Bisnis.com, PEKANBARU – Wartawan Sawit Nusantara (WSN) menyampaikan keberatan terhadap Peraturan Presiden (Perpres) Nomor 5 Tahun 2025 tentang Penertiban Kawasan Hutan yang ditandatangani Presiden pada 21 Januari 2025.
Ketua WSN Abdul Aziz menyoroti ketidakjelasan proses pengukuhan kawasan hutan yang dianggap merugikan masyarakat, terutama di Provinsi Riau.
“Kami sangat terkejut membaca Perpres ini, karena tidak ada satu pun pasal yang menyebutkan pentingnya meninjau ulang proses pengukuhan kawasan hutan. Ini seolah-olah menganggap semua proses pengukuhan yang dilakukan sebelumnya sudah benar. Padahal, jutaan hektare lahan masyarakat bisa terjebak dalam kawasan hutan dan dianggap bersalah tanpa proses yang jelas,” ungkapnya, Selasa (28/1/2025).
Dirinya menyoroti hingga 2016, kawasan hutan di Riau masih berstatus penunjukan, sebagaimana tercantum dalam SK.903/MENLHK/SETJEN/PLA.2/12/2016.
Menurutnya, berdasarkan aturan yang berlaku, kawasan yang berstatus penunjukan seharusnya segera melalui proses pengukuhan, termasuk penataan batas dan pemasangan patok, dengan melibatkan masyarakat setempat.
“Sayangnya, proses ini tidak dilakukan. Setelah keluarnya UU Cipta Kerja, kehutanan justru tiba-tiba memasang patok pada lahan milik masyarakat, termasuk kebun sawit eks-transmigrasi yang sudah tua dan bahkan lahan yang bersertifikat. Masyarakat yang protes pun diabaikan,” tambahnya.
Baca Juga
Abdul Aziz meminta Presiden untuk meninjau ulang proses pengukuhan kawasan hutan yang dilakukan tanpa melibatkan masyarakat dan memperbaiki kebijakan agar masyarakat tidak terus-menerus dirugikan.
Dia juga menyoroti adanya dugaan pelanggaran aturan dalam pemberian izin konsesi Hutan Tanaman Industri (HTI) di Riau, yang melibatkan 1,9 juta hektare kawasan hutan dengan tutupan kayu di atas 80 meter kubik per hektare.
“Jika masyarakat yang tidak bersalah harus menanggung konsekuensi atas kesalahan ini, kami meminta pemerintah juga tegas terhadap izin-izin HTI yang menyalahi aturan. Jangan sampai masyarakat kecil dikorbankan, sementara pelanggaran besar dibiarkan,” ujarnya.
Abdul Aziz berharap Presiden dapat memprioritaskan kepentingan masyarakat dan menciptakan kebijakan yang adil. “Kami yakin, Bapak Presiden adalah pemimpin yang arif dan bijaksana. Kami berharap langkah konkret untuk meninjau ulang Perpres ini demi keadilan bagi masyarakat,” pungkasnya.