Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Emas Perhiasan hingga Belanja Mobil Sebabkan Sumbar Alami Inflasi 0,45% pada Juni 2025

BPS mencatat pada Juni 2025 terjadi inflasi (yoy) di Provinsi Sumatra Barat sebesar 0,45% dengan Indeks Harga Konsumen (IHK) sebesar 108,41.
Ilustrasi/Bisnis
Ilustrasi/Bisnis

Bisnis.com, PADANG - Badan Pusat Statistik (BPS) mencatat pada Juni 2025 terjadi inflasi (yoy) di Provinsi Sumatra Barat sebesar 0,45% dengan Indeks Harga Konsumen (IHK) sebesar 108,41.

Inflasi tertinggi terjadi di Kota Padang sebesar 0,79% dengan IHK sebesar 108,29 dan inflasi terendah terjadi di Kota Bukittinggi sebesar 0,60% dengan IHK sebesar 107,81. 

Kepala BPS Sumbar Sugeng Arianto mengatakan perkembangan harga berbagai komoditas pada Juni 2025 secara umum menunjukkan adanya kenaikan. Berdasarkan hasil pemantauan BPS di 4 kabupaten dan kota, pada Juni 2025 terjadi inflasi yoy sebesar 0,45%.

“Kalau secara mtm Sumbar mengalami deflasi sebesar 0,26%, dan hingga Juni 2025, inflasi ytd Sumbar sebesar 1,41%,” katanya dikutip dari data BPS Sumbar, Selasa (1/7/2025).

Dia menjelaskan komoditas yang dominan memberikan andil/sumbangan inflasi yoy pada Juni 2025 yakni emas perhiasan, mobil, hingga sepeda motor. Selanjutnya komoditas yang memberikan andil/sumbangan deflasi yoy pada Juni 2025 seperti cabai merah, bawang merah, cabai rawit, hingga telepon seluler. 

Sementara melihat pada Juni 2025, dari 4 wilayah cakupan IHK di Sumbar sebanyak 2 kota mengalami inflasi yoy kabupaten mengalami deflasi yoyInflasi yoy tertinggi terjadi di Kota Padang sebesar 0,79% dengan IHK sebesar 108,29 dan terendah terjadi di Kota Bukittinggi sebesar 0,60% dengan IHK sebesar 107,81. 

Kemudian deflasi yoy terdalam terjadi di Kabupaten Dharmasraya sebesar 0,37% dengan IHK sebesar 109,09 dan terendah terjadi di Kabupaten Pasaman Barat sebesar 0,34% dengan IHK sebesar 108,72. 

Kondisi Inflasi Triwulan I/2025

Selain itu, melihat dari data Bank Indonesia yang dirangkum dalam Laporan Perekonomian Provinsi Sumbar, inflasi Sumbar pada triwulan I/2025 terjaga rendah sebesar 0,30% (yoy), lebih rendah dibandingkan triwulan IV/2024 yang sebesar 0,89% (yoy). 

Perkembangan harga ini terjadi di tengah meningkatnya permintaan masyarakat pada momentum Ramadan dan Idulfitri seiring dengan stabilnya pasokan komoditas pangan strategis, seperti aneka cabai dan bawang merah. Kondisi tersebut dipengaruhi oleh produksi yang lebih baik dibandingkan tahun 2024 yang sempat terganggu akibat cuaca ekstrem dan bencana alam.

Kepala Perwakilan Bank Indonesia Provinsi Sumbar M. Abdul Majid menyebutkan meskipun demikian, komoditas non makanan menunjukkan kenaikan laju inflasi di Sumbar pada triwulan I/2025, khususnya emas perhiasan, Sigaret Kretek Mesin (SKM), sewa rumah, kontrak rumah, mobil, akademik/perguruan tinggi, Sigaret Putih Mesin (SPM), dan Sigaret Kretek Tangan (SKT). 

“Emas perhiasan mencatat inflasi tahunan hingga 46,85% (yoy)sejalan dengan kenaikan harga emas global yang mencapai 38,24% (yoy),” jelasnya. 

Menurutnya kenaikan harga emas ini dipengaruhi oleh beberapa kondisi global seperti ketegangan perdagangan, dan peningkatan permintaan emas global.

Di sisi lain, naiknya harga aneka jenis rokok merupakan dampak dari penyesuaian Harga Jual Eceran (HJE), dengan rata-rata peningkatan harga jenis SKM sebesar 6,34% (yoy). Sementara itu, peningkatan harga sewa dan kontrak rumah dipengaruhi oleh penyesuaian harga tahunan. 

“Adapun kenaikan harga mobil terutama didorong oleh peningkatan Pajak Kendaraan Bermotor (PKB) sejalan dengan implementasi opsen,” sebutnya.

Dikatakannya di tengah tingginya ketidakpastian ekonomi, sinergi pengendalian inflasi oleh Tim Pengendalian Inflasi Daerah (TPID) terus diperkuat, sehingga Sumbar mencatatkan inflasi bulanan yang rendah dan stabil sepanjang triwulan I/2025 yaitu, 0,03% (mtm) pada Januari, -0,16% (mtm) pada Februari, serta 1,03% (mtm) pada Maret 2025. 

Rendahnya inflasi pada Januari serta deflasi pada Februari dipengaruhi oleh pemberlakuan diskon tarif listrik sebesar 50% bagi pelanggan dengan daya 2.200 VA ke bawah. Sementara itu, lonjakan inflasi pada Maret disebabkan oleh normalisasi tarif listrik pada pelanggan prabayar. 

Dengan perkembangan tersebut, inflasi kumulatif Sumbar hingga triwulan I/2025 tercatat sebesar 0,90% (ytd), masih berada di bawah sasaran inflasi nasional sebesar 2,5±1%. “Jika dilihat berdasarkan komoditas penyumbang utama, inflasi Sumbar pada triwulan I/2025 didorong oleh kenaikan harga emas perhiasan, skm, dan minyak goreng,” ucapnya. 

Majid menyampaikan kenaikan harga minyak goreng didorong oleh dua kondisi. Pertama, perubahan skema Domestic Market Obligation (DMO) yang awalnya awalnya memungkinkan untuk disalurkan dalam bentuk minyak goreng curah dan MinyaKita, saat ini wajib disalurkan dalam bentuk MinyaKita. 

Kondisi tersebut menyebabkan turunnya pasokan minyak goreng curah dan mendorong harga naik. Kedua, Harga Eceran Tertinggi (HET) MinyaKita dilakukan penyesuaian pada akhir tahun 2024 melalui Permendag 18 Tahun 2024 sejalan dengan peningkatan harga CPO. 

Oleh karena itu, penurunan pasokan minyak goreng curah dan peningkatan HET MinyaKita menyebabkan naiknya harga minyak goreng secara umum.

Inflasi yang lebih tinggi tertahan oleh penurunan harga sejumlah komoditas pangan terutama aneka cabai, bawang merah, dan jengkol. Turunnya harga cabai merah didorong oleh peningkatan pasokan sejalan dengan panen lokal dari daerah sentra Sumbar serta masuknya pasokan tambahan dari Jawa. 

Penurunan harga bawang merah juga didorong oleh peningkatan pasokan dari daerah produksi lokal Sumbar, terutama Kabupaten Solok yang bertepatan dengan musim panen. Sementara itu, turunnya harga jengkol dipengaruhi oleh permintaan yang tetap terjaga di tengah ketersediaan hasil panen yang mencukupi.

Di luar komoditas pangan, tarif listrik mengalami penurunan sejalan dengan pemberlakuan insentif pemerintah berupa diskon tarif sebesar 50%. Selain itu, pemerintah juga menerapkan program diskon tarif angkutan udara sebesar 13-14% untuk penerbangan domestik kelas ekonomi pada periode HBKN Idulfitri 24 Maret 2025 hingga 7 April 2025. 

“Program tersebut diterapkan dengan skema penurunan biaya kebandarudaraan, harga avtur, serta Pajak Pertambahan Nilai (PPN) sebesar 6% yang ditanggung pemerintah,” tutupnya.


Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel

Editor : Ajijah

Topik

Bisnis Indonesia Premium.

Dapatkan informasi komprehensif di Bisnis.com yang diolah secara mendalam untuk menavigasi bisnis Anda. Silakan login untuk menikmati artikel Bisnis Indonesia Premium.

Artikel Terkait

Berita Lainnya

Berita Terbaru

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

# Hot Topic

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Rekomendasi Kami

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Foto

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Scan QR Code Bisnis Indonesia e-paper