Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Gara-Gara Sunprima, Laba Bank Sumut Tergerus 41,2 Persen

Laba PT Bank Pembangunan Daerah Sumatera Utara (Bank Sumut) tergerus lantaran sejumlah faktor, mulai dari peningkatan pencadangan hingga kinerja intermediasi yang stagnan.
PT Bank Pembangunan Daerah Sumatera Utara (Bank Sumut)/Bisnis-Andi Rambe
PT Bank Pembangunan Daerah Sumatera Utara (Bank Sumut)/Bisnis-Andi Rambe

Bisnis.com, MEDAN - Laba PT Bank Pembangunan Daerah Sumatera Utara (Bank Sumut) tergerus lantaran sejumlah faktor, mulai dari peningkatan pencadangan hingga kinerja intermediasi yang stagnan.

“Laba kami sudah tergerus untuk pencadangan. Selain itu, memang [pertumbuhan] bisnisnya juga tidak tercapai,” kata Edie Rizliyanto, Direktur Utama Bank Sumut, saat ditemui di Medan, Senin (27/8/2018).

Dalam laporan keuangan per Juli 2018 (unaudited), Bank Sumut melaporkan laba bersih sebesar Rp221,69 miliar, turun dibandingkan dengan posisi Juni 2018 sebesar Rp242,67 miliar.

Secara tahunan, laba bersih perseroan juga anjlok 41,2% secara year on year dibandingkan dengan Juli 2017 yang bernilai Rp377,39 miliar.

Edie menyatakan turunnya laba tersebut antara lain merupakan imbas dari kasus gagal bayar bunga Medium Term Notes perusahaan pembiayaan PT Sunprima Nusantara Pembiayaan.

Perseroan merupakan salah satu kreditur separatis (dengan jaminan) sebagai pembeli MTN Sunprima dengan nilai tagihan Rp148 miliar.

Dikutip dari laporan keuangannya, Bank Sumut mencadangkan Rp96,84 miliar untuk mitigasi risiko aset surat berharga tersebut pada Juli 2018.

Selain itu, ada juga porsi cadangan kerugian penurunan nilai (CKPN) untuk kredit Rp156,28 miliar dan aset keuangan lainnya senilai Rp28,17 miliar sehingga total jumlah pencadangan naik menjadi Rp281,29 miliar.

Sebagai perbandingan, per Juli 2017, Bank Sumut tidak memiliki CKPN atas surat berharga. Adapun, total pembentukan cadangan pada saat itu sebesar Rp196,18 miliar, mayoritas untuk kredit dan pembiayaan syariah.

Meski demikian, lanjut Edie, laba perseroan masih berpotensi naik kembali apabila restrukturisasi pembayaran MTN SNP Finance berhasil dilakukan. Perseroan bersama kreditur dan pemegang MTN lainnya masih menunggu proses restrukturisasi tagihan Sunprima yang bernilai total Rp4,094 triliun.

“Kami ini korban dan tidak bisa sendiri karena banyak yang terlibat, saat ini masih dalam proses PKPU 270 hari sejak Mei. Kalau misalnya restrukturisasinya selesai tahun ini, ya berarti balik lagi biaya pencadangannya sehingga menambah laba. Masih ada waktu sekitar empat bulan jelang akhir tahun,” ujarnya.

Dari sisi kredit, perseroan juga masih melanjutkan restrukturisasi kredit bermasalah. Rasio non-performing loan (NPL) Bank Sumut per Juni 2018 sebesar 5,02%, mayoritas disumbang sektor produktif.

Meski turun dibandingkan dengan Juni 2017 5,3%, rasio NPL tersebut masih di atas level aman yang ditetapkan Otoritas Jasa Keuangan (OJK) sebesar 5%.

Terkait kinerja bisnis, lanjut Edie, realisasinya masih belum sesuai dengan harapan dan cenderung stagnan. Walhasil, perseroan merevisi target pertumbuhan kredit dalam rencana bisnis bank (RBB) untuk akhir tahun, yakni dari semula 10% diturunkan menjadi 7%.

Sebagai informasi, total jumlah kredit per Juli 2017 sebesar Rp17,57 triliun ditambah pembiayaan syariah Rp1,95 triliun. Adapun, penyaluran kredit pada Juli 2018 Rp18,58 triliun sedangkan pembiayaan syariah berjumlah Rp2,11 triliun.

Edie menilai pertumbuhan kredit yang tipis tersebut menimpa hampir semua sektor perbankan yang dipicu perlambatan pada sektor riil dan daya beli yang rendah. Ke depan, tantangan perbankan akan semakin berat dengan naiknya suku bunga acuan Bank Indonesia yang diperkirakan membuat permintaan kredit kian melambat.  

“RBB sudah direvisi karena memang tidak tercapai pertumbuhan bisnis yang 10%, sekarang kami koreksi jadi 7%. Langkah yang kami lakukan saat ini selain mengupayakan pencadangan supaya balik lagi, kami juga efisienkan biaya operasional,” tuturnya.

Guna meningkatkan kinerjanya, Bank Sumut menggandeng sekitar tujuh perusahaan teknologi layanan keuangan (financial technology). Strategi ini diharapkan mampu menggenjot pangsa pasar kredit, pembiayaan, gadai, serta mengerek dana pihak ketiga (DPK) terutama dana murah.

“Kami usahakan mencapai target 7% dalam 4 bulan ke depan. Makanya kami ekspansi pada kredit pensiun dan multiguna, karena kalau di sektor produktifnya sudah berat,” paparnya.


Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel

Penulis : Ropesta Sitorus
Editor : Sutarno

Topik

Konten Premium

Dapatkan informasi komprehensif di Bisnis.com yang diolah secara mendalam untuk menavigasi bisnis Anda. Silakan login untuk menikmati artikel Konten Premium.

Artikel Terkait

Berita Lainnya

Berita Terbaru

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

# Hot Topic

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Rekomendasi Kami

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Foto

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Scan QR Code Bisnis Indonesia e-paper