Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Pro-Kontra Orang Riau Berobat ke Malaysia, Bisa Rugikan Indonesia

Setiap kali seseorang berobat ke Malaysia, maka harus menukarkan rupiah dengan ringgit. Itu memperkaya devisa Malaysia, Indonesia kehilangan potensi pemasukan.
KLIA Ekspres, layanan kereta api berkecepatan tinggi yang dioperasikan oleh Express Rail Link Bhd. yang menghubungkan pusat kota Kuala Lumpur dengan Bandara Internasional Kuala Lumpur (KLIA), melaju di atas rel di Kuala Lumpur, Malaysia, Minggu, 14 Januari 2024./Bloomberg-Richard Humphries
KLIA Ekspres, layanan kereta api berkecepatan tinggi yang dioperasikan oleh Express Rail Link Bhd. yang menghubungkan pusat kota Kuala Lumpur dengan Bandara Internasional Kuala Lumpur (KLIA), melaju di atas rel di Kuala Lumpur, Malaysia, Minggu, 14 Januari 2024./Bloomberg-Richard Humphries

Bisnis.com, PEKANBARU-- Fenomena warga Riau yang ramai-ramai berobat ke Malaysia bukanlah hal baru. Jarak yang dekat, pelayanan medis yang dinilai lebih baik, serta biaya yang kompetitif membuat banyak orang lebih memilih untuk mendapatkan perawatan kesehatan di negeri jiran tersebut. 

Namun, di balik tren ini, ada konsekuensi ekonomi yang signifikan yang dihadapi Indonesia, terutama dalam hal hilangnya devisa negara.

Ekonom Universitas Riau, Edyanus Herman Halim, menyoroti dampak negatif dari fenomena ini. Menurutnya, meningkatnya jumlah warga Indonesia, khususnya dari Riau, yang berobat ke Malaysia menyebabkan terjadinya capital flight atau keluarnya modal dari Indonesia.

Setiap kali seseorang berobat ke Malaysia, mereka harus menukarkan rupiah dengan ringgit, yang pada akhirnya memperkaya devisa Malaysia sementara Indonesia kehilangan potensi pemasukan.

"Akibat berobat ke luar negeri, ada capital flight dengan sendirinya. Kita harus membeli ringgit Malaysia dengan rupiah. Jadi, mereka mendapatkan devisa dan kita kehilangan devisa," jelasnya Rabu (2/10/2024).

Dia menambahkan keuntungan dari jasa kesehatan yang seharusnya menjadi milik Indonesia, kini mengalir ke Malaysia.

Tidak hanya biaya pengobatan, pasien juga mengeluarkan uang untuk transportasi, akomodasi, konsumsi, dan bahkan belanja barang-barang mewah. Semua ini semakin memperkaya perekonomian Malaysia. 

Menurutnya nilai tambah dari jasa kesehatan jadi milik Malaysia juga. Selain biaya berobat, pasien asal Riau juga mengeluarkan biaya transportasi, akomodasi, dan pengeluaran lainnya yang bersifat shopping goods. Hal ini tentu semakin menguntungkan Malaysia dan merugikan bangsa Indonesia.

Fenomena ini tidak hanya berdampak pada sektor kesehatan, tetapi juga memperlihatkan kelemahan dalam sistem pelayanan kesehatan di Indonesia. 

Menurut Edyanus, pemerintah perlu melakukan perbaikan signifikan dalam sistem kesehatan nasional, mulai dari modernisasi fasilitas, profesionalitas tenaga medis, hingga budaya kerja yang lebih ramah dan menyenangkan.

"Pemerintah harus memperbaiki pelayanan kesehatan di negara kita dengan baik. Fasilitasnya dipermodern, tenaga medisnya harus semakin profesional, dan suasana tempat berobatnya harus menyenangkan. Lebih penting lagi, biaya yang dikeluarkan pasien harus kompetitif dan sepadan dengan pelayanan yang mereka terima," tegasnya.

Selain itu, harga obat-obatan di Indonesia juga harus ditertibkan agar tidak membebani pasien. Edyanus menekankan bahwa tata niaga obat di Indonesia harus diatur lebih baik, sehingga dokter tidak memberikan obat dengan harga yang terlalu tinggi. "Obat-obatan harus ditertibkan harga jualnya. Jangan sampai memeras kantong pasien," tambahnya.

Di sisi lain, industri perjalanan pariwisata seperti travel agent yang menyediakan layanan bagi pasien yang ingin berobat ke Malaysia juga mendapat perhatian. 

Meskipun pelaku usaha ini memanfaatkan peluang bisnis dari kondisi tersebut, Edyanus mengingatkan bahwa hal itu tidak boleh menjadi alasan untuk membiarkan ketidakberesan dalam pengelolaan sistem kesehatan di Indonesia.

"Travel agent itu seperti 'menangguk di air keruh'. Ada peluang, ya dimanfaatkan. Tapi itu bukan berarti kita harus membiarkan sengkarut pengelolaan pembangunan kesehatan di negara kita," jelasnya. 

Jika suatu saat jumlah orang yang berobat ke Malaysia menurun karena peningkatan layanan di Indonesia, ia berharap para agen perjalanan bisa mencari pasar lain untuk bertahan.

Pada akhirnya, fenomena ini menjadi peringatan bagi pemerintah dan para pemangku kepentingan di sektor kesehatan untuk segera mengambil langkah nyata dalam meningkatkan kualitas layanan kesehatan di Indonesia. 

Tanpa perbaikan mendasar, kepercayaan masyarakat terhadap sistem kesehatan nasional akan terus menurun, dan tren berobat ke luar negeri akan semakin sulit dibendung.

Pekan lalu, Malaysia Healthcare Travel Council (MHTC) terus memperkuat upayanya dalam menarik pasien asal Indonesia, khususnya dari Provinsi Riau, untuk menjalani perawatan kesehatan atau berobat di negara jiran itu.

Rahmatullah Baragau, Direktur MHTC untuk Indonesia, menyebutkan jumlah kunjungan pasien asal Riau mengalami peningkatan signifikan hingga hampir 100% pada kuartal pertama 2024 dibandingkan periode yang sama tahun lalu.

"Kami mencatat peningkatan kunjungan pasien asal Riau sebesar 97,8% di kuartal pertama tahun ini. Ini menunjukkan kepercayaan masyarakat Indonesia terutama Riau terhadap layanan medis di Malaysia terus meningkat," ungkapnya.

Rahmatullah menjelaskan kepercayaan pasien Indonesia, khususnya dalam bidang radiologi, onkologi, fertilitas, dan Medical Check-Up (MCU), menjadi faktor utama meningkatnya wisata medis ke Malaysia. 

Dia menyebutkan faktor-faktor kunci seperti kualitas pelayanan, sistem kesehatan yang diakui secara internasional, serta akreditasi rumah sakit di sana menjadi daya tarik utama bagi pasien Indonesia.

Menurutnya rumah sakit yang tergabung dalam MHTC telah memperoleh akreditasi internasional dan menawarkan berbagai layanan kesehatan dengan hasil klinis yang sangat baik. 

Selain itu, biaya perawatan di Malaysia dianggap lebih terjangkau dibandingkan negara-negara ASEAN lainnya, dengan waktu tunggu yang singkat dan akses mudah bagi pasien internasional.

Rahmatullah juga menekankan pentingnya pengalaman pasien yang lancar, mulai dari awal perawatan hingga selesai. 

“Malaysia menawarkan layanan yang ramah, termasuk komunikasi yang mudah dengan tamu asing serta fasilitas yang sesuai dengan kebutuhan muslim, seperti makanan halal dan tempat ibadah yang beragam,” jelasnya.

Melihat kedekatan geografis dan hubungan budaya yang kuat antara Malaysia dan Riau, MHTC pun menyelenggarakan Malaysia Healthcare Expo (MHexpo) di Pekanbaru untuk pertama kalinya. 

Kegiatan ini menghadirkan 13 rumah sakit terkemuka dari Malaysia yang siap menawarkan berbagai paket perawatan komprehensif kepada masyarakat Riau.

“Kami melihat Riau sebagai pasar potensial yang terus berkembang. Pekanbaru masuk dalam lima besar kota di Indonesia dengan jumlah kunjungan pasien terbanyak ke Malaysia, bersaing dengan kota-kota besar seperti Jakarta, Surabaya, dan Medan,” ujarnya.

Selain itu, MHTC juga bekerja sama dengan agen perjalanan dan asuransi untuk memudahkan masyarakat Indonesia yang ingin mendapatkan perawatan kesehatan di Malaysia. 

Dengan promosi ini, Malaysia semakin memperkuat posisinya sebagai destinasi unggulan bagi pasien internasional yang mencari layanan kesehatan berkualitas dan terjangkau.

MHTC berharap bahwa melalui berbagai inisiatif, termasuk MHexpo, hubungan bilateral antara Malaysia dan Indonesia, khususnya Riau, akan terus terjalin erat dan memberikan manfaat bagi kedua negara.


Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel

Penulis : Arif Gunawan
Konten Premium

Dapatkan informasi komprehensif di Bisnis.com yang diolah secara mendalam untuk menavigasi bisnis Anda. Silakan login untuk menikmati artikel Konten Premium.

Artikel Terkait

Berita Lainnya

Berita Terbaru

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

# Hot Topic

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Rekomendasi Kami

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Foto

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Scan QR Code Bisnis Indonesia e-paper