Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Gapki Minta Kebijakan PE 10% Sawit Ditunda, Ini Alasannya

Di lapangan harga sawit sudah mulai mengalami penurunan. Oleh karena itu, diperlukan kehati-hatian dalam mengambil keputusan.
Buah sawit yang telah dibelah di perkebunan milik PT Sahabat Mewah dan Makmur, Belitung Timur, Rabu (28/8/2024). / Bisnis-Annasa Rizki Kamalina
Buah sawit yang telah dibelah di perkebunan milik PT Sahabat Mewah dan Makmur, Belitung Timur, Rabu (28/8/2024). / Bisnis-Annasa Rizki Kamalina

Bisnis.com, PEKANBARU -- Terkait rencana kenaikan pungutan ekspor (PE) sebesar 10%, Ketua Umum Gabungan Pengusaha Kelapa Sawit Indonesia (Gapki) Eddy Martono menyatakan pihaknya telah menyampaikan permintaan resmi kepada pemerintah untuk menunda kebijakan tersebut. 

Eddy menekankan penundaan ini bukan berarti pembatalan, melainkan langkah strategis untuk merespons kondisi global yang tengah tidak menentu.

"Dalam situasi global seperti sekarang, di mana India sebagai importir terbesar kedua dan Pakistan sebagai importir terbesar ketiga sedang menghadapi tekanan, kami meminta agar rencana kenaikan PE ini sementara ditunda. Jangan sampai kebijakan ini justru menjadi disinsentif bagi industri sawit nasional," ujarnya saat di Pekanbaru dalam agenda Andalas Forum V, Kamis (22/5/2025).

Menurutnya, di lapangan harga sawit sudah mulai mengalami penurunan. Oleh karena itu, diperlukan kehati-hatian dalam mengambil keputusan.

Dia juga menyebut usulan penundaan ini telah disampaikan secara resmi dan kemungkinan akan dibahas dalam rapat Komite Pengarah (Komprah).

"Memang sampai saat ini keputusan finalnya belum ada, kita masih menunggu hasil pembahasan Komprah. Dari sisi Kementerian Keuangan, sejauh ini belum ada respons resmi, namun kami mendapat informasi bahwa mereka akan mendiskusikannya terlebih dahulu," tutupnya.

Sebelumnya Ketua Umum Asosiasi Petani Kelapa Sawit Indonesia (Apkasindo) Gulat Manurung, yang paling terdampak dari kenaikan tarif pungutan tersebut adalah petani sawit. 

Pasalnya, naiknya beban ekspor CPO akan menekan harga tandan buah segar (TBS). Dia menyebut, harga TBS berpotensi tertekan sebesar Rp300–325 per kilogram. Padahal, saat PE sebesar 7,5% saja harga TBS sudah tertekan sebesar Rp225–245 per kilogram. 

“Kenaikan tarif pungutan ekspor untuk minyak kelapa sawit atau crude palm oil dan produk turunannya dari 7,5% menjadi sebesar 10% dari harga referensi CPO tentu sangat mengejutkan kami petani sawit,” kata Gulat kepada Bisnis, Kamis (15/5/2025). 

Gulat menuturkan, dalam 4 bulan terakhir, harga CPO semakin menurun. Berdasarkan catatan Apkasindo, harga CPO turun Rp1.500–2.000 per kilogram pada awal 2025 ini. 

Di sisi lain, Gulat menyebut, para eksportir CPO dan turunannya tidak berdampak signifikan dari kenaikan PE CPO menjadi 10%. “Karena semua bebannya akan dipindahkan ke harga CPO dan selanjutnya produsen CPO akan memindahkan beban tersebut ke sektor hulu [penghasil TBS],” ujarnya. 

Artinya, lanjut dia, beban penambahan PE sebesar 2,5% ini akan dipindahkan ke harga TBS melalui turunnya harga di tingkat pekebun. Menurut Gulat, beban petani sawit semakin berat dengan adanya kebijakan kenaikan PE CPO menjadi 10%. 

“… belum lagi dana hasil PE sawit ini harus dibagi ke kakao dan kelapa sejak berubahnya BPDP-KS menjadi BPDP,” ujarnya. 

Untuk itu, Gulat meminta agar petani sawit diberi kemudahan untuk mendapatkan program Badan Pengelola Perkebunan (BPDP) yang berkaitan dengan Peremajaan Sawit Rakyat (PSR) dan Program Sarana Prasarana. 

Menurutnya, relaksasi ini perlu diberikan sebagai kompensasi kenaikan pungutan ekspor yang menjadi beban tambahan harga TBS sawit petani. 

Lebih lanjut, Gulat berharap PE difokuskan untuk program-program yang berkaitan terhadap produktivitas kelapa sawit. Pasalnya, sambung dia, petani sawit sulit memenuhi syarat PSR, seperti legalitas dari Kementerian Kehutanan dan Kementerian ATR/BPN. 


Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel

Penulis : Arif Gunawan
Editor : Ajijah
Bisnis Indonesia Premium.

Dapatkan informasi komprehensif di Bisnis.com yang diolah secara mendalam untuk menavigasi bisnis Anda. Silakan login untuk menikmati artikel Bisnis Indonesia Premium.

Artikel Terkait

Berita Lainnya

Berita Terbaru

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

# Hot Topic

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Rekomendasi Kami

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Foto

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Scan QR Code Bisnis Indonesia e-paper