jumlah yang kecil.
"28.000 orang itu jumlah dari 8 sebuah lembaga yang mengaku koperasi, dan kami sudah mengidentifikasi lokasi 8 koperasi itu, semuanya memang beroperasi wilayah Dharmasraya," katanya dalam keterangan resmi, Jumat (13/6/2025).
Dia menyebutkan 8 koperasi itu menyasar masyarakat dengan iming-iming pinjaman cepat, tanpa agunan, dan bunga kecil, ternyata kini membuat masyarakat semakin rumit, dan terlilit hutang. Beruntung kondisi turut menjadi perhatian pemerintah nagari/desa, sehingga ada dibantu oleh pemerintah nagari nya membayarkan hutang warganya ke rentenir itu.
Menurutnya dengan beroperasinya rentenir itu, dampak sosial telah dirasakan warga, dan hal tersebut menjadi sebuah momok yang sangat mengkhawatirkan di Dharmasraya.
Bahkan ada di salah satu nagari/desa, empat kepala keluarga (KK) terpaksa meninggalkan rumah mereka karena tidak sanggup membayar cicilan. “Untung wali nagari punya inisiatif dan empati, mau membantu menanggulangi utang warganya,” kata Leli.
Baca Juga
Lebih tragis lagi, Wabup mengaitkan kasus penganiayaan yang menyebabkan kematian seorang anak perempuan oleh ayah tirinya, beberapa waktu lalu di Koto Baru, yang sempat menggemparkan Indonesia dengan tekanan ekonomi akibat lilitan utang kepada rentenir.
“Pinjaman mungkin hanya Rp2 juta atau maksimal Rp5 juta, tapi dengan sistem cicilan mingguan dan bunga yang tak transparan, ini sangat memberatkan. Apalagi kalau dipakai untuk konsumsi, bukan kebutuhan mendesak, akhirnya uang habis, utang menumpuk,” sebut dia.
Dia menegaskan saat ini pemerintah daerah tidak bisa langsung melarang operasional koperasi-koperasi bermasalah tersebut, karena beberapa di antaranya memiliki izin formal. Namun, Pemkab akan mengambil langkah strategis melalui jalur edukasi dan literasi keuangan.
“Mungkin ke depan akan dilakukan penyuluhan ke nagari-nagari, terutama yang paling terdampak. Masyarakat harus tahu bagaimana membedakan koperasi sehat dan koperasi abal-abal. Jangan sampai masyarakat makin terpuruk karena kurangnya informasi,” tegas Leli.
Kemudian dia juga mengingatkan Aparatur Sipil Negara (ASN) agar tidak ikut terjebak dalam sistem pinjaman yang tidak sehat. “ASN harus jadi contoh. Jangan sembarangan meminjam, apalagi ke lembaga yang tidak jelas," ungkapnya.
Dia menyebutkan ASN idealnya menjadi pencerah di tengah masyarakat. Memberikan edukasi yang baik agar masyarakat tidak terjebak lebih dalam ikatan hutang yang melilit.