Bisnis.com, BATAM - Bank Indonesia (BI) Perwakilan Kepulauan Riau (Kepri) optimistis perekonomian Kepri bisa tumbuh positif sepanjang tahun 2025.
Penyebabnya selain capaian perekonomian terakhir tahun lalu yang tumbuh positif di angka 5,14% (yoy), intermediasi perbankan dan transaksi non tunai juga mencatatkan tren yang bagus.
Kepala BI Perwakilan Kepri Rony Widijarto mengatakan ia optimis meskipun saat ini Kepri menghadapi masalah serius akibat kondisi perekonomian global yang dinamis.
"Pada akhir triwulan IV/2024 kemarin, perekonomian Kepri tumbuh melampaui pertumbuhan wilayah Sumatra yang tercatat sebesar 4,60% (yoy)," katanya di Gedung Bank Indonesia (BI) Kepri, Selasa (22/4/2025).
Adapun pendorong ekonomi masih didominasi oleh sektor industri pengolahan, perdagangan dan pertambangan.
Selanjutnya ia menyebut intermediasi perbankan pada akhir tahun lalu tumbuh positif. Hal tersebut tercermin dari peningkatan laju kredit.
Baca Juga
"Laju kredit tumbuh positif yang disertai dengan terjaganya kualitas kredit, yang tercermin dari risiko kredit pada segmen korporasi dan segmen kredit UMKM," katanya lagi.
Sementara risiko kredit sektor rumah tangga juga ikut meningkat. Dengan demikian, kinerja perbankan di Kepri tetap kuat, karena peningkatan jumlah kredit dan risiko kredit yang terkendali.
Selain itu, aktivitas transaksi pembayaran tunai menggunakan Rupiah di Kepri tetap tumbuh positif meskipun mengalami perlambatan pada triwulan IV/2024.
"Di sisi lain, transaksi non tunai turut mengalami peningkatan sejalan dengan meningkatnya penerimaan dan preferensi masyarakat terhadap instruen digital seperti QRIS," ujarnya.
Tekanan inflasi di Provinsi Kepri pada tahun 2025 juga diprakirakan tetap terjaga dalam rentang sasaran inflasi 2,5±1% (yoy).
Beberapa faktor pendukung terjaganya inflasi antara lain normalisasi harga pangan dan energi global, perbaikan rantai pasok, serta penguatan sinergi upaya pengendalian inflasi di daerah melalui Tim Pengendalian Inflasi Daerah (TPID) dan Gerakan Nasional Pengendalian Inflasi Pangan (GNPIP).
"Upaya tersebut diharapkan mampu menjaga daya beli masyarakat dan mendukung pertumbuhan ekonomi yang berkelanjutan," pungkasnya.
Di tempat yang sama, Asisten Administrasi Perekonomian dan Pembangunan Kepri Luki Zaiman Prawira mengatakan bahwa dinamika ekonomi global, termasuk dampak dari ketegangan perang dagang antara Amerika Serikat dan Cina sedikit banyak mempengaruhi perekonomian di Kepri.
Perang dagang yang berujung pada pemberlakuan Tarif Trump ini membawa dampak sistemik terhadap perdagangan internasional, investasi, dan stabilitas pasar.
"Ketidakpastian global ini tentunya menjadi perhatian bersama meskipun pemerintah telah mengambil langkah negosiasi dengan Amerika. Namun agenda penting ini, menjadikan sebuah terobosan cepat tanggap terhadap segala kemungkinan-kemungkinan yang dapat memberikan efek negatif pada pertumbuhan ekonomi," ujarnya.
Luki menjelaskan Kepri memiliki sejumlah kawasan Free Trade Zone (FTZ) seperti Batam, Bintan dan Karimun (BBK) yang membuat barang impor masuk tidak dikenakan tarif bea masuk.
Hal tersebut bisa jadi pertimbangan bagi pemerintah pusat untuk memperjuangkan Kepri agar bebas dari tarif resiprokal.
"Pertumbuhan ekonomi Kepri harus selalu terjaga mengingat pertumbuhan yang belum merata di semua daerah," pungkasnya. (239)