Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Penerimaan Bea dan Cukai di Sumbar Hingga Agustus 2024 Baru Terealisasi 26%

Realisasi penerimaan Bea dan Cukai pada periode Januari-Agustus 2024 mencapai Rp245,78 miliar atau terealisasi sebesar 26,41% terhadap target tahun 2024.
Petugas Ditjen Bea dan Cukai mengecek pengiriman barang dari luar negeri. Dok. Ditjen Bea Cukai Kemenkeu.
Petugas Ditjen Bea dan Cukai mengecek pengiriman barang dari luar negeri. Dok. Ditjen Bea Cukai Kemenkeu.

Bisnis.com, PADANG - Kantor Bea Cukai Teluk Bayur, Kota Padang, Sumatra Barat, mencatat realisasi penerimaan Bea dan Cukai pada periode Januari-Agustus 2024 mencapai Rp245,78 miliar atau terealisasi sebesar 26,41% terhadap target tahun 2024.

Kepala Seksi Penyuluhan dan Layanan Informasi Bea Cukai Teluk Bayur, Hery Syamsul Bahtiyar mengatakan bila melihat dari penerimaan Bea Masuk realisasinya senilai Rp29,1 miliar atau 246,67% dari target Rp11,3 miliar.

"Untuk Bea Masuk realisasi penerimaannya memang cukup besar, karena adanya impor beras," katanya, Kamis (26/9/2024).

Selanjutnya untuk penerimaan Bea Keluar Rp216,34 miliar atau 23,54% dari target Rp919,18 miliar di tahun 2024 ini. Penerimaan Bea Keluar itu terkontraksi sebesar 51,40% (yoy) dikarenakan penurunan volume ekspor komoditas CPO dan turunannya.

Dia menyebabkan untuk penyebab terjadinya penurunan ekspor komoditas CPO dan turunannya itu, ada dua kemungkinan, yakni adanya alasan bisnis dan adanya komoditas CPO asal Sumbar yang tidak melakukan ekspor melalui pelabuhan Teluk Bayur.

"Kami melihat ada dua kemungkinan, selain adanya kemungkinan diekspor melalui daerah lainnya, atau memang pengusaha lagi menahan ekspor sembari memantau kondisi harga CPO dunia," ungkapnya.

Dikatakannya bila melihat pada periode Agustus 2024 itu, harga referensi CPO tercatat sebesar USD 820,11 per ton atau mengalami peningkatan dibanding bulan sebelumnya.  

Dimana untuk peningkatan HR CPO dipengaruhi oleh adanya kenaikan permintaan terutama dari India yang tidak diimbangi dengan peningkatan produksi, adanya peningkatan harga minyak nabati lainnya, dan harga minyak mentah dunia.

Kemudian, Kepala Kanwil DJPb Sumbar Syukriah HG mengatakan persoalan menurunnya ekspor komoditas CPO di Sumbar ini dipengaruhi oleh kondisi harga CPO dunia, sehingga banyak pengusaha mengatur CPO yang hendak di ekspor.

"Kondisi ini sebenarnya yang perlu dilakukan adalah mendorong komoditas lainnya untuk meningkatkan ekspornya. Seperti kulit manis dan bumbu rendang," sebutnya.

Syukriah menyampaikan jangan sampai Sumbar hanya terpaku pada satu komoditas seperti CPO itu. Karena bila hanya bergantung atau berharap ke CPO saja, kondisi tersebut bakal menimbulkan rendahnya nilai penerimaan dana bagi hasil (DBH) bagi pemerintah daerah.

"Jadi ekspor ini manfaat yang bakal dirasakan pemerintah daerah itu soal DBH nya. Sementara bagi kami di Kemenkeu soal penerimaan pajaknya," ungkap dia.

Untuk itu dia melihat perlu ada langkah strategi untuk mendorong komoditas lainnya di Sumbar yang bisa menghasilkan produk yang layak di ekspor.

"Bicara soal komoditas rendang, kendala yang dihadapi saat ini pangsa pasar saja. Padahal dari sisi produksi tidak ada persoalan, karena ada HIPERMI (Himpunan Pengusaha Rendang Minangkabau," tutupnya.


Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel

Editor : Ajijah

Topik

Konten Premium

Dapatkan informasi komprehensif di Bisnis.com yang diolah secara mendalam untuk menavigasi bisnis Anda. Silakan login untuk menikmati artikel Konten Premium.

Artikel Terkait

Berita Lainnya

Berita Terbaru

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

# Hot Topic

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Rekomendasi Kami

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Foto

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Scan QR Code Bisnis Indonesia e-paper