Bisnis.com, BATAM – Laporan HSBC Global menyebutkan, perusahaan di Asia Tenggara memiliki prospek perdagangan paling menjanjikan di dunia, di tengah kekhawatiran mengenai isu proteksionisme. Data tersebut terangkum oleh HSBC Navigator, survei global yang melibatkan 8.500 bisnis di 34 negara.
Di Asia Tenggara, HSBC Navigator melibatkan lebih dari 1000 responden di lima pasar ASEAN terbesar seperti Singapura, Malaysia, Thailand, Indonesia, dan Vietnam.
Di tengah meningkatnya proteksionisme, ASEAN adalah salah satu kawasan yang memiliki tingkat optimisme tertinggi terhadap prospek perdagangan dan aktivitas komersial, walaupun banyak perusahaan melihat peningkatan sentimen proteksionisme.
Berdasarkan laporan tersebut diketahui, 86% perusahaan ASEAN memiliki optimisme mengenai prospek perdagangan luar negeri - lebih dari blok perdagangan lainnya dan lebih tinggi dari rata-rata global sebesar 77%.
Sementara 75% dari bisnis di ASEAN percaya bahwa banyak negara menjadi lebih proteksionis di pasar ekspor utama mereka - tertinggi dari semua blok perdagangan dan jauh lebih tinggi daripada rata-rata global 63%.
Presiden Direktur PT Bank HSBC Indonesia Sumit Dutta mengatakan, Perusahaan-perusahaan ASEAN sangat optimis melihat prospek bisnis mereka dan memperkirakan peningkatan proteksionisme di masa mendatang.
Baca Juga
“Sekilas terlihat kontra-intuitif dan jadi pertanyaan, apakah mereka meremehkan risiko perdagangan akibat meningkatnya proteksionisme atau mencoba melihat peluang di tengah konflik perdagangan? Apapun itu, rantai suplai akan beralih ke ASEAN dan perusahaan harus siap,” jelasnya.
HSBC Navigator menyoroti bahwa China dan AS sejauh ini telah menjadi fokus kebijakan perdagangan proteksionis, tetapi mungkin ada dampak tidak langsung pada blok ASEAN mengingat tingkat ekspor yang tinggi di kawasan itu ke kedua negara tersebut.
Pada saat yang sama, laporan tersebut menemukan bahwa tarif juga membuka peluang bagi pasar ASEAN di berbagai bidang seperti elektronik, tekstil dan otomotif.
Negara-negara ASEAN seperti Thailand dan Malaysia sudah memiliki jaringan produksi elektronik, terutama dalam perakitan Hard Disk Drive (HDD). Jumlah ekspor HDD dari Thailand ke US sama dengan jumlah ekspor China. Kondisi ini membuat perseseran perakitan HDD dari China ke Thauland jadi lebih mudah. Terutama karena pengiriman HDD China ke AS sekarang dikenakan tarif setidaknya 10 persen.
Anggota lain dari blok seperti Singapura, Filipina dan Vietnam juga menghasilkan berbagai komponen elektronik, sementara Vietnam dan Indonesia telah menjadi semakin kompetitif dalam manufaktur ringan dan ekspor tekstil.
Produk tekstil Vietnam hampir tumbuh hingga tiga kali lipat dari USD 24,4 miliar pada tahun 2001 menjadi USD 71,8 miliar pada tahun 2014. Pada tahun 2016, ekspor tekstil menyentuh 42 miliar. Negara ASEAN berikutnya, Indonesia mengekspor barang senilai 16 miliar.
Di bidang otomotif, Frost & Sullivan memprediksi bahwa ASEAN akan menjadi pasar otomotif terbesar ke-6 secara global pada 20183. Sektor otomotif adalah salah satu sektor utama bagi ekonomi Thailand, yang terus tumbuh sekitar 8,1 persen dari PDB4.
Merelokasi basis produksi ke negara-negara berbiaya rendah di ASEAN bukanlah sesuatu yang baru. Pergeseran kegiatan produksi ke wilayah ini akan menjadi kelanjutan dari tren yang sudah terjadi. Ketegangan hubungan perdagangan mungkin akan mempercepat tren ini dalam jangka pendek.
Kondisi ini akan memberi pengaruh positif terhadap negara-negara yang memiliki kapasitas produksi, seperti Filipina dan Vietnam, tetapi pergeseran rantai pasokan dalam skala besar bukanlah sesuatu yang dapat terjadi dalam semalam.
“Jika ketegangan perdagangan berlangsung lama, Thailand, Malaysia, dan Vietnam akan menikmati keuntungan selektif dari pengalihan ekspor,” ujar Dutta.
Dengan peningkatan produksi dalam genggaman negara-negara anggota ASEAN, teknologi akan menjadi elemen kunci dalam mengelola peningkatan kapasitas yang terjadi. Tampaknya, peningkatan teknologi akan menjadi fokus untuk banyak perusahaan ASEAN.
Menurut HSBC Navigator, 37% responden di ASEAN berfokus terhadap peningkatan adopsi konsep digital dan teknologi dalam bisnis mereka (dibandingkan 28% secara global). Bagi 34% responden ASEAN peningkatan penggunaan teknologi menjadi rencana utama dalam perubahan dalam 3 tahun ke depan, lebih tinggi dari rata-rata global (27%)
"Sementara kami masih berharap akan adanya resolusi untuk perang proteksionisme perdagangan antara AS dan China, perusahaan-perusahaan di kawasan ASEAN harus mempersiapkan diri untuk ketegangan yang terjadi dalam jangka menengah,” jelasnya.