Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Saran Ekonom kepada Pemerintah saat Rupiah Melemah

Pakar ekonomi dari Universitas Andalas Endrizal Ridwan memberikan saran kepada pemerintah saat rupiah melemah.
Karyawan menghitung uang dolar AS dan rupiah di salah satu gerai penukaran mata uang asing di Jakarta, Selasa (18/3/2025). Bisnis/Arief Hermawan P
Karyawan menghitung uang dolar AS dan rupiah di salah satu gerai penukaran mata uang asing di Jakarta, Selasa (18/3/2025). Bisnis/Arief Hermawan P

Bisnis.com, PADANG - Pakar ekonomi dari Universitas Andalas Endrizal Ridwan mengatakan meskipun nilai tukar rupiah terhadap dolar Amerika Serikat pada Selasa (15/4) pagi ini kembali menguat Rp16.800, namun ia melihat beberapa hari yang lalu kondisi terburuk malah terjadi.
 
Dia melihat mata uang utama dunia bukanlah sekadar fenomena ekonomi biasa. Di balik fluktuasi angka, tersembunyi dinamika global yang kompleks serta sinyal-sinyal kegelisahan struktural dalam perekonomian nasional.
 
Menurutnya situasi fiskal dalam negeri belanja besar tanpa diiringi penerimaan pajak yang memadai, serta sinyal politik ekonomi yang ambigu memperparah sentimen negatif terhadap rupiah.
 
Fenomena capital outflow dalam beberapa bulan terakhir memperlihatkan kecenderungan investor melepas aset rupiah dan beralih ke instrumen lindung nilai seperti emas atau dolar AS.
 
Tak hanya pelaku global, kelas menengah Indonesia pun ikut membeli emas demi menjaga nilai kekayaan mereka. Endrizal menekankan pentingnya stabilitas kebijakan.
 
"Pemerintah harus berhenti mengirim sinyal-sinyal ambigu ke publik. Komunikasi kebijakan harus konsisten dan kredibel agar kepercayaan tetap terjaga,” ujarnya.
 
Untuk jangka panjang, beliau menekankan pentingnya disiplin fiskal: pemerintahan yang ramping, pengurangan ketergantungan pada utang, dan optimalisasi belanja masyarakat sebagai motor utama pertumbuhan ekonomi.
 
“Dengan demikian, ruang fiskal kita akan lebih berdaulat dan tahan terhadap guncangan eksternal,” tambahnya.
 
Di tengah arus proteksionisme yang dipicu kebijakan tarif dari pemerintahan Trump, Indonesia perlu waspada. Amerika Serikat merupakan pasar ekspor terbesar kedua setelah Tiongkok. Produk seperti pakaian dan alas kaki yang banyak diproduksi UMKM berpotensi terdampak langsung.
 
Namun, alih-alih terpuruk, Indonesia justru bisa mengambil peluang dari pergeseran strategi dagang AS yang kini mengarah ke hubungan bilateral.
 
“Inilah saatnya Indonesia merevitalisasi kerja sama Asia Afrika yang dulu pernah digagas di era Presiden Sukarno,” kata Endrizal.
 
Dia juga menekankan pentingnya memperkuat integrasi pasar ASEAN dan melakukan diversifikasi ekspor agar tidak terlalu bergantung pada satu negara tujuan.
 
Terkait peran Bank Indonesia, Endrizal mengusulkan pendekatan yang lebih jernih. Menurutnya, karena Indonesia menganut sistem nilai tukar mengambang, intervensi terhadap kurs sebaiknya dibatasi.
 
“Biarkan pasar menyesuaikan nilai tukar. Fokus BI sebaiknya pada kestabilan harga dalam negeri,” tuturnya.
 
Dia menilai intervensi terhadap kurs sering kali lebih bernuansa politis ketimbang ekonomis, terutama untuk menjaga rasio utang luar negeri.
 
“Lebih baik cadangan devisa digunakan langsung untuk membayar utang, bukan untuk menopang kurs secara artifisial,” tandasnya.
 
Dalam menghadapi era global yang kian kompetitif, Endrizal menekankan bahwa daya saing nasional harus berakar pada produktivitas tenaga kerja dan inovasi.
 
Hal ini hanya dapat terwujud melalui pembukaan kompetisi di berbagai sektor, termasuk pendidikan dan kesehatan, yang selama ini dikuasai oleh negara.
 
“Pemerintah sebaiknya mundur dari kegiatan ekonomi yang bisa dijalankan oleh masyarakat. Fokus saja pada peran-peran inti seperti penegakan hukum dan menciptakan arena yang adil bagi semua pelaku ekonomi,” jelasnya.
 
Menurut dia, semakin kecil peran negara dalam membelanjakan pendapatan nasional, semakin besar peluang masyarakat untuk menggerakkan ekonomi secara mandiri dan efisien.
 
Kemudian, di tengah badai ketidakpastian global dan disorientasi arah kebijakan, suara kritis seperti yang disampaikan Endrizal menjadi sangat penting. Rupiah bukan hanya alat tukar, tapi cermin kepercayaan publik dan internasional terhadap arah bangsa ini.
 
"Jika pemerintah dan otoritas moneter dapat membangun tata kelola yang konsisten, transparan, dan berbasis produktivitas, maka Indonesia tidak hanya akan bertahan tapi justru tumbuh lebih kuat di tengah dunia yang sedang mencari arah," tutupnya.


Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel

Bisnis Indonesia Premium.

Dapatkan informasi komprehensif di Bisnis.com yang diolah secara mendalam untuk menavigasi bisnis Anda. Silakan login untuk menikmati artikel Bisnis Indonesia Premium.

Artikel Terkait

Berita Lainnya

Berita Terbaru

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

# Hot Topic

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Rekomendasi Kami

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Foto

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Scan QR Code Bisnis Indonesia e-paper