Bisnis.com, PADANG — Manajemen PT PLN (Persero) memfokuskan penyediaan infrastruktur listrik di tiga daerah tertinggal di Sumatra Barat, yaitu Kabupaten Kepulauan Mentawai, Pasaman Barat, dan Solok Selatan.
General Manager PLN Wilayah Sumatra Barat (Sumbar) Susiana Mutia mengatakan untuk mengejar rasio elektrifikasi 100% pada tahun depan, maka penyediaan listrik untuk daerah tertinggal perlu menjadi prioritas.
“Prioritasnya memang untuk daerah tertinggal yang belum sepenuhnya mendapatkan akses listrik, seperti Mentawai, Pasaman Barat, dan Solok Selatan,” ujarnya usai meresmikan Listrik Desa (Lisdes) Jorong Lubuk Labu, Kabupaten Dharmasraya, Rabu (21/11/2018).
Susiana menerangkan percepatan penyediaan infrastruktur listrik tersebut dilakukan untuk mendukung pemerataan pembangunan pemerintah, sekaligus agar masyarakat di pelosok dapat menikmati listrik seperti saudaranya di tempat lain.
PLN mengklaim rasio elektrifikasi Sumbar sudah menyentuh 92,3% per Oktober 2018, atau lebih tinggi dari target 2018 yang hanya 91,59%. Artinya, dengan masih tersisa waktu jelang tutup tahun, rasio elektrifikasi daerah itu masih akan terus meningkat.
Dia meyakini untuk tahun depan, seluruh daerah di Sumbar sudah mendapatkan pasokan listrik dari PLN dengan rasio elektrifikasi 100%. Untuk desa berlistrik, saat ini sudah mencapai 100%.
Direktur Bisnis PLN Regional Sumatra Wiluyo Kusdwiharto menargetkan seluruh wilayah di Sumatra sudah mendapatkan listrik dan mencapai rasio 100% pada 2019.
“Kami prioritaskan daerah-daerah Tertinggal, Terdepan, dan Terluar (3T) karena masih ada di beberapa provinsi, seperti Sumbar, Sumatra Utara (Sumut), Aceh, dan yang lain,” tuturnya.
Akses listrik untuk daerah terluar dan tertinggal menjadi prioritas utama perseroan sesuai dengan program pemerintah untuk mengejar elektrifikasi 100%, meski secara ekonomis tidak layak.
Pemasangan jaringan listrik ke Jorong Lubuk Labu dan Jorong Sungai Limau Nagari Banai, Kabupaten Dharmasraya misalnya, menghabiskan anggaran hingga Rp7 miliar karena akses ke lokasi yang sangat sulit.
Padahal, nagari/desa tersebut hanya berjarak 70 kilometer (km) dari Pulau Punjung, pusat pemerintahan setempat. Namun, karena katerbatasan akses jalan, rute tersebut mesti ditempuh hingga mencapai 4 jam perjalanan.
Oleh karena itu, sambung Wiluyo, pertimbangan penyediaan listrik untuk daerah terluar bukanlah untuk mencari keuntungan, tetapi untuk pemerataan akses listrik bagi masyarakat.
Adapun persediaan listrik di wilayah Sumatra diklaim berlebih karena ada cadangan daya sebesar 7%-15% yang bisa dimanfaatkan untuk memenuhi kebutuhan listrik masyarakat.
“Dari sisi suplai tidak ada masalah di Sumatra, cadangan daya kami ada 7% - 15%,” tambahnya.